Rabu, 19 September 2012

MENYINGKAP RAHASIA AL-QURAN



 
PENDAHULUAN

B

eberapa tahun terakhir ini, korelasi antara Al-Quran dengan sains menjadi perbincangan hangat. Baik di kalangan ilmuwan Timur, Barat, maupun kalangan ulama dari beberapa agama, terutama Islam, Kristen dan Yahudi.  Mengenai adanya pengkajian Al-Quran dari kalangan non-muslim ini adalah point yang menarik di sini, mereka mencoba mencari tahu tentang hakikat Al-Quran, sayangnya tidak jarang dari mereka yang memiliki tujuan untuk mencari titik kelemahan yang dimiliki Al-Quran, walaupun kenyataannya tak akan pernah ada sama sekali.
            Sebaliknya, umat Islam yang seharusnya memiliki kewajiban untuk menjaga Al-Quran baik dengan cara membaca, menelaah ataupun menghafalnya terkesan semakin meninggalkan Al-Quran, mereka terlanjur disibukkan oleh kesenangan dunia yang tidak ada habisnya. Para pemudanya telah dibuat lalai, ini menjadi salah satu bukti nyata bahwa zionisme benar-benar telah menerkam jantung Islam.
            Lebih disayangkan lagi adalah kaum cendekiawan atau ilmuwan muslim yang telah gelap mata, dikuasai oleh jiwa materialisme sehingga rela mengorbankan keyakinan mereka, ditambah lagi dengan adanya brain wash yang semakin  gencar membuat mereka menghancurkan Islam dari dalam dengan senang hati, seakan-akan mereka sedang membuat perubahan dalam Islam, merekonstruksinya, berkolaborasi dengan kaum orientalis dalam penyerangan Islam dengan menyamakan Al-Quran dengan Injil yang harus dipertanyakan kebenarannya, ini menyebabkan orang awam semakin bingung untuk mencari pegangan kehidupan.            Maka, serangan-serangan yang ditujukan untuk umat Islam sekarang tidak hanya dari luar, namun juga dari dalam, ilmuwan yang dijadikan panutan semakin menuntun ke jalan kesesatan.
            Demikianlah awal kekhawatiran penulis, maka didasari oleh kecintaannya pada Al-Quran, ia mencoba untuk mengapresiasikan cintanya itu dengan menulis sebuah buku yang sekarang ada di tangan anda. Penulis sengaja memberi judul: Menyingkap Rahasia Al-Quran: Korelasinya dengan Sains. Karena penulis benar-benar ingin mengungkapkan sejuta rahasia yang dikandung Al-Quran, kitab suci yang menuntut mereka yang mengimaninya untuk berpikir secara mendalam dalam upaya penyingkapan tabir ilmu yang dimilikinya. Al-Quran adalah pegangan, ia adalah dasar dari undang-undang Islam, jika ada orang yang ingin berijtihad, harus kembali pada Al-Quran.
            Ilmu-ilmu yang ada di dalam Al-Quran amatlah banyak dan yang diketahui oleh para ilmuwan barulah sedikit. Masih dibutuhkan pengkajian yang lebih jeli lagi. Penulis sengaja menghubungkan Al-Quran dengan sains, karena manusia tidak akan pernah lepas dari sains didasari oleh sifat aslinya yang selalu ingin tahu. Selain itu, sains juga sangat dibutuhkan untuk kemajuan dan perkembangan manusia. Fakta sudah membuktikan, negara yang memperhatikan kepentingan pendidikan dan sains lebih mapan dan maju dari pada negara yang kurang memperhatikan keduanya.
            Sedangkan orientalis dan kaum cendekiawan muslim yang meragukan kebenaran Al-Quran juga mulai menyerang Islam dengan mengatakan bahwa: di dalam Al-Quran tidak ada sains, bahkan banyak sekali yang tidak logis dalam Al-Quran. Maka, keperluan untuk mendalami Al-Quran oleh umat Islam menjadi semakin urgen untuk dilakukan saat ini.
            Penulis mengawali tulisannya dengan menjelaskan sejarah turunnya Al-Quran secara mendetail pada bab pertama, hal ini perlu untuk proses pengenalan terhadap kitab suci Al-Quran. Selain itu juga menyangkut banyaknya sejarah Al-Quran yang sengaja diputar-balikan oleh kaum orientalis, seakan-akan Al-Quran adalah hasil buatan tangan manusia atau lahir dari lisan Nabi Muhammad SAW, untuk melengkapi sejarahnya, dibahas pula mengenai bahasa Al-Quran, yaitu bahasa Arab.
             Pada bab selanjutanya, penulis mencoba mengungkapkan segi kemukjizatan dalam Al-Quran, agar kita lebih mengetahui perbedaan Al-Quran dengan kitab suci lainnya.
            Inti dari pada buku ini ada pada bab ke-tiga dan ke-empat, di sini mulai diadakan pengkajian mengenai korelasi Al-Quran dengan sains, bagaimana para ilmuwan membuktikan kebenaran ayat Al-Quran satu-persatu, bagaimana seorang ilmuan non-muslim tunduk pada kekuasaan Allah SWT setelah menemukan kebenaran ilmiah dalam Al-Quran, kemudian dilanjutkan dengan penyingkapan rahasia yang ada dalam Al-Quran.
 Setelah mengetahui segala sesuatu tentang Al-Quran, maka perlu diketahui  pandangan Barat terhadap Al-Quran, khususnya kaum orientalis dan missionaris. Mengingat mereka adalah antek dari musuh-musuh Islam atau yang merasa menjadi musuh abadi Islam sejak diturunkannya Al-Quran hingga kini, serta bagaimana mereka menyerang Al-Quran. Agar setiap muslim lebih mewaspadai gerak-gerik musuh yang samar dan hampir tidak diketahui oleh sebagian kalangan muslim yang awam.
Pada bab terakhir dijelaskan posisi Al-Quran sekarang di tengah-tengah umat Islam dengan mengungkapkan kemunduran sains di dunia Islam, serta pernyataan bahwa Al-Quran adalah salah satu faktor kemajuan peradaban agar umat Islam dapat bangkit dari keterpurukan. Mengembalikan masa kegemilangan Islam di bawah naungan Al-Quran. 
                                                                           Gontor Putri, 30 April 2009
                                                                                  Penulis











BAB I

SEJARAH TURUNNYA AL-QURAN

1.                 PENGERTIAN AL-QURAN

1.1. Pengertian Al-Quran menurut etimologi
B
anyak perbedaan pendapat di kalangan para ulama dalam upaya menjelaskan kata Al-Quran dari sisi derivasi, cara pelafalan, apakah ia merupakan kata sifat atau kata jadian. Para ulama yang mengatakan bahwa cara menggunakan hamzah pun telah terpecah menjadi dua pendapat:
a.   Sebagian dari mereka, di antaranya Al-Lihyani, berkata bahwa kata Al-Quran merupakan kata jadian dari kata dasar Qa-ra-a (membaca) sebagaimana rujhan dan ghufran. Kata ini kemudian dijadikan sebagai nama bagi firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi kita, Muhammad SAW. Penamaan ini termasuk kategori “tasmiyah al-maf’ul bi al-mashdar” Dalil yang menjadi rujukan kelompok ini adalah firman Allah SWT yang artinya:
            “Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu” [1]
 b. Sebagian dari mereka dari golongan lain, di antaranya Az-Zujaj, menjelaskan bahwasannya kata Al-Quran merupakan kata sifat, diambil dari kata dasar al-qar-u yang artinya menghimpun. Kata ini kemudian dijadikan nama bagi firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang menghimpun surat, ayat, kisah, perintah dan larangan ataupun menghimpun intisari dari kitab-kitab suci sebelumnya.

             Para ulama yang mengatakan bahwa cara pelafalan kata Al-Quran tidak menggunakan hamzah pun terpecah dalam dua kelompok:
a.   Sebagian  dari mereka, di antaranya Al-Asy’ary, mengatakan bahwa kata Al-Quran diambil dari kata kerja qarana (menyertakan) karena AL-Quran menyertakan surat, ayat, dan huruf-huruf.
b.  Al-Farra’ menjelaskan bahwa kata Al-Quran diambil dari kata dasar qarain (penguat) karena Al-Quran terdiri atas ayat-ayat yang saling menguatkan dan terdapat kemiripan antara satu ayat dengan ayat-ayat lainnya.[2]
            Pendapat lainnya adalah Al-Quran merupakan nama personal, bukan merupakan derivasi bagi kitab yang telah diturunkan kepada Muhammad SAW.[3] Para ulama menjelaskan bahwa penamaan itu menunjukan bahwa Al-Quran telah menghimpun intisari-intisari kitab-kitab Allah yang lain, bahkan seluruh ilmu yang ada.(Q.S.An-Nahl: 89 dan Al-An’am: 30)

1.2. Pengertian Al-Quran menurut terminologi
a.  Menurut Manna’ Al-Qaththan:[4]
“Kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan orang yang membacanya akan memperoleh pahala.”
b. Menurut Al-Jurjani:[5]
“Ia adalah kitab yang diturunkan kepada Rasulullah SAW, ditulis dalam mushaf, dan diriwayatkan secara mutawatir tanpa keraguan.”
c. Menurut Abu Syahbah:[6]
“Kitab Allah SWT yang diturunkan-baik lafadz maupun maknanya- kepada Nabi terakhir Muhammad SAW, diriwayatkan secara mutawattir, yakni dengan penuh kepastian dan keyakinan (Kesesuaiannya dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad saw) serta ditulis pada mushaf, mulai dari awal surat Al-Fatihah (1) sampai akhir An-Nas (114).”
d. Menurut kalangan para pakar ushul fiqih, fiqh, dan bahasa Arab:
“Kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad SAW, lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, diturunkan secara mutawattir[7] dan ditulis pada mushaf, mulai dari awal surat Al-Fatihah (1) sampai akhir An-Nas (114).”

1.3. Ayat Al-Quran memiliki arti lahir dan batin
“Sembahlah Allah, dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun”.[8]
            Arti lahir dari ayat ini adalah pelarangan untuk menyembah berhala, namun setelah direnungkan kembali, maka jelas bahwa alasan pelarangan menyembah berhala itu ialah karena penyembahan berhala semacam itu merupakan bentuk kepatuhan pada segala sesuatu selain Allah SWT. Hal ini tidak hanya berupa penyembahan kepada berhala saja, tetapi juga menaati setan (Q.S 36 : 60)
            Analisis lain menunjukan bahwa tidak ada perbedaan antara ketaatan kepada diri dan ketaatan kepada yang lain, karena mengikuti hawa nafsu merupakan penyembahan kepada selain Allah SWT. (QS 45 : 23)
            Dengan analisis lebih cermat, tahulah kita tentang keharusan untuk tidak berpaling kepada Allah SWT. Sekilas, ayat “Janganlah kamu menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun” menunjukan bahwa berhala-berhala tidak boleh disembah. Namun suatu pandangan lebih mendalam menunjukan larangan untuk mengikuti hawa nafsu. Jika pandangan ini diperluas lagi, maka akan tampak larangan melupakan Allah SWT dan berpaling kepada selain Allah SWT.
            Setelah melalui tahapan ini, pertama akan nampak makna awal dari surat, kemudian tampak makna yang lebih luas dari sebelumnya dan seterusnya, hal ini berlaku pada semua ayat Al-Quran. Sebagaimana hadits yang menyebutkan: “Sesungguhnya Al-Quran mempunyai arti lahir dan batin. Dan batinnya terdiri atas satu sampai tujuh batin.”[9]
            Rahasia dari lahir dan batin ini adalah dikarenakan manusia yang mana dalam kehidupannya yang pertama dan sementara di dunia ini menyerupai sebuah gelembung di samudera materi. Setiap kegiatannya dalam arus keberadaannya bergantung kepada samudera yang luas itu, maka setiap saat ia harus berurusan dengan materi. Indera lahir dan batinnya disibukkan oleh materi, sedangkan pikirannya mengikuti pengetahuan inderawinya. Makan, minum, duduk, berdiri, berbicara, mendengarkan dan semua pekerjaan lainnya yang dilakukan manusia berhubungan dengan materi.
            Sedangkan aktifitas spiritual manusia, seperti cinta, permusuhan, derajat, yang tinggi, cita-cita dan lain-lain, sebagian besar digambarkan dengan bentuk materi, contohnya cita-cita setinggi langit, tingginya derajat diperumpamakan seperti tingginya gunung dan lainnya. Selain itu kemampuan manusia dalam memahami hal-hal spiritual memiliki tingkatan yang berbeda-beda, semakin mampu seseorang dalam pemahaman dengan masalah spiritual, maka semakin sedikit pula keterkaitannya dengan pesona materi. Dengan kata lain, semakin sedikit keterkaitan dengan materi semakin bertambah pula pengetahuan tentang hal-hal spiritual. Hal ini menunjukan bahwa manusia, berdasarkan fitrahnya memiliki kemampuan untuk mengetahui segala sesuatu berarti manusia dapat dikembangkan dan dapat dididik.
            Maka, Al-Quran selalu membedakan antara mereka yang berilmu dan mereka yang tidak berilmu dan meninggikan mereka yang berilmu beberapa derajat di atas mereka yang tidak berilmu.[10] Pemahaman manusia tidak bisa di samaratakan, karena masing-masing memiliki tingkatan yang berbeda-beda, maka cara memperlakukan antara orang-orang yang alim dan orang-orang awam harus dibedakan. Maka, tidak ada salahnya jika dibandingkan dengan kitab suci lain. Jika dalam kitab Weda direnungkan secara mendalam dan ditelaah dengan lebih jeli, maka kita akan menemukan bahwa kitab itu menuju pada tauhid. Sayangnya, tujuan itu diungkapkan secara langsung dan tidak menurut tingkatan pemikiran orang-orang awam, sehingga orang Hindu yang masih lemah akalnya berkecenderungan untuk menyembah banyak berhala, yang paling besar adalah Brahma, Wisnu dan Siwa yang masing-masing memiliki tugas yang berbeda. Tidak jauh beda dengan Kristen yang memiliki Trinitas[11]
            Melihat kenyataan yang demikian, maka rahasia metafisikal harus dikemukakan secara tertutup dan terselubung kepada orang yang memiliki kecenderungan untuk bersikap materialistik.
            Kitab umat Islam, Al-Quran memandang bahwa semua manusia bisa diajar, tidak ada orang yang benar-benar bodoh walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa kecerdasan manusia itu bertingkat-tingkat. Maka dari itu, Al-Quran mengajarkan seluruh ajaran dengan khitob seluruh manusia, makhluk yang diyakini bisa menuju kesempurnaan, ayat semacam ini diawali dengan kalimat: “Hai manusia…”. Tapi, dibeberapa ayat memang dikhususkan untuk mereka yang sudah beriman seperti perintah untuk berpuasa Ramadhan, ayat-ayat yang dikhususkan untuk orang mukmin diawali dengan kalimat: “Hai orang-orang yang beriman…,” Hal ini logis sekali, mengingat orang atheis atau non muslim lainnya jika mereka dianjurkan untuk berpuasa, mereka akan menertawakan dan meremehkan anjuran itu, bagaimana mungkin mereka sudi untuk berpuasa, jika percaya pada Allah SWT saja tidak.
            Jika kita menghubungkan antara kemampuan manusia untuk mendapatkan pengetahuan spiritual yang berbeda-beda dengan ayat-ayat al-Quran, kita dapat mengambil intisari bahwa Al-Quran memang mengemukakan ajaran-ajarannya dengan dengan penyampaian yang sederhana yang sesuai untuk kebanyakan orang, dan ia berbicara dengan bahasa yang dapat dipahami oleh setiap tingkatan pemahaman manusia. Cara seperti ini menyebabkan pengetahuan-pengetahuan tinggi yang merupakan maksud sejati Al-Quran. [12]
           
2. KRONOLOGI TURUNNYA AL-QURAN

2.1.Al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur
            Al-Quran diturunkan dalam waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari yang dimulai dari malam 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi Muhammad SAW sampai 9 Dzulhijjah Haji Wada’ tahun 63 dari kelahiran beliau, tahun 10 H.[13]
Proses turunnya Al-Quran kepada Nab Muhammad SAW ini melalui tiga tahapan, yaitu:[14]
1.  Al-Quran turun secara sekaligus dari Allah ke Lauh Al-Mahfudz[15], yaitu suatu tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan kepastian Allah.[16]
2.  Al-Quran diturunkan dari Lauh Al-Mahfudz ke Bait Al-Izzah (tempat yang berada di langit dunia).[17]
3.  Al-Quran diturunkan dari Bait Al-Izzah ke dalam hati Nabi melalui malaikat Jibril dengan cara berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan. Adakalanya satu ayat, dua ayat, bahkan kadang-kadang satu surat.[18]
            Sering pula wahyu diturunkan untuk menjawab pertanyaan para sahabat yang dilontarkan kepada Nabi atau membenarkan tindakan Nabi SAW. Di samping itu, banyak pula ayat atau surat yang diturunkan tanpa melalui latar belakang pertanyaan atau kejadian tertentu.
            Diturunkannya Al-Quran secara berangsur-angsur mengandung hikmah dan faedah yang besar.[19] Antara lain:
a.   Memantapkan hati Nabi SAW.
Ketika menyempaikan dakwah, Nabi SAW kerapkali berhadapan dengan penentang. Karena itu, turunnya wahyu yang berangsur-angsur merupakan dorongan dan motivasi tersendiri bagi Nabi SAW untuk terus menyempaikan dakwah meskipun tantangan kaum kafir semakin menjadi-jadi.
b.  Menentang dan melemahkan para penentang Al-Quran
Nabi SAW sering berhadapan dengan pertanyaan sulit yang dilontarkan orang-orang musyrik dengan tujuan melemahkan Nabi. Oleh karena itu, turunnya wahyu yang berangsur-angsur tidak sebatas karena pertanyaan-pertanyaan itu, namun Al-Quran juga menantang mereka untuk membuat surat atau ayat yang serupa dengan Al-Quran. Ketika mereka tidak mampu untuk memenuhi tanyangan itu, maka ini merupakan salah satu mukjizat Al-Quran.
c.   Memudahkan untuk dihafal dan dipahami
Al-Quran pertama kali turun di tengah-tengah masyarakat Arab yang ummi, yakni yang tidak memiliki pengetahuan tentang bacaan dan tulisan. Maka, turunnya wahyu secara berangsur-angsur memudahkan mereka untuk memahami dan menghafalkannya.
d.  Mengikuti setiap kejadian (yang menyebabkan turunnya ayat-ayat Al-Quran) dan melakukan penahapan dalam penetapan syari’at.
e.   Membuktikan dengan pasti bahwa Al-Quran turun dari Allah Yang Maha Bijaksana.[20]
            Walaupun Al-Quran turun secara berangsur-angsur, secara keseluruhan tetap ada keserasian antara satu bagian yang satu dengan bagian yang lain. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh Allah SWT saja, jika manusia yang membuatnya, sudah dapat dipastikan hasilnya tidak akan sempurna dan banyak kekurangan, ketimpang-tindihan di sana-sini. Seperti yang terjadi pada kitab-kitab terdahulu sebelum Al-Quran, seperti Injil, Taurat serta kitab-kitab yang lain dari agama non samawi, seperti kitab Weda, Tripitaka.

2.1. Urgensi Asbab An-Nuzul[21] dan Kegunaannya
            Az-Zarqani dan As-Suyuti mensinyalir adanya kalangan yang berpendapat bahwa mengetahui Asbab An-Nuzul merupakan hal yang sia-sia dalam memahami Al-Quran. Mereka beranggapan bahwa mencoba memahami Al-Quran dengan meletakkannya dalam konteks histories itu sama saja denga membatasi pesan-pesannya pada ruang dan waktu tertentu. Namun, keberatan ini tidaklah mendasar karena tidak mungkin menguniversalkan pesan Al-Quran di luar masa dan tempat pewahyuan, kecuali melalui pemahaman yang semestinya terhadap makna Al-Quran dalam konteks kesejarahannya.
            Sementara itu, matoritas ulama sepakat bahwa konteks kesejarahan yang terakumulasi dalam riwayat-riwayat Asbab An-Nuzul merupakan satu hal yang signifikan untuk memahami pesan-pesan Al-Quran. Ibn Taimiyah meng-ungkapkan dalam hal ini bahwasannya Asbab An-Nuzul sangat menolong dalam menginterpretasikan Al-Quran.[22]
            Ibnu Daqiq Al-‘Ied sependapat dengannya, ia menyatakan bahwa penjelasan terhadap Asbab An-Nuzul merupakan metode yang kondusif untuk menginterpretasikan makna-makna Al-Quran.
            Al-Wahidi menyatakan kemustahilan untuk menginterpretasikan Al-Quran tanpa mempertimbangkan aspek kisah dan Asbab An-Nuzul.
            Urgensi pengetahuan Asbab An-Nuzul disetujuai oleh para ulama salaf maupun khalaf. Al-Quran adalah puncak dari sebuah gunung es, sembilan per sepuluh dari bagiannya terendam di bawah perairan sejarah, dan hanya sepersepuluhnya yang dapat dilihat, demikian ungkapan Fazlur Rahman, ia melanjutkan bahwa sebagian besar ayat Al-Quran sebenarnya mensyaratkan perlunya pemahaman terhadap situasi-situai historis khusus, yang memperoleh solusi, komentar, dan dan tanggapan dari Al-Quran.
            Maka, Az-Zarqany menguraikan tentang urgensi Asbab An-Nuzul dalam memahami Al-Quran. Menurutnya, Asbab An-Nuzul dapat membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidak pastian dalam menangkap pesan ayat-ayat Al-Quran, contohnya yang terjadi di surat Al-Baqarah ayat 115 yang menyatakan bahwa  timur dan barat adalah kepunyaan Allah, tanpa Asbab An-Nuzul orang bisa salah mengartikan ayat ini, bisa saja sebagian dari kalangan muslim berselisih pendapat, tanpa Asbab An-Nuzul ada yang mengartikan berarti shalat tidak harus menghadap ke kiblat lantaran semua arah adalah milik-Nya, padahal ayat ini menjelaskan tentang orang yang sedang dalam perjalanan dan berjihad untuk menentukan arah kiblat.
            Urgensi selanjutnya adalah untuk mengatasi keraguan yang diduga mengandung pengertian umum. Misalnya ada di surat Al-An’am ayat 145 :
            “Katakanlah, Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang ingin memakainya, kecuali kalau makanan itu berupa bangkai, darah yang mengalir, daging babi, karena semua itu kotor, atau binatang yang disembelih bukan atas nama Allah.”
            Ayat ini tidak bersifat umum, menurut As-Syafi’i, Asbab An-Nuzul dari ayat ini adalah dikarenakan orang kafir yang suka menghalalkan apa yang diharamkan dan sebaliknya, mengharamkan apa yang dihalalkan.
         Urgensi lainnya adalah untuk mengkhususkan hukum yang terkandung dalam Al-Quran bagi ulama yang berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang bersifat khusus, selain itu agar kita mengetahui identifikasi pelaku yang menyebabkan turunnya ayat Al-Quran, dan untuk memudahkan dalam upaya penghafalan dan pemahaman ayat, serta memantapkan wahyu ke dalam hati siapa yang mendengarnya.[23]

3. PENGUMPULAN AL-QURAN
            Para ulama memiliki dua konotasi memaknai pengumpulan Al-Quran secara terminologi, yaitu konotasi penghafalan Al-Quran dan konotasi penulisannya secara keseluruhan.

3.1. Proses penghafalan Al-Quran
            Kedatangan wahyu merupakan sesuatu yang dirindukan Nabi SAW. Oleh karena itu, ketika datang wahyu, Nabi langsung menghafal dan memahaminya. Maka, Nabi adalah orang pertama yang menghafal ayat-ayat Al-Quran. Tindakan Nabi adalah suri tauladan bagi para sahabatnya. Imam Al-Bukhari mencatat sekitar tujuh orang sahabat Nabi yang terkenal dengan hafalan Al-Qurannya, mereka adalah ‘Abdullah bin Mas’ud, Salim bin Mi’qal, Mu’adz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Zais bin As-Sakan, dan Abu Darda.[24]
            Namun penyebutan ketujuh sahabat ini jika dikaitkan dengan penghafalan Al-Quran terkesan tidak rasional dan tidak realistis. Mengingat selain ketujuh sabahat itu, tercatat pula sahabat-sahabat lain yang juga ikut menghafalkan Al-Quran pada zaman Nabi SAW. Bahkan, beberapa di antara mereka ada dari kalangan wanita yang juga tercatat sebagai penghafal AL-Quran, seperti Aisyah, Hafsah, Ummu Shalah, dan Ummu Waraqah.[25] Untuk menjawab persoalan in, Syahbah menjelaskan bahwa pembatasan ketujuh sahabat ini tidak secara otomatis menunjukan bahwa tidak ada sahabat lain yang tercatat sebagai penghafal Al-Quran. Khusus mengenai riwayat Anas, Syahbah menegaskan bahwa pembatasan itu tidak bersifat mutlak, kecuali bila Anas telah menjumpai setiap sahabat dan menanyakan perihal penghafalan Al-Qurannya, dan ini merupakan sesuatu yang tidak mungkin dilakukannya.[26]
           
3.2. Proses Penulisan AL-Quran
            Proses penulisan Al-Quran mengalami 2 tahapn, pertama, pada zaman Nabi Muhammad SAW. Kedua, pada masa Khulafa Ar-Rasyidin.

a. Pada Zaman Nabi SAW.
            Kerinduan Nabi SAW pada wahyu tidak hanya diekspresikan dalam bentuk hafalan, tetapi juga dalam bentuk tulisan. Nabi memiliki sekretaris pribadi yang memiliki tugas khusus mencatat wahyu, yaitu: Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali atau yang setelah kematian Nabi menjadi Khalifah sehingga mendapat sebutan Khulafa Ar-Rasyidin, selain mereka juga ada Abban bin Said, Khalid bin Al-Walid dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Proses penulisan pada zaman nabi tidak semodern zaman sekarang, belum ada pena, pensil, buku tulis, apalagi percetakan. Tetapi mereka menggunakan alat yang sangat sederhana dan berupa lontaran kayu, pelepah kurma, tulang-belulang dan batu.[27]
            Selain sekretaris Nabi, masih ada beberapa sahabat lain yang turut serta dalam kegiatan-tulis menulis Al-Quran. Ada beberapa faktor yang memotivasi penulisan Al-Qran pada masa Nabi SAW, antara lain sebagai berikut:[28]
1)  Membukukan hafalan yang telah dilakukan Nabi dan para sahabatnya.
2)  Mempresentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna. Hal ini karena hafalan para sahabat saja tidak cukup, terkadang mereka lupa atau sebagian dari mereka ada yang sudah wafat. Adapun tulisan akan tetap terpelihara, walaupun pada masa Nabi, penulisan Al-Quran tidaklah pada satu tempat.
            Uraian di atas menunjukan bahwa pada masa Nabi SAW, Al-Quran tidak ditulis pada satu tempat, melainkan pada tempat yang terpisah-pisah. Hal ini berdasarkan dua alasan berikut ini:[29]
1.  Proses penurunan Al-Quran masih berlanjut sehingga ada kemungkinan ayat yang turun diakhir untuk “menghapus” redaksi dan ketentuan hukum ayat yang sudah turun terdahulu. Penghapusan ini biasa disebut dengan Nash dan Mansuh.[30]
2.  Penyusunan ayat dan surat Al-Quran tidak bertolak dari kronologi turunnya, tetapi bertolak dari keserasian antara satu ayat dengan ayat lainnya atau satu surat dengan surat yang lain. Terkadang ayat atau surat yang turun terlebih dahulu.

b. Pada masa Khulafa’ Ar-Rasyidin
1)  Pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
            Pada dasarnya, seluruh ayat Al-Quran sudah ditulis pada masa Nabi SAW, hanya saja, surat dan ayatnya masih terpencar-pencar dan orang yang pertama kali menyusunnya dalam satu mushaf adalah Abu Bakar As-Sidiq. Abu ‘Abdillah Al-Muhasibi[31] berkata di dalam kitabnya ‘Fahm As-Sunan’, penulisan Al-Quran bukanlah sesuatu yang baru sebab Rasulullah SAW sendiri pernah memerintahkannya.
            Abu Bakarlah yang mempunyai inisiatif untuk menghimpun Al-Quran yang tadinya masih terpencar di pelepah kurma, batu halus, kulit, tulang unta, dan bantalan dari kayu. Usaha pengumpulan ini dilakukan Abu Bakar setelah terjadi perang Yamamah pada tahun 12 H, perang yang bertujuan untuk menumpas para murtadin pengikut Musailamah Al-Kadzab, orang yang mengaku sebagai rasul setelah Nabi Muhammad SAW. Perang ini telah meminta korban 70 syahid yang menghafal Al-Quran. Maka, sebab utama dari penghimpunan Al-Quran adalah karena kekhawatiran akan hilangnya para penghafal Al-Quran yang mengancam kelestarian Al-Quran. 
            Abu Bakar mengomandokan perintah penghimpunan Al-Quran pada Zaid bin Tsabit, tadinya ia menolak untuk menulisnya, menurutnya memindahkan gunung lebih mudah dari pada menghimpun Al-Quran. Hal ini sangat masuk akal karena Zaid sendiri merasa bahwa penghimpunan Al-Quran adalah sesuatu yang belum pernah terjadi pada zaman Rasulullah SAW, namun Abu Bakar telah berhasih meyakinkannya dengan mengungkapkan bahwa ini adalah sesuatu yang baik. Zaid bin Tsabit sangat hati-hati dalam masalah pengumpulan Al-Quran bahkan Abu Bakar menekankan agar setiap orang yang datang pada para penghimpun Quran harus menyertakan dua orang saksi.

2)  Pada masa Utsman bin Affan
            Utsman bin Affan melihat perlunya penetapan bentuk Al-Quran karena terjadi perbadaan serius di berbagai wilayah dalam masalah cara pembacaan Al-Quran yang terdapat dalam salinan Utsman bin Affan. Bahkan perbedaan cara membaca Al-Quran pada saat itu sudah berada di titik yang menyebabkan umat Islam saling menyalahkan, bahkan puncaknya adalah pengkafiran satu golongan pada golongan yang lain, jika masalah ini tidak segera diselesaikan maka tidak akan diketahui mana yang seharusnya diikuti dan ini akan berdampak buruk bagi perkembangan Al-Quran. Menurut penulis sendiri seandainya Utsman bin Affan tidak menyelesaikan persoalan yang sudah akut ini, dapat dipastikan umat yang datang setelahnya tidak akan percaya lagi pada keotentikan Al-Quran, bisa jadi nasib Al-Quran tidak akan jauh beda dengan Kitab-Kitab sebelumnya, naudzubillah min dzalik.
            Utsman bin Affan memutuskan agar Mushaf yang beredar harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu: (1) Terbukti mutawattir. (2) Mengabaikan ayat yang bacaannya dinash dan ayat tersebut tidak dibaca kembali di hadapan Nabi SAW pada saat-saat terakhir. (3) Kronologi surat dan ayatnya seperti yang telah ditetapkan. (4) Sistem penulisan yang digunakan mampu mencakup cara baca yang berbeda sesuai dengan lafadz Al-Quran ketika diturunkan. (5) Semua yang bukan termasuk Al-Quran dihilangkan.[32]
            Maka dapat kita ambil kesimpulan mengenai perbandingan motivasi Abu Bakar dan Utsman dalam masalah penulisan Al-Quran.
            Pada masa Abu Bakar, motivasi penulisannya karena adanya kekhawatiran sirnanya Al-Quran dengan syahidnya beberapa penghafal Al-Quran pada perang Yamamah, Abu Bakar melakukannya dengan mengumpulkan Al-Quran yang terpencar-pencar.
            Sedangkan Utsman bin Affan lebih karena terjadinya banyak perselisihan di dalam cara membaca Al-Quran, Utsman melakukannya dengan cara yang berbeda dari Abu Bakar, yaitu dengan menyederhanakan tulisan Mushaf pada huruf dari tujuh huruf yang dengannya Al-Quran turun.
           
3)  Penyempurnaan Al-Quran setelah masa Khadijah
            Mushaf yang ditulis atas perintah Utsman bin Affan tidak memiliki harakat dan tanda titik sehingga dapat dibaca dengan salah satu dari qiraat yang tujuh. Masalah mulai timbul ketika banyak non-Arab yang mulai memeluk Islam, mereka merasa kesulitan untuk membaca mushaf itu. Oleh karena itu, dimulailah penyempurnaan Al-Quran pada masa Khalifah ‘Abd Al-Malik (685-705). Ada dua tokoh dalam hal ini, yaitu Ubaidillah bin Ziyad dan Hajaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi. Ibn Ziyad diberitakan memerintahkan seorang Persia untuk meletakkan alif sebagai pengganti huruf yang dibuang, misalnya qalat tanpa alif menjadi dengan alif. Upaa penyempurnaan tidak berlangsung sekaligus, tetapi bertahap.
            Ada tiga nama yang disebut sebagai peletak tanda titik dalam Al-Quran, pertama adalah Abu Al-Aswad Ad-Du’ali, Yahya bin Ya’mar dan Nasr bin Ashim, sedangkan yang meletakkan hamzah, tasydid adalah Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi Al-Azdi.[33]
            Untuk penulisan Al-Quran, dipilihlah Khalid bin Abi Al-Hayyaj yang terkenal memiliki tulisan yang indah. Sedangkan percetakan Al-Quran dilakukan pertama kali di Bunduqiyyah pada tahun 1530 M, tetapi ketika dikeluarkan, pemerintah gereja memerintahkan untuk pemusnahan kitab suci agama Islam ini. Cetakan selanjutnya dilakukan oleh orang Jerman yang bernama Hinkelman pada tahun 1694 M di Hamburgh, ketiga oleh Maracci pada tahun 1698 M di Padoue. Sayangnya, tak satu pun dari ketiganya yang sampai pada umat Islam, selain itu perintis penerbitannya bukan dari kalangan muslim.
            Penerbitan Al-Quran dengan label Islam baru dimulai pada tahun 1787 M, yang menerbitkan adalah Maulaya Utsman Mushaf, cetakan ini lahir di Sain-Petersbourg, Rusia. Kemudian terbit cetakan di Kazan, lalu di Iran pada tahun 1248 H/1828 M di kota Teheran. Lima tahun kemudian yaitu tahun 1833, terbit lagi cetakan di Tabriz, setahun kemudian terbit kembali di Leipzig, Jerman.
            Raja Fu’ad dari Mesir telah membentuk panitia khusus untuk penerbitan Al-Quran di perempatan pertama abad XX. Panitia ini dimotori oleh Syekh Al-Azhar pada tahun pada tahun 1342 H/ 1923 M dan berhasil menerbitkan Mushaf Al-Quran dalam cetakan yang bagus, mushaf yang pertama terbit di negara Arab ini sesuai dengan riwayat Hafsh dan qiraat ‘Asim. Sejak itu, berjuta-juta Mushaf dicetak di Mesir dan di berbagai negara lainnya.[34]
            Berbicara mengenai masalah cetak-mencetak Al-Quran, ada satu kisah menarik tentang seorang pria yang bernama Nurhasan Akbar[35], yang telah lama berkecimpung di dunia percetakan Al-Quran. Ia memulai percetakan Al-Quran dari nol, ia memiliki bendera sendiri, yaitu: PT Qomari Prima Publiser. Ia memilih penerbitan Al-Quran karena ingin mewujudkan keinginan bunda dan kakeknya yang memiliki cita-cita untuk menerbitkan kitab suci Al-Quran. Kini, atas izin Allah ia mampu mencetak 30 juz dengan terjemah dua bahasa sekaligus, Indonesia dan Inggris. Ia mulai proses sejak 2003, awalnya ia mencetak Al-Quran dengan kertas yang paling murah, yaitu koran, kemudian seiring waktu berjalan ia mulai membuat variasi yang berbeda. Mengingat Al-Quran adalah kitab yang paling banyak dibaca dan paling banyak dibeli, tentu saja ia mendapatkan untung yang cukup besar.[36]

           
4. NAMA-NAMA SURAT DALAM AL-QURAN
           
            Surat berarti kumpulan dari beberapa ayat Al-Quran. Susunan ayat-ayat Al-Quran, batas-batas, nama-namanya ditetapkan menurut ketentuan yang diperintahkan langsung oleh Rasulullah SAW. Al-Quran yang terbagi menjadi beberapa surat bukanlah hasil karya manusia, tetapi ini murni dari Allah SWT, Sang Empunya. Dia menegaskan dalah firman-Nya:
            Sebuah surat yang telah Kami turunkan.”[37]
            Pemberian nama surat ini sesuai dengan tema yang dibicarakan di dalamnya, beberapa contohnya adalah: al-Baqarah yang di dalamnya menceritakan kisah tentang Bani Israil yang diperintahkan untuk menyembelih sapi betina, tetapi mereka berusaha membangkang dengan banyak bertanya sehingga menyulitkan diri mereka sendiri, hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah tersebut, Ali Imran yang menceritakan tentang keadaan keluarga Imran, an-Nahl yang menceritakan tentang manfaat lebah bagi manusia, juga surat an-Naml yang mengisahkan tentang semut yang mengajak rekannya untuk bersembunyi agar tidak diinjak oleh Sulaiman AS beserta pasukannya, sehingga membuat Nabi Sulaiman AS sendiri tersenyun karena Allah SWT menganugerahinya dapat memahami bahasa hewan, selain contoh yang telah disebutkan di atas, masih ada contoh-contoh lain yang tidak mungkin disebutkan disini karena jumlahnya sangat banyak dan setiap nama surat menunjukan isi dari surat itu sendiri.
            Selain itu ada beberapa surat yang menggunakan salah satu kata dari satu suratnya sendiri. Seperti surat Alam Nasyrah, Lam Yakun, Inna Anzalnahu dan lainnya. Sedangkan al-Fatihah memiliki lebih dari satu nama, yaitu: Fatihah al- Kitab, Ummul Kitab, as-Sab’ul Matsani. Al-Ikhlas memiliki nama lain Qul Huwallah, Nisabatur-Rabbi.[38]
            Nama-nama ini telah ada pada masa awal Islam berdasarkan kesaksian atsar dan sejarah. Bahkan nama-nama sebagian surat Al-Quran dalambeberapa hadist Nabi, seperti surat al-Baqarah, al-Waqi’ah, dan surat Hud. Maka nama-nama ini telah ada sejak turunnya, bukan ditulis oleh para sahabat ataupun tabi’ tabiin.
            Para sahabat membagi surat dalam Al-Quran menjadi empat bagian dengan nama dan istilahnya sendiri-sendiri, yaitu:
a.       Jumlah suratnya yang panjang-panjang, jumlah ayatnya lebih banyak dibandingkan dengan jumlah ayat pada surat-surat yang lainnya. Seperti surat al-Baqarah (2): 286 ayat, surat al-‘Araf (7): 206 ayat, surat Ali Imran (3): 200 ayat, surat an-Nisa’ (4): 176 ayat, al-An’am(6): 165, al-Maidah (5): 120 dan surat Yunus (10): 109 ayat.[39]
b.      Surat-surat yang berisi sekitar 100 ayat, seperti surat Hud (11): 123, Yusuf(12): 111, dan surat al-Mu’min (40): 85 ayat.[40]
c.       Surat-surat yang kurang dari seratus ayat, seperti surat Al-Anfal 98): 75 ayat, ar-Rum (12): 111 dan surat lainnya.[41]
d.                                             Surat-surat yang pendek atau yang ayatnya sedikit, seperti ad-Duha(93): 11 ayat, al-Ikhlas (112): 4 ayat, dan surat an-Nasr (110): 3 ayat.[42]
            Di dalam Al-Quran terdapat 29 surat yang dimulai dengan huruf hijaiyah. Misalnya Nun dan Qaf dan lain sebagainya. Huruf-huruf  hijaiyah  yang terdapat pada awal  surat dalam  Al-Qur’an adalah jaminan keutuhan Al-Qur’an . Tidak berlebih atau berkurang satu huruf pun dari kata-kata  yang digunakan dalam Al-Quran. Hal itu sesusai dengan  hukum tentang matematika  tentang kelipatan, yakni kesemuanya habis dibagi 19.                                                                                                                                                                                               
5.  AYAT-AYAT AL-QURAN

            Jumlah ayat Al-Quran keseluruhan telah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW, jadi setelah turun ayat terakhir yang telah menyatakan tentang kesempurnaan Islam, maka telah lengkaplah jumlah ayat yang ada.
            Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah keseluruhan ayat Al-Quran. Ada enam pendapat yang dikemukakan oleh ad-Dani: ada yang mengatakan jumlah ayat Al-Quran ada 6000, 6204, 6214, 6219, 6225, dan ada yang mengatakan jumlahnya ada 6236 ayat.[43]           
            Dua dari enam pendapat ini dikemukakan oleh ulama Madinah dan empat yang lainnya oleh ulama-ulama dari kota-kota yang dikirimi mushaf Utsman, yakni Makkah, Kufah, Basrah dan Suriah. Setiap orang yang menyandarkan pendapatnya kepada sebagian dari enam pendapat di atas menyandarkan pendapatnya kepada sebagian sahabat.
            Kemudian para ulama menganggap pendapat-pendapat itu sebagai riwayat-riwayat yang sanadnya berhenti kepada para sahabat (mauquf), lalu dinisbatkan kepada Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, mayoritas ulama menganggap jumlah dan pemisahan ayat-ayat itu sebagai tauqifi (ditentukan oleh Nabi sendiri).
            Ulama-ulama Madinah, seperti telah dikatakan tadi, mengemukakan dua pendapat. Pertama dikemukakan oleh Abu Ja’far Yazid bin al-Qa’qa dan Syaibah bin Nashah dan yang kedua oleh Ismail bin Ja’far bin Abi Katsir al-Anshari.
            Sedangkan jumlah yang dikemukakan oleh ulama Makkah adalah jumlah yang dikemukakan oleh Kisa’i, Hamzah dan Khalaf. Hamzah meriwayatkan jumlah itu dari Ibnu Abi Laila dari Abu Abdurrahman as-Sulami dari Abi Thalib. Jumlah yang dikemukakan oleh ulama Basrah adalah yang dikemukakan oleh ‘Ashim bin Al-‘Ajaj al-Jahdari. Sedangkan jumlah yang dikemukakan oleh Suriah adalah jumlah yang disebutkan oleh Ibnu Zakwan dan Hisyam bin Ammar. Jumlah itu dinisbatkan kepada Abu Darda.
            Perbedaan dari jumlah ayat ini bukanlah disebabkan oleh ketidak-sempurnaan Al-Quran, melainkan dikarenakan perbedaan pendapat tentang jumlah ayat dari tiap-tiap surat, huruf dan kata Al-Quran.         
            Ayat-ayat Al-Quran dibagi menjadi dua, yaitu Makkiyah dan Madaniyah. Ada beberapa ciri khusus untuk membandingkan antara keduanya, yang pertama adalah Makkiyah,  ciri khas yang pasti darinya adalah (1) Terdapat padanya ayat sajdah, jumlah ayat sajdah ada 16 (2) Tiap-tiap surat di dalamnya terdapat lafadz”Kalla” (3) Diawali dengan khitab (seruan) yang ditujukan kepada segenap umat manusia, yaitu menggunakan perkataan “Ya Bani Adam...” (4) Setiap surat yang berisi kisah-kisah para nabi dan umat-umat terdahulu kecuali surat al-Baqarah (5) Tiap-tiap surat dimuali dengan huruf hijaiyah, seperti pada surat al-Baqarah, Ali-Imran dan lainnya. Selain itu ada pula ciri lain yang bersifat umum dari Makkiyah, yaitu ayat dan surat-suratnya pendek, nada ucapannya keras dan agak bersajak, ayat-ayatnya juga mengandung seruan untuk beriman kepada Allah SWT, hari kiamat, mencela syirik, menggambarkan tentang syurga dan neraka, selain itu ayat Makkiyah juga mengajak manusia untuk berakhlak mulia dengan menggembirakan orang-orang yang berbuat kebajikan dan memberi peringatan kepada orang-orang yang melakukan kejahatan, ayat-ayatnya banyak terdapat lafadz sumpah.
            Sedangkan ayat-ayat Madaniyah, memiliki ciri khas yang pasti, yaitu: (1) Khitab (seruan) ditujukan hanya kepada orang-orang mukmin saja, tidak untuk seluruh manusia (2) Setiap surat mengandung perintah untuk berijtihad (perang) dan menjelaskan hukum-hukumnya (3) Setiap surat memuat penjelaskan secara terperinci tentang hukum-hukum pidana, faraid atau pembagian warisan, hukum perdata, kemasyarakatan dan kenegaraan. (4) Tiap-tiap surat yang menceritakan orang-orang munafik kecuali surat al-Ankabut (5)Setiap surat yang membantah kepercayaan, pendirian dan tata cara keagamaan ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) yang dipandang menyimpang dan mengajak mereka agar tidak berlebih-lebihan di dalam menjalankan agamanya. Misalnya surat al-Baqarah, Ali Imran, an-Nisa’, al-Maidah dan at-Taubah. Selain itu juga memiliki ciri umum, yaitu sebagian surat dan ayatnya panjang-panjang dan gaya bahasanya cukup jelas di dalam menerangkan hukum-hukum Allah, ayat Madaniyah juga menerangkan secara terperinci bukti-bukti dan dalil-dalil yang menunjukan hakikat kebenaran.  

6.      BAHASA ARAB, BAHASA AL-QURAN
           
            Jika membaca judul di atas, bisa jadi muncul sebuah pertanyaan: Mengapa Al-Quran harus berbahasa Arab, bukan bahasa Inggris, bahasa Indonesia atau bahasa Jepang? Padahal bahasa Arab sendiri notabenenya adalah bahasa yang menurut sebagian orang bahasa yang rumit.
            Utsman bin Jinni (932-1002 M) seorang pakar bahasa Arab, mengemukakan bahwa Allah SWT memilih bahasa Arab sebagai bahasa Al-Quran bukan sekedar asal pilih. Utsman menyebutkan beberapa falsafah mengagumkan dibalik bahasa Arab ini. Pertama, bahasa Arab adalah satu-satunya bahasa yang memiliki keunikan tersendiri, ini bisa dilihat dari asal kata bahasa Arab yang umumnya asal kata dalam bahasa ini terdiri dari 3 huruf yang mana jika ini berubah, akan berubah pula maknanya. Kedua, bahasa Arab memiliki tata bahasa yang sangat rasional dan seksama, bunyi untuk subyek dan obyek dibedakan, agar tidak terjadi kerancuan saat memahami suatu kalimat. Ketiga, bahasa Arab memiliki kekayaan yang bukan saja terlihat pada jenis kelamin kata atau pada bilangannya yaitu tunggal, dual dan jamak atau plural, tetapi juga pada kekayaan kosa-kata dan sinonimnya. Keempat, bahasa Arab memiliki i’rab[44] yang menjadi ciri khasnya. Kelima, bahasanini memiliki keunikan, satu kata bisa memiliki labih dari satu makna. Menurut ahli bahasa Arab, sejak dulu sampai sekarang, Al-Quran telah banyak memakai syair dan prosa serta mengambil perumpamaan-perumpamaan yang luar biasa. Al-Quran menyampaikan ayat-ayatnya dengan sangat menarik.[45]
            Maka, tidak ada gunanya jika menggali rahasia-rahasia di dalam Al-Quran tanpa tunduk dan yakin akan kebenaran ayatnya sendiri, karena ia diciptakan oleh Yang Maha Mencipta. Telah berkurun waktu lamanya, para ahli bahasa menyelidiki dan menggali Al-Quran dari sudut bahasa. Tetapi semakin lama mereka menelaah Al-Quran semakin sadar pula mereka akan kekurangan yang mereka miliki, kurangnya ilmu mereka dan pengakuan bahwa mereka masih butuh untuk belajar lebih banyak lagi. Dengan majunya peradaban dan semakin maju dan tingginya ilmu bahasa, manusia semakin takjub pula manusia akan bahasa yang digunakan Al-Quran.
            Padahal ketika ia diturunkan, bahasa Arab sudah sampai pada tingkat yang memadai, unsur-unsur yang dimilikinya pun juga cukup sempurna. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya tempat-tempat perkumpulan, seperti pasar-pasar, yang terbesar adalah ‘Ukadz, di sana mereka menjual-belikan syair-syair, karena mereka menghargai keindahan bahasa, mereka juga mengadakan perlombaan-perlombaan  yang berhubungan dengan bahasa.
            Bahasa Al-Quran adalah bahasa yang digunakan oleh orang Arab secara kesehariaannya, namun bukan berarti tidak ada bahasa selain Arab di dalamnya, karena Arab sendiri telah berhubungan dengan Persia atau bangsa lainnya pada saat itu, sehingga bahasa yang digunakan ada yang dari luar Arab, hal ini biasa disebut dengan ta’rib, tetapi bahasa itu sudah masuk dalam bahasa Arab, sehingga banyak yang menyangka bahwa bahasa itu adalah bahasa Arab.
            Abad demi abad, banyak ahli bahasa yang berusaha untuk membuat tandingan Al-Quran, namun sampai kini pun semuanya menyerah dan angkat tangan karena bahasa Al-Quran yang terlalu indah. Hal ini sudah dapat dipastikan terjadi sampai hari kiamat nanti.[46]
            Al-Quran memiliki lafadz, huruf, metode, dan susunan yang tidak biasa, melebihi yang lainnya. Sehingga ketika Nabi Muhammad SAW membacakan Al-Quran kepada Al-Mughirah, seakan-akan ia terlena mendengarkannya, padahal Al-Mughirah sendiri telah mengakui bahwa dirinya adalah orang yang pandai bersyair, kemampuannya melebihi orang-orang pada zamannya, tetapi ia menekankan bahwa apa yang diucapkan olah Muhammad SAW sangat bagus, merdu, enak didengar dan memesonakan siapa pun yang mendengarnya. Sayangnya ia menuduh ayat Al-Quran yang dibacakan Rasulullah SAW dengan sebutan sihir yang berpengaruh, pengaruhnya lain dari yang lain. Sehingga ia tidak masuk Islam. Padahal Al-Quran adalah kitab suci yang merupakan mukjizat yang memang di luar kemampuan manusia. Buka sihir sepert yang dituduhkan al-Mughirah.


6. ILMU Al-QURAN

          Ada beberapa ilmu yang mempelajari tentang Al-Quran sendiri, jadi Al-Quran dijadikan sebagai objeknya. Sejarah dari ilmu ini telah dimulai sejak Al-Quran diturunkan. Ilmu ini secara umum terbagi menjadi dua kelompok: (1) Ilmu yang membicarakan masalah pelafalan (2) Ilmu yang membeicarakan tentang makna-makna yang terkandung dalam Al-Quran. Yang pertama adalah ilmu tajwid dan qira-ah, yaitu:
  1. Ilmu tentang cara melfalkan huruf-huruf dan ketentuan khusus yang harus diberlakukan terhadap huruf-huruf itu ketika sendirian atau tersusun, seperti mendengung (idgham), mengganti (ibdal), hukum-hukum berhenti (waqf), panjang-pendeknya (mad) dan lain sebagainya.
  2. Ilmu tentang pemeliharaan  dan pengarahan  terhadap qira-ah tujuh dan tiga qira-ah lainnya serta qira-ah-qira-ah para sahabat, qira-ah yang tidak biasa (syadz)
  3. Ilmu tentang jumlah surat, ayat, kata dan huruf Al-Quran, dan ilmu tentang pembatasan jumlah semua surat, ayat, kata dan huruf Al-Quran.
  4. Ilmu tentang kekhususan aturan penulisan Al-Quran dan perbedaannya dengan bentuk tulisan yang Arab yang dikenal dan digunakan.

Sedangkan yang kedua adalah ilmu-ilmu yang mempelajari makna-maknanya, meliputi:
a.       Ilmu-ilmu yang membahas tentang makna-makna yang umum, seperti tanzil, takwil, makna lahir dan batin, muhkan dan mutasyabih, nash dan mansukh.
b.      Ilmu yang membahas tentang ayat-ayat hukum. Ilmu ini pada hakikatnya merupakan cabang dari pada ilmu fikih.
c.       Ilmu yang membahas tentang makna-makna Al-Quran atau biasa disebut dengan sebutan tafsir Al-Quran.[47]

Pembahasan awal mengenai tajwid dan qira-at, mempelajari kedua ilmu ini hukumnya fardhu kifayah, namun menggunakannya wajib hukumnya. Ilmu tajwid sangat diperlukan, tujuannya adalah agar umat Islam dapat membaca Al-Quran dengan baik dan benar. Karena orang yang salah dalam membaca AL-Quran bisa berakibat fatal, bisa jadi maknanya bisa berubah. Maka, hukumnya dosa apabila merubah makna dari AL-Quran, namun bagi mereka yang masih dangkal ilmu pengetahuan tentang tajwid dan qira-at mendapatkan rukhsah (kemudahan) lantaran ketidak tahuannya, tapi bukan berarti harus tinggal diam karena tidak tahu, yang seharusnya dilakukan adalah belajar dengan sungguh-sungguh, mendalami ilmu Al-Quran, kemudian mempraktekkan apa yang telah dipelajarinya dalam bacaannya sehari-hari. Keuntungan dari mempelajari tajwid dan qira-at tidak hanya pada kemampuan membaca AL-Quran dengan baik dan benar saja, namun kita juga menjadi lebih tahu tentang surat dan ayat dalam Al-Quran, selain itu juga tahu bagaimana cara penulisan ayat Al-Quran dengan benar.
            Tekad dan keinginan manusia untuk memahami Al-Quran  beserta kandungannya telah mengantarkan manusia untuk mempelajari Kitab Suci umat Muhammad SAW ini, terlebih lagi semakin gencar seorang muslim memahami Al-Quran, semakin dekat pula hubungannya secara vertikal dengan Allah Sang Pencipta, seolah muslim itu sendiri sedang membaca firman Allah SWT, sedang mendengarkan pesan, peringatan dan kabar langsung dari Allah SWT. Maka, tidaklah mengherankan jika akhirnya dimulailah babak pentafsiran Al-Quran guna menambah pemahaman terhadap isi Al-Quran. Maka, banyak sekali ulama-ulama yang telah memulai dalam upaya mempelajari tentang makna Al-Quran, baik dari segi tanzil, takwil, makna Al-Quran secara lahiriah dan batiniah, muhkan dan mutasyabih, serta nash dan mansuh.
            Tidak berhenti sampai di situ, dengan menggali makna Al-Quran, setiap orang jadi lebih tahu tentang hukum-hukum suatu ayat, kapan sesuatu menjadi haram, menjadi halal, mubah, makruh dan seterusnya. Semuanya telah ditulis dalam ayat-ayat Al-Quran dengan lengkap dan jelas. Bahkan jika pun ada suatu kejadian yang belum ada hukumnya, ulama yang sudah matang ilmu pengetahuannya tentang agama dapat melakukan ijtihad untuk mengambil suatu hukum, syaratnya tidaklah mudah, salah satunya harus paham dan mengerti kandungan dari isi Al-Quran itu sendiri. Maka, mengambil hukum harus berdasarkan Al-Quran.
            Salah satu ilmu Al-Quran adalah tafsir. Jika timbul satu pertanyaan, siapakah orang pertama yang  menafsirkan Al-Quran, maka jawabannya tidak lain adalah Rasulullah SAW sendiri, beliaulah yang pertama kali menerangkan, mengajarkan sekaligus menafsirkan Al-Quran, bahkan banyak sekali riwayat yang menyatakan bahwa akhlak Rasulullah SAW adalah Al-Quran. Beliau adalah rujukan tafsir dan tempat bertanya para sahabat ketika itu.
            Para sahabat sangat dekat dengan Rasulullah SAW, terutama Khulafa’ Ar-Rasyidin, Abdullah bin Mas’ud, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab, Zaid bi Tsabit, Abu Musa Al-Asy’ari, dan Abdullah bin Az-Zubair.  Karena kedekatannya itu, maka mereka pun mengetahui makna, maksud dan rahasia-rahasia yang terkandung dalam Al-Quran dari Rasulullah SAW. [48]
            Dari nama-nama yang tersebut inilah, kegiatan mulai berkembang, karena sepeninggal Rasulullah mereka menjadi guru para tabi’in, Sejumlah ahli tafsir pun bermunculan di sejumlah pusat-pusat pendidikan Islam, misalnya di Irak, Makkah dan Madinah.
            Di antara para ahli tafsir terkemuka, tersebutlah empat nama yang paling utama dan memiliki pengaruh yang cukup besar dalam kaitannya dengan ilmu tafsir yang mana karya kitabnya telah menjadi rujukan hingga saat ini. Mereka adalah: Muhammad bin Jarir Ath-Thabari (224-310), Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Qurtuby (wafat 671 H) Imanuddin Abul Fida’ Ismail bin Amr bin Katsir (wafat 774 H) dan Jalal Ad-Din Al-Mahali.[49]

Tafsir At-Thabari
            Tafsir ini berjumlah 12 jilid dan disebut-sebut sebagai tafsir tertua. Tafsir ini telah menjadi referensi utama bagi para mufassirin terutama penafsiran binnaqlli/birriwayah. Penjelasan Rasulullah, pendapat sahabat, dan tabi’in menjadi dasar utama penjabaran, kemudian At-Tabari mengupasnya secara detail disertai analisa yang tajam.
            Apabila dalam satu ayat, muncul dua pendapat atau lebih, maka akan disebutkan satu-persatu lengkap dengan dalil dan riwayat para sahabat dan tabiin yang mendukung masing-masing pendapat, untuk selanjutnya memilih mana yang lebih kuat dari sisi dalilnya. Di samping itu, juga dijabarkan harakat akhir mengambil hukum jika ayat-ayatnya berhubungan dengan hukum.


Tafsif Ibnu katsir
            Imam Asy-Syaukari ra, mengatakan bahwa tafsir Ibnu Katsir merupakan salah satu kitab tafsir terbaik, jika tidak bisa dikatakan sebagai yang terbaik. Sementara Imam As-Suyuthi ra menilai tafsirnya menakjubkan dan belum ada ulama yang menandinginya.
            Imanuddin Ismail bin Umar bin Katsir adalah alumnus akhir madrasah tafsir dengan atsar. Ulama ini juga tercatat sebagai salah satu murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ra (wafat tahun 774 H)
            Tafsir Al-Quran Ibnu Katsir terdiri dari 10 jilid. Penafsiran ayat-ayat Al-Quran dilakukan dengan sangat teliti yang menukil perkataan para Salaf As-Saleh. Ia menafsirkan ayat dengan ibarat jelas dan mudah dipahami, menerangkan ayat dengan ayat yang lainnya dan membandingkannya agar lebih jelas maknanya.
            Selain itu, disebutkan pula hadist-hadist yang berhubungan dengan sebuah ayat, serta penafsiran para sahabat dan tabi’in. Beliau juga sering memilih mana yang lebih kuat jika ada beberapa perbedaan pendapat juga mengomentari riwayat yang kuat dan yang lemah.

Tafsir Al-Qurtuby
            Tafsir ini terdiri dari 11 jilid lengkap dengan daftar isinya. Menurut beberapa ulama, keistimewaan dari kitab ini adalah membuang kisah dan sejarah, kemudian diganti dengan hukum serta pengambilan inti dari sebuah dalil, ayat yang dihapus dan penggantinya.
            Gaya penulisannya khas ulama fikih. Beliau banyak menukil tafsir dan hukum dari para ulama salaf dengan menyebutkan pendapatnya masing-masing. Pembahasan suatu permasalahan fikih pun dilakukan dengan sangat detail. Tak hanya itu Al-Qurtuby juga tidak segan untuk mengadakan riset mendalam untuk memperjelas kata-kata yang dianggap sulit.

Tafsir Al-Jalalain
            Merupakan kitab tafsir klasik dari ulama Sunni terkenal. Pertama kali disusun oleh Imam Jala ad-Din al-Mahali (tahun 1459), kemudian disempurnakan oleh muridnya, Jalal ad-Din As-Suyuti (Tahun 1505)
            Tarsir ini memiliki metode penjelasan yang singkat, merujuk kepada pendapat paling kuat, pemaparan i’rab yang dipandang perlu, dan penjelasan singkat terhadap segi qiraat yang diperselisihkan.
            Sulaeman bin Umar al-Al-Ajiliy al-Syafi’I yang lebih popular dengan sebutan al-Jamal (wafat tahun 1204 H) pernah memberi komentar terhadap tafsir Al-Jalalain. Dalam Mukaddimahnay, al-Jamal menyebutkan bahwa yang ia lakukan terhadap al-Jalalain adalah memperjelas pelik-pelik penafsiran yang masih samarak dengan merujuk beragam kitab tafsir dan pemikiran rasional.[50]
            Demikianlah adanya Al-Quran, ia memaksa siapapun yang mengimaninya untuk selalu menelaah isinya, ulama-ulama yang disebutkan namanya di atas menulis kitab-kitab tafsir, murni untuk memperjelas isi Al-Quran, mereka tidak hendak meraup keuntungan dari hasil penulisannya dalam bentuk materi. Karena, bagi para ulama yang tinggi ilmunya, kemudian tidak menyombongkan ilmu yang dimilikinya dan semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka kehidupannya akan tertuju untuk tujuan yang lebih abadi, yaitu alam akhirat. Sehingga kehidupan dunia menjadi tidak penting lagi.

7. ILMU-ILMU YANG DILAHIRKAN AL-QURAN

            Ada beberapa ilmu yang benar-benar baru dilahirkan oleh Al-Quran, maksud dari dilahirkan di sini  adalah ilmu-ilmu ini belum pernah ada sebelumnya, belum pernah ada sebelum Al-Quran diturunkan, kelahirannya juga lebih dikarenakan keinginan manusia untuk memahami Al-Quran secara mendalam. Beberapa ilmu itu adalah: Ilmu-ilmu kesusastraan, meliputi Sharf, Nahwu, Ma’ani, Badi’, Bayan, Fiqhu al-Lughah, dan lain sebagainya.
            Ilmu-ilmu yang dilahirkan Al-Quran ini memang banyak yang belum familiar di kalangan umat Islam sendiri, terutama bagi mereka yang bersekolah di sekolah umum, yang bercampur antar umat bergama dan kurang menekankan pentingnya pendidikan agama. Berbeda dengan pesantren atau sekolah-sekolah Islam baik yang negeri maupun swasta. Porsi pelajaran-pelajaran ini cukup banyak, sehingga para peserta didiknya lebih mengenal tentang ilmu-ilmu yang telah disebutkan di atas.
            Namun tidak menutup kemungkinan jika yang bersekolah di sekolah umum juga dapat menguasai ilmu ini, karena ilmu ini juga bisa didapatkan dengan cara otodidak, berguru pada buku misalnya.
            Ada nilai plus bagi umat Islam yang paham ilmu-ilmu yang dilahirkan Al-Quran, mereka cenderung lebih bisa menyingkap rahasia Al-Quran pada tiap-tiap hurufnya dikarenakan kedalaman ilmunya. Karena ilmu-ilmu ini adalah inti dari keindahan Al-Quran yang ditulis oleh orang-orang yang mencintai Al-Quran dengan segenap jiwa dan raganya dan mendalami Al-Quran sampai seluk- beluknya.
            Muslim yang paham ilmu Al-Quran juga lebih bisa menghayati setiap huruf Al-Quran karena ia juga mampu untuk menerjemahkannya, sehingga lebih mudah untuk mengamalkan perintah-perintahnya.

8. KESIMPULAN

            Al-Quran memang memiliki sejarah panjang, karena Al-Quran diturunkan ke bumi tidak dalam bentuk kitab suci, tetapi ia melalui proses yang panjang, secara berangsur-angsur. Telah diketahui bersama betapa telitinya para sahabat zaman dahulu, sehingga tidak ditemukan kesalahan secuil pun. Kitab suci ini tidak akan selamat dari kesalahan jika saja Allah SWT tidak menjaganya.
            Mengenai asal kata Al-Quran yang diperselisihkan itu pun sebenarnya bukan suatu masalah yang besar. Setiap ulama yang mengeluarkan pendapatnya tidak asal berpendapat, tetapi mereka juga memakai dasar bukti yang dapat dipertanggungjawabkan. Walaupun ada sebagian ulama yang mengatakan asal katanya  Qa-ra-a (membaca) ada pula yang mengatakan al-qar-u (menghimpun), itu bukanlah satu masalah yang perlu diperdebatkan panjang lebar, karena menurut penulis sendiri keduanya dapat disatukan menjadi satu bacaan yang terhimpun. Jika ditinjau kembali dari sejarahnya, Al-Quran memang untuk dibaca, selain itu Al-Quran juga himpunan dari beberapa surat yang kemudian dapat dipecahkan lagi menjadi ayat-ayat.
            Nampaknya, bagi mereka yang masih meragukan keaslian Al-Quran harus malu, terlebih lagi setelah diungkapkan tentang kejelian, ketelitian dan ketakutan para sahabat untuk merubah suatu sunnah, bahkan mereka pun tadinya sangat takut untuk membukukan Al-Quran. Tapi karena keyakinan yang diberikan Allah SWT serta peninjauan dari segi positif dan negatifnya, ternyata segi positif dari dibukukannya Al-Quran lebih banyak. Jadi dimulailah penulisan Al-Quran ini dalam bentuk buku agar memudahkan manusia yang datang sesudah mereka dalam mempelajarinya.
            Al-Quran memang mukjizat yang luar biasa yang diturunkan pada Nabi Muhammad SAW, penutup para nabi. Pada bab selanjutnya nanti akan disingkapkan rahasia tentang kemukjizatan Al-Quran yang membuatnya berbeda dari kitab-kitab yang lainnya, baik itu kitab samawi[51]sebelum Al-Quran maupun kitab wadi’i.[52]







BAB II

MUKJIZAT AL-QURAN


1. PENGERTIAN MUKJIZAT

S
ecara etimologis, kata mukjizat adalah bentuk muannats dari kata mu’jiz. Ia berasal dari kata yang berarti tidak mampu, tidak dapat, tidak kuasa, melemahkan, mengalahkan lawan atau musuh. Kata ini juga merupakan lawan dari kata al-qudrah yang berarti sanggup, mampu atau kuasa. Jadi al-‘ajzu berarti tidak kuasa.
            Istilah mu’jiz atau mukjizat bisa diartikan dengan al-a’jib, maksudnya sesuatu yang ajaib atau menakjubkan karena orang lain atau pihak yang lain tidak ada yang sanggup menandinginya atau menyamai sesuatu itu. Hal semacam ini dalam bahasa Arab sering juga disebut dengan amr khoriq lil’adah, yaitu sesutau yang menyalahi tradisi atau sesuatu yang lain dari biasanya. Dengan semikian, secara kebahasaan mukjizat bisa diartikan sesuatu yang luar biasa yang terdapat pada seseorang yang tidak mampu dibuat atau dilakukanoleh orang selain dia.
            Jadi, mukjizat adalah segala hal yang luar biasa yang dikaruniakan Allah SWT kepada rasul-rasul, sebagai pertolongan Allah SWT kepada mereka untuk membuktikan kebenaran pengakuan mereka sebagai utusan Allah, di mana orang lain tidak mampu melakukannya atau menandinginya. Atas dasar ini, maka mukjizat Al-Quran bisa diartikan sebagai sesuatu yang luar biasa yang dikandung AL-Quran sebagai bukti akan kerasulan Muhammad SAW yang tidak mungkin mampu dibuat oleh selain Allah SWT.[53]
            Ada beberapa unsur yang terdapat dalam mukjizat, Quraish Shihab menjabarkannya dengan penjabaran sebagai berikut:[54]
a)      Hal-hal yang luar biasa, peristiwa alam yang terlihat sehari-hari, semenakjubkan apa pun tidak bisa disebut sebagai mukjizat, karena hal itu tidak termasuk luar biasa. Namun luar biasa di sini adalah yang berada di luar jangkauan sebab dan akibat.
b)      Terjadi oleh seseorang yang mengaku nabi, beberapa orang memang mendapatkan kelebihan yang mungkin tidak dimiliki manusia lain, kelebihan ini biasanya diberikan oleh Allah SWT pada manusia-manusia yang dicintai-Nya dan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, tetapi mereka bukanlah orang-orang yang mengaku sebagai nabi. Hal ini disebut sebagi karamah,  tetapi keluarbiasaan ini juga bisa terjadi pada mereka  yang durhaka kepada Allah SWT, dinamakan dengan ihanah atau penghinaan agar ia lebih terangsang untuk lebih durhaka lagi, bisa jadi ini pula yang menyebabkan orang-orang musyrik mampu mengadakan suatu sihir, padahal mereka telah menyekutukan Allah dengan membuat tandinga, meminta pertolongan pada setan.
c)      Mengandung tentangan terhadap yang meragukan kenabian, hal ini dikarenakan orang yang mempunyai mukjizat itu untuk pertolongannya sebagai nabi untuk menghadapi para pembangkang, bukan sebelum ia menjadi nabi atau pun sesudahnya, selain itu tantangan tersebut harus sejalan dengan ucapan yang diungkapkan oleh nabi itu sendiri.
d)     Tantangan tersebut tidak mampu ditandingi, maka mukjizat itu sesuai dengan kemampuan umatnya, sebagaimana Al-Quran yang turun pada umat yang telah mengenal baca tulis dan mengagungkan kepawaian dalam sastra dan kebanggaan  dalam kepandaiaan akal.
            Al-Quran sebagai mukjizat nabi Muhammad SAWuntuk membuktikan bahwasannya di adalah nabi dan rasul Allah dan Al-Quran adalah firman Allah SWT bukan ucapan atau ciptaan nabi Muhammad sendiri. Setiap Rasul diberi mukjizat oleh Allah sebagai senjata untuk menunjang suksesnya misi yang dibawanya. Al-Quran merupakan mukjizat yang terbesar yang pernah diberikan oleh Allah kepada seluruh nabi. Sebab mukjizat Al-Quran berlaku sepanjang masa dan untuk seluruh umat manusia. Sedangkan untuk nabi dan rasul sebelum Muhammad SAW hanya berlaku pada masa tertentu dan tidak dipakai sepanjang masa.
            Untuk meyakinkan manusia, para nabi dan rasul diberi bukti-bukti yang pasti dan terjangkau. Bukti-bukti tersebut merupakan hal-hal tertentu yang tidak mungkin dapat dilakukan oleh manusia biasa (bukan pilihan Allah SWT). Bukti-bukti tersebut dalam bahasa agama disebut sebagai mukjizat.
            Para nabi dan rasul yang terdahulu memiliki mukjizat-mukjizat yang bersifat temporal, lokal, dan material. Hal ini disebabkan oleh misi mereka yang terbatas pada daerah tertentu dan waktu tertentu pula. Ini jelas berbeda dengan misi Muhammad SAW. Beliau diutus untuk seluruh manusia, di mana pun dan kapan pun hingga datangnya hari yang telah ditentukan datangnya. Bukti yang ada di dalam Al-Quran bersifat universal, kekal dan dapat dipikirkan serta dibuktikan kebenarannya oleh akal manusia. Dan di sinilah terletak fungsi Al-Quran sebagai mukjizat.
            Ada pula yang menyebut Al-Quran sebagai kesimpulan padat yang merupakan rumus-rumus, baik rumus yang dapat dipahami maupun yang tidak dapat dipahami, karena hanya mereka yang mau berpikir yang dapat memahaminya, sedangkan mereka yang enggan memikirkan tentang ayat-ayat Al-Quran akan sangat sukar untuk memahami isi kandungan di dalamnya.
            Kandungan Al-Quran memuat hukum, fakta dan prinsip terutama permasalahan yang dihadapi oleh umat manusia di dunia ini. Al-Quran merefleksikan kenyataan serta ilmu pengetahuan yang absolut. Ia juga memuat ajaran-ajaran dan pedoman serta bimbingan untuk manusia, baik kehidupan dunia maupun akhirat dalam rangka mencapai kesejahteraannya di kedua tempat ini.  Fakta dan kejadian di alam ini juga termuat di dalamnya.[55]
            Kemukjizatan Al-Quran dapat dilihat dari berbagai segi, bagaimana bisa sebuah kitab menceritakan tentang masa depan yang benar-benar terjadi, ini tidak mungkin terjadi kecuali jika Al-Quran itu dari Allah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu.
            Tiada bacaan yang diperlakukan layaknya manusia memperlakukan Al-Quran, ia dipelajari bukan hanya dari susunan redaksinya, namun juga pemilihan kosa katanya, kandungannya yang tersurat dan tersirat bahkan sampai kesan yang ditimbulkannya. Al-Quran layaknya sebuah permata yang memancarkan cahaya yang berbeda-beda, tergantung bagaimana orang yang melihatnya.
            Jumlah kosa kata dalam Al-Quran sebanyak 77. 439, sedangkan hurufnya 3.323.015 huruf yang seimbang dengan jumlah katanya, baik antara kata satu dengan persamaannya, maupun lawan katanya serta dampaknya.
            Sebagai contoh kata hayat jumlahnya sama dengan kata maut, yakni 145 kali. Kata akhirat jumlahnya sama dengan kata dunia, yakni 115 kali. Malaikat dan setan sebanyak 88 kali. Tumakninah dan kecemasan berjumlah 13. Panas dan dingin sebanyak 4 kali. Kata infak terulang sebanyak kata yang menunjuk dampaknya yaitu masing-masing 73 kali, kikir dampaknya penyesalan, masing-masing sebanyak 12 kali, zakat sebanyak 73 kali, kata yaum terulang 365 kali, sedangkan kata sahr sebanyak 12 kali.
            Subhanallah, hal ini benar-benar menakjubkan, terlebih lagi jika mengamati dua kata terakhir. Kata yaum yang berarti hari menunjuk pada 365, ini sangat sesuai dengan sains yang menyatakan bahwa satu tahun berjumlah 365 hari. Demikian halnya dengan kata sahr yang berarti bulan. Setiap orang yang tinggal di planet bumi ini sudah-sama tahu bahwa satu tahun benar-benar dua belas bulan.
            Ada seorang orientalis yang bernama HAR. Gibb pernah menulis bahwa tidak ada seorang pun yang demikian mampu dan berani, melebihi Muhammad yang bacaannya mampu menggetarkan jiwa manusia. Demikianlah keindahan bahasa  Al-Quran, ketelitian dan keseimbangannya, dengan kedalaman makna, kekayaan dan kebenarannya, serta kemudahan pemahaman dan kehebatan yang ditimbulkannya.[56]   
2. MACAM-MACAM MUKJIZAT
            Mukjizat dibagi menjadi dua macam, yaitu: (1) Mukjizat yang bersifat material indrawi yang tidak kekal. (2) Mukjizat imaterial, logis, dan dapat dibuktikan sepanjang masa.[57] Mukjizat nabi-nabi terdahulu merupakan jenis pertama, misalnya tongkat Nabi Musa AS yang bisa berubah menjadi ular dan mampu memakan ular-ular kecil milik tukang sihir Fir’aun, Nabi Isa AS yang mampu berbicara saat bayi, mampu menyembuhkan orang sakit, perahu Nabi Nuh AS yang mampu menahan ombak dan gelombang yang kuat, tidak terbakarnya Nabi Ibrahim AS dalam kobaran api yang sangat besar dan mukjizat-mukjizat lainnya yang kesemuanya bersifat luar biasa dan dapat disaksikan oleh alat indra tempat mereka menyampaikan risalahnya.
            Mukjizat-mukjizat yang telah disebutkan di atas tidak akan terjadi bila Allah SWT tidak mengizinkannya. Perlu dijelaskan di sini bahwa mukjizat tidak sama dengan sihir, walaupun keduanya tampak hebat dan luar biasa di depan mata manusia. Namun ada perbedaan di sini, sihir itu dibantu oleh setan, tapi jika Allah tidak menghendaki ahli sihir itu untuk berhasil, maka tidak akan berhasil. Segala sesuatu hanya akan terjadi dengan izin Allah SWT.
            Selain mukjizat para nabi terdahulu yang sudah tidak dapat dilihat oleh orang-orang masa kini dan tidak mungkin diketahui orang jika tidak diceritakan  di dalam Al-Quran, harus dijelaskan pula mukjizat yang kedua, mukjizat imaterial yang sifatnya sedikit berbeda dengan mukjizat material. Mukjizat ini dapat diterima oleh akal, ia tidak dibatasi oleh suatu tempat dan masa tertentu. Mukjizat itu adalah Al-Quran yang dapat dijangkau manusia di mana pun dan kapan pun, syaratnya mereka harus menggunakan akal yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT.
            Perbedaan ini berdasarkan dua hal, yaitu: a) Para nabi terdahulu ditugaskan untuk masyarakat pada masa dan tempat tertentu. Karena itu, mukjizat mereka hanya berlaku untuk masyarakat tertentu saja, tidak untuk masyarakat sesudah mereka. Sedangkan Nabi Muhammad SAW sudah diketahui bahwa beliau diutus untuk seluruh umat di jagat raya ini sebagaimana banyaknya ayat Al-Quran yang menggunakan lafadz, “Hai manusia…”. b) Manusia mengalami perkembangan dalam pemikirannya. Umat Nabi Muhammad SAW membuktikan suatu bukti yang sesuai dengan tingkat pemikiran mereka yang semakin maju. Bukti tersebut harus sangat jelas dan langsung terjangkau oleh akal manusia.[58] Jika saja manusia zaman modern ini, yang selalu mendewakan akalnya, segala sesuatu dituntut untuk rasional dan dapat dibuktikan dengan analisa-analisa yang mendukungnya, kemudian didatangkan pada mereka mukjizat yang sifatnya luar biasa dan terkadang tidak masuk akal, manusia bisa terbang misalnya. Niscaya manusia-manusia masa kini akan menertawakan dan menyangka itu hanyalah sebuah tipuan belaka. Hal ini tentu saja berbeda dengan umat Nabi Musa AS, di mana keadaan umat saat itu dikelilingi sihir dan kehidupan mistik di bawah naungan Fir’aunisme. Bahkan Fir’aun sendiri mengambil puluhan ahli sihir untuk tangan kanannya yang mungkin saat ini derajatnya sama seperti para menteri. Maka, masuk akal saja jika Allah SWT mengutus Nabi Musa AS dengan mukjizat sebuah tongkat untuk mengalahkan sihir antek-antek Fir’aun.
           
3. SEGI-SEGI KEMUKJIZATAN AL-QURAN

Bagi umat Islam, Al-Quran merupakan mukjizat terbesar yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, sang penyampai risalah Islam kepada manusia. Sebagai sebuah mukjizat, Al-Quran di antaranya berisi tentang berbagai hal yang terkait dengan tanda keilmuan (scientific sign) yang kadang dinilai telah ‘mendahului’ teori keilmuan yang muncul kemudian. Hal itu dinilai umat Islam sebagai salah satu aspek dari kemukjizatan Al-Quran, di samping aspek lain seperti bahasa yang digunakan dan petunjuk yang dimuatnya.
Bukti kebenaran tersebut dikemukakan dalam bentuk tantangan yang sifatnya bertahap. Pertama, menantang siapa pun yang meragukannya untuk menyusun semacam Al-Quran secara keseluruhan.
“Maka, cobalah mereka membuat yang semisal dengannya (Al-Quran) jika mereka orang-orang yang benar.”
Kedua, menantang mereka untuk menyusun sepuluh surah semacam Al-Quran. Sedangkan seluruh Al-Quran berisi 114 surat.
“Bahkan mereka mengatakan,”Dia (Muhammad) telah membuat-buat Al-Quran itu.” Katakanlah, (kalau demikian), datangkanlah sepuluh surat semisal dengannya (Al-Quran) yang dibuat-buat, dan ajaklah siapa saja di antara kamu yang sanggup selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”
Ketiga, menantang mereka untuk satu surat saja semisal Al-Quran.
“Apakah pantas mereka mengatakan dia (Muhammad) yang telah membuat-buatnya? Katakanlah,”Buatlah sebuah surat yang semisal dengan surat (Al-Quran) dan ajaklah siapa saja di antara kamu yang mampu (membuatnya) selain Allah, jika kamu benar-benar orang yang benar.
Keempat, menantang mereka untuk menyusun sesuatu seperti atau lebih kurang dari surat Al-Quran.
“Dan jika kamu meragukan (Al-Quran) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surat semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”
Katakanlah, “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) Al-Quran ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain.”
Ayat-ayat yang telah disebutkan di atas merupakan tantangan Allah yang termaktub dalam Al-Quran yang ditujukan pada mereka yang masih meragukan kebenaran Al-Quran dan kebenaran rasul-Nya Muhammad SAW. Mereka dipersilahkan untuk membuat sebuah surat yang bisa menandingi kehebatan dan kemukjizatan Al-Quran tentang keindahan bahasanya serta kepadatan isinya. Serta ketinggian ilmu yang terdapat di dalamnya. Ayat-ayat di dalamnya sangat sesuai dengan fakta dan sejarah, misalnya kisah tentang fir’aun yang ada di surat Yunus, sampai sekarang dapat dibuktikan kebenaran kisah tenggelamnya Fir’aun itu dengan tubuhnya yang masih dapat dilihat sampai saat ini. Padahal kejadiaanya pada tahun 1200 SM, tidak seorang pun yang melihatnya pada zaman nabi Muhammad SAW. Namun pada tahun 1896 M, seorang ahli purbakala yang bernama Loret telah menemukan satu mumi raja Fir’aun yang bernama Manifath yang hidup pada zaman nabi Musa AS.
Maka, melihat uraian di atas paling tidak dapat diambil 3 aspek dalam Al-Quran yang dapat menjadi bukti kebenaran nabi Muhammad SAW. Sekaligus menjadi bukti bahwa seluruh informasi atau petunjuk yang disampaikannya adalah benar bersumber dari Allah SWT. Ketiga aspek itu adalah: (1) Aspek keindahan dan ketelitian redaksinya. ini terbukti pada saat para nabi palsu mencoba untuk membuat padanan ayat Al-Quran, maka terlihat sekali bahwa apa yang ditulis tersebut merupakan ayat palsu. (2) Aspek pemberitaan-pemberitaan ghaibnya, serta tentang kisah-kisah terdahulu, contohnya adalah kisah Fir’aun seperti yang telah disebutkan di atas. (3) Aspek isyarat-isyarat ilmiahnya. Banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan di dalam Al-Quran. Hal ini akan dijelaskan secara mendetail pada bab berikutnya.
Kesemua aspek ini tidak dimaksudkan kecuali menjadi bukti bahwa petunjuk-petunjuk yang disampaikan Al-Quran adalah benar. Sehingga manusia menjadi yakin serta tulus dalam mengamalkan petunjuk-petunjuk-Nya. Perbandingan Al-Quran dengan kitab suci umat agama lain adalah: (a) Al-Quran tidak melupakan apa yang telah terjadi pada zaman dahulu[59](b) Isi Al-Quran tidak ada yang bertentangan karena berasal dari Allah.[60] (c) Penjelasan dan perumpamaan seumpama Al-Quran diturunkan pada sebuah gunung, niscaya gunung tunduk terbelah lantaran takut.[61] (d) Al-Quran kitab yang mengguncangkan dunia.[62] 
Nabi Muhammad dianugerahi Allah SWT dengan beberapa mukjizat, yaitu: dapat membelah bulan, awan yang menaunginya, dan yang lainnya. Namun, mukjizat terbesar yang dianugerahkan Allah padanya adalah Al-Quran, Al-Quran adalah sumber intelektualitas dan spiritualitas dalam Islam. Ia merupakan pijakan bukan hanya bagi agama dan pengetahuan spiritual, melainkan juga bagi semua jenis pengetahuan. Manusia mempunyai fakultas pendengaran, pengelihatan, dan hati sebagai alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, pengelihatan, dan hati agar kamu bersyukur.”[63]
Melalui ketiga fakultas ini, manusia memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber, meskipun demikian, sumber dari segala sumber pengetahuan hanyalah Allah SWT Yang Maha Mengetahui dan Pemberi pengetahuan bagi hamba-Nya. Ilmu pengetahuan yang sering kita sebut dengan sains, seharusnya bertujuan untuk jalan kebaikan dan kebahagiaan, tapi tidak jarang yang memanfaatkannya untuk jalan kejahatan. perampok, pembunuh, pengebom, koruptor, dan berbagai profesi jahat serta penyebab kerusakan lainnya. Mereka bukanlah orang-orang yang bodoh, mereka memiliki ilmu pengetahuan, mereka juga tidak mungkin dapat melakukan kejahatan itu jika mereka termasuk orang idiot atau ber-IQ rendah. Selain itu, tanpa izin-Nya mereka juga tidak mukgkin berhasil dalam upaya kejahatan mereka itu.
Oleh karena sains bisa diarahkan ke arah kejahatan atau pun ke arah kebaikan sesuai dengan penggunanya, maka manusia membutuhkan petunjuk, pedoman yang bisa mengarahkan manusia ke jalan kebaikan dan kebahagiaan.
Allah SWT telah memberikan sumber pengetahuan sesuai dengan kebutuhan hamba-Nya dan sesuai dengan zamannya. Dia mengirimkan petunjuk-Nya melalui kitab suci yang diturunkannya melalui rasul-Nya. Kitab-kitab suci itu adalah: Zabur yang diturunkan pada Nabi Daud AS, kemudian Taurat yang diturunkan pada Nabi Musa AS, lalu Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa AS, ketiga kitab suci ini sesuai dengan zamannya dan umat yang ada pada zaman itu. Sedangkan kitab suci yang terakhir adalah kitab suci yang diturunkan kepada penutup para Nabi, ia adalah Muhammad SAW.
Maka dari itu, salah satu sumber ilmu pengetahuan adalah Al-Quran. Meskipun Al-Quran bukanlah kitab sains, Al-Quran berfungsi sebagai petunjuk kepada umat manusia secara keseluruhan.[64]
Fungsi ilmu penetahuan ini juga berlaku bagi konstruksi ilmu pengetahuan dengan memberi petunjuk tentang prinsip-prinsip sains yang selalu dikaitkan dengan pengetahuan metafisik dan spiritual. Ini berarti dalam epistemologi Islam, wahyu dan sunnah dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi bagi bangunan sains. Jelas hal ini bertentangan dengan sains modern yang pada awal kelahirannya dengan terang-terangan memproklamasikan perlawanan terhadap doktrin religius gereja, dan wahyu tidak mendapat tempat dalam bangunan sains.[65]
Logika bukanlah ciri khas sains modern. Jauh sebelumnya, para ilmuwan dan filsuf muslim senantiasa menggunakan logika dan memandangnya sebagai suatu bentuk hikmah, bentuk pengetahuan yang sangat diagungkan Al-Quran. Di dalam penggunaan logika di kalangan sarjana muslim, terdapat burhan, istilah yang menunjukan metode ilmiah demonstrasi atau bukti demostratif. Al-Ghazali menyatakan bahwa istilah mizan yang biasa diterjemahkan sebagai timbangan, merujuk pada beberapa hal, salah satunya adalah logika. Artinya logika adalah timbangan yang dengannya manusia menimbang ide-ide dan pendapat-pendapat untuk sampai pada penilaian yang benar.

4. KESIMPULAN
           
            Al-Quran merupakan mukjizat terbesar sepanjang zaman, tidak ada peselisihan antara Al-Quran dengan sains modern. Al-Quran akan selalu up date sepanjang zaman hingga datangnya hari yang telah ditentukan. Ia akan selalu menaungi pembacanya. Menjadi payung di padang makhsyar bagi umat Islam yang meyakini kebenaran ayatnya tanpa keraguan sedikit pun.
            Segi dan macam Al-Quran telah dibahas sebelumnya, sehingga tidak perlu diragukan lagi tentang kemukjizatannya. Allah SWT telah memberi petunjuk bagi seluruh manusia di alam ini tanpa terkecuali. Sayangnya, banyak dari manusia sendiri yang terlalu sombong untuk mengakui kehebatan Allah SWT dan kebenaran kitab suci-Nya Al-Quran. Padahal, segala sesuatu yang berhubungan dengan lahir dan batin, dunia dan akhirat, hidup dan mati, perintah dan larangan dan segala hal lainnya yang melingkupi kehidupan manusia telah dijelaskan secara lengkap dan jelas. Begitu pula dengan sains dan teknologi, keduanya memiliki hubungan yang erat dengan ayat-ayat Allah SWT.































BAB III 

KORELASI AL-QURAN DAN SAINS

1.      SAINS DAN MANUSIA

S
ains (Ilmu Pengertahuan Alam) dalam bahasa Inggris disebut dengan Science, di dalam Ilmu Pengetahuan sering dilakukan pengkajian tentang gejala-gejala dalam alam semesta, termasuk di muka bumi ini, sehingga terbentuk konsep dan prinsip, Ilmu Pengetahuan Alam juga sering dibut dengan Ilmu Alamiah.[66]
Pada dasarnya manusia dan hewan tak jauh berbeda, bahkan dari segi fisik, manusia lebih lemah dari pada hewan. Tetapi rohani manusia, akal budi dan kemauannya sangat kuat, sehingga dengan keduanya manusia dapat mengembangkan sains dan teknologi. Manusia memiliki rasa ingin tahu yang berkembang, rasa ingin tahu manusia tidak akan pernah terpuaskan, jika manusia sudah kehilangan rasa ingin tahu, maka ia akan bersifat statis atau tidak inovatif.
 Manusia juga dapat menggunakan pengetahuan lama yang telah diperoleh, kemudian mengkombinasikan dengan pengetahuan baru. Hal ini berlangsung selama berabad-abad, sehingga terjadi akumulasi pengetahuan. Salah satunya yang paling nampak adalah dalam bidang arsitektur yang menunjukan peradaban dan budaya dari masing-masing bangsa. Arsitektur manusia pada zaman dahulu belum semegah sekarang, namun dengan berjalannya waktu, maka arsitektur manusia semakin tinggi kualitasnya. Hal ini membuktikan manusia selalu berkembang, selalu ada hal-hal baru dari abad ke abad, begitu juga dalam hal teknologi, betapa manusia sudah sangat modern sehingga robot sudah bisa menggantikan posisi manusia, bahkan rekreasi di antariksa bukanlah suatu hal yang mustahil lagi untuk saat ini.
Manusia memuaskan rasa ingin tahunya dengan melakukan berbagai macam penelitian, pengamatan dan pengalaman, tetapi sayangnya terkadang manusia belum mampu memuaskan rasa ingin tahunya. Pengalaman merupakan salah satu bagian dari terbentuknya ilmu pengetahuan, yaitu kumpulan fakta-fakta yang benar-benar terjadi. Pengalaman akan bertambah terus selama manusia masih ada di muka bumi ini, kemudian mewariskan pengetahuan mereka pada generasi berikutnya. Perkembangan pengetahuan didorong oleh: (1) dorongan untuk memuaskan diri untuk memenuhi kuriositas dan memahami tentang hakikat alam semesta dan isinya, (2) dorongan praktis yang memanfaatkan pengetahuan itu untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih tinggi. Kedua dorongan itu menumbuhkan kemajuan Ilmu Pengetahuan. Dorongan pertama menuju ke Ilmu Pengetahuan Murni (Pure Science). Sedangkan dorongan kedua lebih pada Ilmu Pengetahuan Terapan (Applied Science).[67]
Sains memang sangat besar dampaknya bagi perkembangan manusia, salah satu sebab  kemajuan manusia adalah sains, ini adalah pendapat yang tidak terbantahkan. Apalagi jika dilihat dari fakta yang terjadi pada zaman sekarang, zaman modern. Negara-negara yang mengembangkan sains dan teknologi seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman, dan masih banyak lagi terbukti memiliki taraf hidup yang lebih baik dari negara-negara yang kurang mengembangkan sains dan teknologi. Maka, negara-negara yang sudah maju terlebih dahulu itu menyebut negara mereka dengan negara modern. Modernisme adalah babak baru peradaban Barat, penulis sengaja menyebut Barat di sini karena memang perkembangan Sains ini didominasi oleh negara-negara yang mayoritas terletak di wilayah Amerika dan Eropa dan kita sudah terbiasa menyebut mereka dengan sebutan Barat, tapi hal ini tidak lantas berarti bahwa orang-orang yang tinggal di wilayah Timur tidak mengembangkan sains sama sekali, negara-negara Timur juga mengembangkan sains, tetapi tidak semeriah di Barat.
Sayangnya, paham-paham sekularisme benar-benar tertanam kuat di tengah-tengan Eropa, sehingga sains pun harus mengalami sekularisme, menurut mereka tak ada titik temu antara agama dan sains. Sains berkembang dengan sangat cepat bersamaan dengan berawalnya modernisme. Para tokoh ilmuan besar pada zaman modern ini adalah Gionardo Bruno, Copernicus, Galileo dan Issac Newton. Sayangnya, konsekuensi perkembangan sains pada zaman ini adalah klaim kematian suatu disiplin filsafat yang paling rumit, yaitu metafisika[68].
Metafisika dipercaya oleh para ilmuan ini sebagai sesuatu yang berupaya menentukan hal-hal yang esensial dengan menanggalkan hal-hal yang nonesensial. Metafisika sempat berjaya selama ribuan tahun.
Setelah berjaya, metafisika mendapatkan tantangan keras dari para filosof modern dari Barat dan sebagian besar dari mereka dibesarkan dalam atmosfer Ilmu Alam, seperti David Hume, Francis Bacon, Rene Descrates dan Immanuel Kant. Rata-rata dari para ilmuan ini berpikiran bahwa orang-orang yang hanya disibukkan dengan urusan metafisika tidak memberi kontribusi apa pun bagi kemaslahatan umat manusia karena hanya berfikir tentang akhirat saja tanpa memperhatikan kemaslahatan manusia, hal ini –metafisika- sungguh sia-sia menurut pandangan mereka.  Demikian halnya dengan Auguste Comte yang hanya mempercayai fakta positif dan digali dengan metodologi ilmiah, lalu dilanjutkan oleh para filosof Lingkaran Wina yang mengajukan prinsip verifikasi untuk membedakan bahasa yang meaningfull dan meaningless, juga Karl Popper yang menawarkan falsifikasi (error elimination) sebagai standar llmiah. Beberapa prinsip ini memiliki andil yang cukup besar bagi tereliminasinya sistem pengetahuan lain dan sistem kebenaran lain yang berada di luar jangkauan norma-norma ilmiah itu, seperti metafisika, seni, tradisi, terlebih lagi agama.
Konsekuaensinya, jika ingin disebut ilmiah, maka metafisika, seni, tradisi dan termasuk di dalamnya agama harus mengikuti patok-patok ilmiah secara rigrid sebagaimana sains. Maka, derajat sains menjadi lebih tinggi dari yang lainnya dan jika hal ini terus berlangsung,  tidak diragukan lagi lambat laun makna metafisika, seni, tradisi dan agama menjadi tereduksi, hilang dan akhirnya mati.[69]
Menurut Muhammad Muslih[70], sains umumnya berangkat dari asumsi bahwa alam dan segala hal yang berhubungan dengannya berjalan secara sistematis yang bersifat apriori yang sudah clear and distict. Karenanya, alam ini tidak lebih dari semacam mesin raksasa yang berjalan tanpa campur tangan Tuhan. Jika tampak terjadi perubahan, itu hanya karena “seleksi alam”, sebagaimana teori Evolusi Darwin. Kutub sains dan agama kemudian dikontraskan secara hitam-putih. Mereka yang mendukung kubu sains disebut sebagai hitam, sedangkan yang percaya pada Tuhan disebut sebagai kubu putih.
Pertarungan antara sains dan agama ini secara dramatis dapat disaksikan pada peristiwa inkuisisi atas Nicolas Copernicus. Akan tetapi, ketika keduanya didialogkan secara terus-menerus, lalu muncul wilayah abu-abu, tidak hitam, tidak juga putih. Maka, munculah relevansi antara sains dan agama, sains pun akhirnya dapat berfungsi sebagai salah satu sarana untuk mengenal Tuhan, Allah SWT.
2. AL-QURAN SEBAGAI SUMBER SAINS
Perbincangan  tentang  Al-Quran selalu menarik dan menggugah semangat keilmuan. Kitab suci umat Islam itu tiada habis-habisnya dikaji dan ditelaah berbagai kalangan, baik muslim maupun non-muslim dari berbagai aspeknya. Hal itu tidak lepas dari keberadaan Al-Quran sebagai ‘kitab teragung’ umat Islam yang dijadikan sandaran bagi kehidupan mereka. Al-Quran dalam beberapa hal, ternyata sejalan dengan berbagai teori keilmuan modern yang dikemukakan ilmuwan. Di satu sisi, hal seperti itu meneguhkan aspek kemukjizatan Kitab Suci tersebut. Di sisi lain menunjukkan, antara Al-Quran dan pengetahuan modern tidak perlu didikotomikan. Sebaliknya, keduanya perlu disinergikan untuk tujuan membangun kehidupan umat Islam yang lebih baik.
Zakir Abdul Karim Naik[71] adalah salah satu dari orang yang mengkaji Al-Quran dan sains,  ia ‘mengorbankan’ praktik kedokterannya hanya untuk pengkajiannya itu. Sebelumnya, Maurice Bucaille menulis buku tentang kajian asal-usul manusia dalam Al-Quran. Belum lama ini, Naik menerbitkan bukunya tentang wacana dalam berjudul Qur’an and Modern Science: Compatible or Incompatible?. Dalam buku itu Naik menegaskan,  bukan buku . Namun, dia menyebutnya Book of Signs (Buku tentang Tanda). Tanda itu mengajak manusia untuk menyadari tujuan hidup di Bumi, dan hidup secara harmonis bersama alam.
Hal ini tentu sangat sesuai dengan keadaan bumi kita yang semakin hari semakin miris keadaannya, kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh tangan-tanagn manusia semakin terlihat. Hutan terus digunduli, sungai-sungai tak luput dicemari. Dampaknya pun dapat dirasakan hingga kini, ketika bencana terjadi di seantero dunia. Terkadang, manusia memang tidak sadar bahwa mereka sedang membuat kerusakan, mereka mengatas namakan pembangunan. Jika hal ini tidak segera disadari dan diselesaikan, tidaklah menutup kemungkinan, jika suatu saat akan ada bencana yang lebih besar lagi.
Peringatan akan bahaya tersebut sudah tertera di dalam Al-Quran. Banyak ayat mengingatkan akibat dari tindakan semena-mena terhadap lingkungan, akibat yang harus ditanggung oleh manusia sendiri. Firman Allah SWT di surat Ar-Ruum (30) ayat 41 di antaranya:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada manusia sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Untuk itu, Al-Quran menekankan agar umat menjaga kelestarian alam. Menurut Dr. Mukhlis M Hanafi MA[72], prinsip pokok dalam masalah lingkungan hidup adalah bagaimana keanekaragaman hayati bisa dipelihara dengan baik.
Ada keseimbangan di alam raya, jika kita menyimak surat Ar-Rahman (55) ayat 7-9, Allah ST menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan.
“Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu”




3. PERANAN SAINS DALAM MENGENAL TUHAN

            Ayat Al-Quran yang menunjukan pada fenomena alam terdapat lebih dari 750 ayat dan manusia diminta untuk memikirkannya agar dapat mengenal Tuhan lewat tanda-tanda-Nya. Ayat-ayat tersebut dapat dibagi ke dalam kategori-kategori berikut ini:

  1. Ayat Al-Quran yang menggambarkan elemen-elemen pokok objek atau menyuruh manusia untuk menyingkapkan.

 Misalnya di dalam Al-Quran:
“Maka hendaklah manusia memperhatikan, dari apa ia diciptakan?”[73]
“Dan Allah telah menciptakan segala makhluk hidup dari air”[74]
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur, yang hendak Kami uji (dengan perintah dan larangan) dan kami jadikan ia mendengar dan melihat”[75]
“Katakanlah: Bejalanlah di bumi, lalu perhatikanlah bagaimana Allah memulai penciptaan…”[76]
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah memulai penciptaan, kemudian mengulanginya (kembali)”[77]
"Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam..." (QS: 39:5)
Dalam Al-Quran, kata-kata yang digunakan untuk menjelaskan tentang alam semesta sungguh sangat penting. Kata Arab yang diterjemahkan sebagai "menutupkan" dalam ayat di atas adalah "takwir". Dalam kamus bahasa Arab, misalnya, kata ini digunakan untuk menggambarkan pekerjaan membungkus atau menutup sesuatu di atas yang lain secara melingkar, sebagaimana surban dipakaikan pada kepala.
Keterangan yang disebut dalam ayat tersebut tentang siang dan malam yang saling menutup satu sama lain berisi keterangan yang tepat mengenai bentuk bumi. Pernyataan ini hanya benar jika bumi berbentuk bulat. Ini berarti bahwa dalam Al-Quran, telah diisyaratkan tentang bentuk planet bumi yang bulat.
Namun perlu diingat bahwa ilmu astronomi kala itu memahami bumi secara berbeda. Di masa itu, bumi diyakini berbentuk bidang datar, dan semua perhitungan serta penjelasan ilmiah didasarkan pada keyakinan ini. Sebaliknya, ayat-ayat Al-Quran berisi informasi yang hanya mampu kita pahami dalam satu abad terakhir. Oleh karena Al-Quran adalah firman Allah, maka tidak mengherankan jika kata-kata yang tepat digunakan dalam ayat-ayat-Nya ketika menjelaskan jagat raya

  1. Ayat-ayat yang mencakup masalah cara penciptaan objek-objek materil maupun yang menyuruh manusia untuk menyingkap asal usulnya.

Di bawah ini ada contoh kategori tersebut:
“Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam periode, dan adalah singgasana-Nya di atas air…”[78]
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari sesuatu saripati tanah. Kemudian Kami menjadikannya nuftah (bakal makhluk hidup) yang disimpan dalam tempat yang kukuh (rahim). Kemudian Kami jadikan suatu jaringan, kemudianKami menjadikannya tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami menjadikannya ciptaan yang lain. Maka Mahasucilah Allah, Pencipta Yang paling baik”[79]
 “Dia menciptakan langit tanpa tiang yang dapat kamu lihat, dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan bumi) supaya bumi itu tidak menggoyahkan kamu…”[80]
“Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit ketika langit itu masih merupakan asap…”[81]
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana unta diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung, bagaimana ia ditegakkan. Dan bumi, bagaimana ia dihamparkan…” [82]
Allah SWT telah mengulang-ulang ayat tentang langit di dalam Al-Quran, hal ini menunjukan keistimewaannya. Asal mula alam semesta digambarkan dalam Al-Quran pada ayat berikut:
"Dialah pencipta langit dan bumi." [83]
Keterangan yang diberikan Al-Quran ini bersesuaian penuh dengan penemuan ilmu pengetahuan masa kini. Kesimpulan yang didapat astrofisika saat ini adalah bahwa keseluruhan alam semesta, beserta dimensi materi dan waktu, muncul menjadi ada sebagai hasil dari suatu ledakan raksasa yang tejadi dalam sekejap. Peristiwa ini, yang dikenal dengan "Big Bang", membentuk keseluruhan alam semesta sekitar 15 milyar tahun lalu. Jagat raya tercipta dari suatu ketiadaan sebagai hasil dari ledakan satu titik tunggal. Kalangan ilmuwan modern menyetujui bahwa Big Bang merupakan satu-satunya penjelasan masuk akal dan yang dapat dibuktikan mengenai asal mula alam semesta dan bagaimana alam semesta muncul menjadi ada.
Sebelum Big Bang, tak ada yang disebut sebagai materi. Dari kondisi ketiadaan, di mana materi, energi, bahkan waktu belumlah ada, dan yang hanya mampu diartikan secara metafisik, terciptalah materi, energi, dan waktu. Fakta ini, yang baru saja ditemukan ahli fisika modern, diberitakan kepada kita dalam Al Quran 1.400 tahun lalu. Sensor sangat peka pada satelit ruang angkasa COBE yang diluncurkan NASA pada tahun 1992 berhasil menangkap sisa-sisa radiasi ledakan Big Bang.[84] Penemuan ini merupakan bukti terjadinya peristiwa Big Bang, yang merupakan penjelasan ilmiah bagi fakta bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan. Dalam QS Al-Anbiya ayat 30 dinyatakan:
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu. Kemudian kami pisahkan antara keduanya, dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”
Kata "ratq" yang di sini diterjemahkan sebagai "suatu yang padu" digunakan untuk merujuk pada dua zat berbeda yang membentuk suatu kesatuan. Ungkapan "Kami pisahkan antara keduanya" adalah terjemahan kata Arab "fataqa", dan bermakna bahwa sesuatu muncul menjadi ada melalui peristiwa pemisahan atau pemecahan struktur dari "ratq". Perkecambahan biji dan munculnya tunas dari dalam tanah adalah salah satu peristiwa yang diungkapkan dengan menggunakan kata ini.
Marilah kita kaji ayat ini kembali berdasarkan pengetahuan ini. Dalam ayat tersebut, langit dan bumi adalah subyek dari kata sifat "fatq". Keduanya lalu terpisah ("fataqa") satu sama lain. Menariknya, ketika mengingat kembali tahap-tahap awal peristiwa Big Bang, kita pahami bahwa satu titik tunggal berisi seluruh materi di alam semesta. Dengan kata lain, segala sesuatu, termasuk "langit dan bumi" yang saat itu belumlah diciptakan, juga terkandung dalam titik tunggal yang masih berada pada keadaan "ratq" ini. Titik tunggal ini meledak sangat dahsyat, sehingga menyebabkan materi-materi yang dikandungnya untuk "fataqa" (terpisah), dan dalam rangkaian peristiwa tersebut, bangunan dan tatanan keseluruhan alam semesta terbentuk.
Ketika kita bandingkan penjelasan ayat tersebut dengan berbagai penemuan ilmiah, akan kita pahami bahwa keduanya benar-benar bersesuaian satu sama lain. Yang sungguh menarik lagi, penemuan-penemuan ini belumlah terjadi sebelum abad ke-20.
Ilmuwan lain yang bernama Naik melihat Teori Big Bang (Ledakan Besar) mengenai asal-usul alam ini. Menurut teori itu, terjadinya alam sebagaimana diungkap astronom dan astrofisik berawal dari satu massa besar (one big mass) yang dikenal dengan Primary Nebula. Kemudian terjadi ledakan besar yang menyebabkan terbentuknya galaksi, selanjutnya terbagi-bagi menjadi bintang, planet, matahari, bulan dansebagainya. Naik menjelaskan, Firman Allah yang menyatakan langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian dipisahkan antara keduanya sangat sejalan dengan Teori Big Bang mengenai asal-usul alam tersebut.[85]
Dalam Al Qur'an, Allah mengarahkan perhatian kita kepada sifat yang sangat menarik tentang langit:
"Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang ada padanya."[86]
Sifat langit ini telah dibuktikan oleh penelitian ilmiah abad ke-20. Atmosfir yang melingkupi bumi berperan sangat penting bagi berlangsungnya kehidupan. Dengan menghancurkan sejumlah meteor, besar ataupun kecil ketika mereka mendekati bumi, atmosfir mencegah mereka jatuh ke bumi dan membahayakan makhluk hidup.
Atmosfir juga menyaring sinar-sinar dari ruang angkasa yang membahayakan kehidupan. Menariknya, atmosfir hanya membiarkan agar ditembus oleh sinar-sinar tak berbahaya dan berguna, seperti cahaya tampak, sinar ultraviolet tepi, dan gelombang radio. Semua radiasi ini sangat diperlukan bagi kehidupan. Sinar ultraviolet tepi, yang hanya sebagiannya menembus atmosfir, sangat penting bagi fotosintesis tanaman dan bagi kelangsungan seluruh makhluk hidup. Sebagian besar sinar ultraviolet kuat yang dipancarkan matahari ditahan oleh lapisan ozon atmosfir dan hanya sebagian kecil dan penting saja dari spektrum ultraviolet yang mencapai bumi.
Fungsi pelindung dari atmosfir tidak berhenti sampai di sini. Atmosfir juga melindungi bumi dari suhu dingin membeku ruang angkasa, yang mencapai sekitar 270 derajat celcius di bawah nol.
Tidak hanya atmosfir yang melindungi bumi dari pengaruh berbahaya. Selain atmosfir, Sabuk Van Allen, suatu lapisan yang tercipta akibat keberadaan medan magnet bumi, juga berperan sebagai perisai melawan radiasi berbahaya yang mengancam planet kita. Radiasi ini, yang terus- menerus dipancarkan oleh matahari dan bintang-bintang lainnya, sangat mematikan bagi makhuk hidup. Jika saja sabuk Van Allen tidak ada, semburan energi raksasa yang disebut jilatan api matahari yang terjadi berkali-berkali pada matahari akan menghancurkan seluruh kehidupan di muka bumi. Dr. Hugh Ross berkata tentang perang penting Sabuk Van Allen bagi kehidupan kita:
“Bumi ternyata memiliki kerapatan terbesar di antara planet-planet lain di tata surya kita. Inti bumi yang terdiri atas unsur nikel dan besi inilah yang menyebabkan keberadaan medan magnetnya yang besar. Medan magnet ini membentuk lapisan pelindung berupa radiasi Van-Allen, yang melindungi Bumi dari pancaran radiasi dari luar angkasa. Jika lapisan pelindung ini tidak ada, maka kehidupan takkan mungkin dapat berlangsung di Bumi. Satu-satunya planet berbatu lain yang berkemungkinan memiliki medan magnet adalah Merkurius, tapi kekuatan medan magnet planet ini 100 kali lebih kecil dari Bumi. Bahkan Venus, planet kembar kita, tidak memiliki medan magnet. Lapisan pelindung Van-Allen ini merupakan sebuah rancangan istimewa yang hanya ada pada Bumi.”[87]
Energi yang dipancarkan dalam satu jilatan api saja, sebagaimana tercatat baru-baru ini, terhitung setara dengan 100 milyar bom atom yang serupa dengan yang dijatuhkan di Hiroshima. Lima puluh delapan jam setelah kilatan tersebut, teramati bahwa jarum magnetik kompas bergerak tidak seperti biasanya, dan 250 kilometer di atas atmosfir bumi terjadi peningkatan suhu tiba-tiba hingga mencapai 2.500 derajat celcius.
Singkatnya, sebuah sistem sempurna sedang bekerja jauh tinggi di atas bumi. Ia melingkupi bumi kita dan melindunginya dari berbagai ancaman dari luar angkasa. Para ilmuwan baru mengetahuinya sekarang, sementara berabad-abad lampau, kita telah diberitahu dalam Al Qur'an tentang atmosfir bumi yang berfungsi sebagai lapisan pelindung.


  1. Ayat-ayat yang menyuruh manusia untuk menyingkap bagian mana alam fisis ini berwujud.
Contoh dari ayat tersebut adalah:
            Katakanlah: “Berjalanlah di bumi, lalu perhatikanlah bagaimana Allah memulai penciptaan….”[88]
            “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah memulai penciptaan, kemudian mengulanginya (kembali)”[89]
            Perhatikanlah tantangan-tantangan Allah SWt ini, kedua ayat ini mengandung kata tanya yang bermakna sungguh mendalam. Sekilas ayat ini tampak singkat, padat dan jelas. Tapi sebenarnya ayat ini menyimpan perintah yang cukup menantang rasa ingin tahu manusia. Mungkin bagi umat Islam zaman dahulu, di awal-awal turunnya Al-Quran belum terlalu paham maksud Allah SWT dalam mencantumkan kata tanya di tengah-tengah ayat ini, mereka juga belum menganggap penting untuk tahu tentang awal penciptaan.
Namun, dengan adanya kemajuan zaman dan rasa ingin tahu manusia yang terus berkembang sesuai dengan kemajuan zaman, hal ini membuat manusia ingin mengetahui seluk beluk atau asal-mula segala sesuatu. Sehingga banyaklah bermunculan teori-teori penciptaan. Akhirnya semuanya bermuara pada Satu Pencipta yaitu Allah SWT.  Maka sering terjadi ilmuwan non-muslim yang meyakini kebenaran Islam setelah berkutat dengan sains dengan segala misterinya. Setelah menemukan jawabannya, kemudian menemukan kesesuaiannya dengan Al-Quran.
  1. Ayat-ayat yang menyuruh manusia untuk mempelejari fenomena alam.

“Apakah kamu tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diatur-Nya menjadi sumber-sumber di bumi, kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanaman-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering, lalu Kami melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal”[90]
“Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan, dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan dia menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya…”[91]
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering), dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang bisa dilendalikan di antara langit dan bumi, sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”[92]
Dalam sebuah ayat, kita diberitahu bahwa gunung-gunung tidaklah diam sebagaimana yang tampak, akan tetapi mereka terus-menerus bergerak. Ini juga termasuk fenomena alam yang perlu kita perhatikan dengan seksama.
"Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal dia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."[93]
Gerakan gunung-gunung ini disebabkan oleh gerakan kerak bumi tempat mereka berada. Kerak bumi ini seperti mengapung di atas lapisan magma yang lebih rapat. Pada awal abad ke-20, untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred Wegener mengemukakan bahwa benua-benua pada permukaan bumi menyatu pada masa-masa awal bumi, namun kemudian bergeser ke arah yang berbeda-beda sehingga terpisah ketika mereka bergerak saling menjauhi.
Para ahli geologi memahami kebenaran pernyataan Wegener baru pada tahun 1980, yakni 50 tahun setelah kematiannya. Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Wegener dalam sebuah tulisan yang terbit tahun 1915, sekitar 500 juta tahun lalu seluruh tanah daratan yang ada di permukaan bumi awalnya adalah satu kesatuan yang dinamakan Pangaea. Daratan ini terletak di kutub selatan.
Sekitar 180 juta tahun lalu, Pangaea terbelah menjadi dua bagian yang masing-masingnya bergerak ke arah yang berbeda. Salah satu daratan atau benua raksasa ini adalah Gondwana, yang meliputi Afrika, Australia, Antartika dan India. Benua raksasa kedua adalah Laurasia, yang terdiri dari Eropa, Amerika Utara dan Asia, kecuali India. Selama 150 tahun setelah pemisahan ini, Gondwana dan Laurasia terbagi menjadi daratan-daratan yang lebih kecil.
Benua-benua yang terbentuk menyusul terbelahnya Pangaea telah bergerak pada permukaan Bumi secara terus-menerus sejauh beberapa sentimeter per tahun. Peristiwa ini juga menyebabkan perubahan perbandingan luas antara wilayah daratan dan lautan di Bumi.
Pergerakan kerak Bumi ini diketemukan setelah penelitian geologi yang dilakukan di awal abad ke-20. Para ilmuwan menjelaskan peristiwa ini sebagaimana berikut:
Kerak dan bagian terluar dari magma, dengan ketebalan sekitar 100 km, terbagi atas lapisan-lapisan yang disebut lempengan. Terdapat enam lempengan utama, dan beberapa lempengan kecil. Menurut teori yang disebut lempeng tektonik, lempengan-lempengan ini bergerak pada permukaan bumi, membawa benua dan dasar lautan bersamanya. Pergerakan benua telah diukur dan berkecepatan 1 hingga 5 cm per tahun. Lempengan-lempengan tersebut terus-menerus bergerak, dan menghasilkan perubahan pada geografi bumi secara perlahan. Setiap tahun, misalnya, Samudera Atlantic menjadi sedikit lebih lebar[94].
Ada hal sangat penting yang perlu dikemukakan di sini: Dalam ayat tersebut Allah telah menyebut tentang gerakan gunung sebagaimana mengapungnya perjalanan awan. Kini, Ilmuwan modern juga menggunakan istilah "continental drift" atau "gerakan mengapung dari benua" untuk gerakan ini.[95]
Tidak dipertanyakan lagi, adalah salah satu kejaiban Al-Quran bahwa fakta ilmiah ini, yang baru-baru saja ditemukan oleh para ilmuwan, telah dinyatakan dalam Al-Quran.
  1. Ayat-ayat yang menunjukan bahwa Allah SWT bersumpah atas berbagai macam objek alam.
“Demi matahari dan cahayanya di pagi hari. Dan bulan apabila mengiringinya, dan siang menampakkannya, dan malam apabila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya”[96]
Ketika merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al-Quran, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu.
"Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya."[97]
Disebutkan pula dalam ayat yang lain bahwa matahari tidaklah diam, tetapi bergerak dalam garis edar tertentu:
"Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui." [98]
Fakta-fakta yang disampaikan dalam Al-Quran ini telah ditemukan melalui pengamatan astronomis di zaman kita. Menurut perhitungan para ahli astronomi, matahari bergerak dengan kecepatan luar biasa yang mencapai 720 ribu km per jam ke arah bintang Vega dalam sebuah garis edar yang disebut Solar Apex. Ini berarti matahari bergerak sejauh kurang lebih 17.280.000 kilometer dalam sehari. Bersama matahari, semua planet dan satelit dalam sistem gravitasi matahari juga berjalan menempuh jarak ini. Selanjutnya, semua bintang di alam semesta berada dalam suatu gerakan serupa yang terencana.
Keseluruhan alam semesta yang dipenuhi oleh lintasan dan garis edar seperti ini, dinyatakan dalam Al-Quran sebagai berikut:
"Demi langit yang mempunyai jalan-jalan." [99]
Terdapat sekitar 200 milyar galaksi di alam semesta yang masing-masing terdiri dari hampir 200 bintang. Sebagian besar bintang-bintang ini mempunyai planet, dan sebagian besar planet-planet ini mempunyai bulan. Semua benda langit tersebut bergerak dalam garis peredaran yang diperhitungkan dengan sangat teliti. Selama jutaan tahun, masing-masing seolah "berenang" sepanjang garis edarnya dalam keserasian dan keteraturan yang sempurna bersama dengan yang lain. Selain itu, sejumlah komet juga bergerak bersama sepanjang garis edar yang ditetapkan baginya.
Garis edar di alam semesta tidak hanya dimiliki oleh benda-benda angkasa. Galaksi-galaksi pun berjalan pada kecepatan luar biasa dalam suatu garis peredaran yang terhitung dan terencana. Selama pergerakan ini, tak satupun dari benda-benda angkasa ini memotong lintasan yang lain, atau bertabrakan dengan lainnya. Bahkan, telah teramati bahwa sejumlah galaksi berpapasan satu sama lain tanpa satu pun dari bagian-bagiannya saling bersentuhan.
Dapat dipastikan bahwa pada saat Al-Quran diturunkan, manusia tidak memiliki teleskop masa kini ataupun teknologi canggih untuk mengamati ruang angkasa berjarak jutaan kilometer, tidak pula pengetahuan fisika ataupun astronomi modern. Karenanya, saat itu tidaklah mungkin untuk mengatakan secara ilmiah bahwa ruang angkasa "dipenuhi lintasan dan garis edar" sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Akan tetapi, hal ini dinyatakan secara terbuka kepada kita dalam Al-Quran. Selain ayat di atas, ada ayat lain yang menyatakan Allah bersumpah dengan nama objek alam.
“Maka Aku bersumpah demi jatuhnya bintang-bintang. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang dasyat kalau kamu mengetahui”
“Demi langit dan bintang malam hari. Tahukah kamu apakah bintang malam hari itu? (yaitu) bintang yang cahayanya terang menembus”[100]

  1. Ayat-ayat yang merujuk pada fenomena alam, kemungkinan terjadinya hari kebangkitan dijelaskan.
Saat dikatakan dalam Al Qur'an bahwa adalah mudah bagi Allah untuk menghidupkan manusia setelah kematiannya, pernyataan tentang sidik jari manusia secara khusus ditekankan:
"Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang-belulangnya? Ya, bahkan Kami mampu menyusun (kembali) ujung jari-jarinya dengan sempurna."[101] 
Penekanan pada sidik jari memiliki makna sangat khusus. Ini dikarenakan sidik jari setiap orang adalah khas bagi dirinya sendiri. Setiap orang yang hidup atau pernah hidup di dunia ini memiliki serangkaian sidik jari yang unik dan berbeda dari orang lain.
Itulah mengapa sidik jari dipakai sebagai kartu identitas yang sangat penting bagi pemiliknya dan digunakan untuk tujuan ini di seluruh penjuru dunia. Akan tetapi, yang penting adalah bahwa keunikan sidik jari ini baru ditemukan di akhir abad ke-19. Sebelumnya, orang menghargai sidik jari sebagai lengkungan-lengkungan biasa tanpa makna khusus. Namun dalam Al Qur'an, Allah merujuk kepada sidik jari, yang sedikitpun tak menarik perhatian orang waktu itu, dan mengarahkan perhatian kita pada arti penting sidik jari, yang baru mampu dipahami
  1. Ayat-ayat yang dengan merujuk kepada beberapa fenomena alam, misalnya relativitas waktu.
Kini, relativitas waktu adalah fakta yang terbukti secara ilmiah. Hal ini telah diungkapkan melalui teori relativitas waktu Einstein di tahun-tahun awal abad ke-20. Sebelumnya, manusia belumlah mengetahui bahwa waktu adalah sebuah konsep yang relatif, dan waktu dapat berubah tergantung keadaannya. Ilmuwan besar, Albert Einstein, secara terbuka membuktikan fakta ini dengan teori relativitas. Ia menjelaskan bahwa waktu ditentukan oleh massa dan kecepatan. Dalam sejarah manusia, tak seorang pun mampu mengungkapkan fakta ini dengan jelas sebelumnya.
Tapi ada perkecualian, Al-Quran telah berisi informasi tentang waktu yang bersifat relatif. Sejumlah ayat yang mengulas hal ini berbunyi:
"Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu menurut perhitunganmu." [102]
"Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu."[103]
"Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun." [104]
Dalam sejumlah ayat disebutkan bahwa manusia merasakan waktu secara berbeda, dan bahwa terkadang manusia dapat merasakan waktu sangat singkat sebagai sesuatu yang lama:
"Allah bertanya: 'Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?' Mereka menjawab: 'Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.' Allah berfirman: 'Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui'."[105]
Fakta bahwa relativitas waktu disebutkan dengan sangat jelas dalam Al Qur'an, yang mulai diturunkan pada tahun 610 M, adalah bukti lain bahwa Al Qur'an adalah Kitab Suci.
  1. Ayat-ayat yang menekankan kelangsungan dan keteraturan penciptaan Allah SWT.

Salah satu contoh yang menunjukan betapa teraturnya penciptaan Allah SWT, kita dapat melihat bahwa segala sesuatu di bumi ini berpasang-pasangan.
   "Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui." [106]
Meskipun gagasan tentang "pasangan" umumnya bermakna laki-laki dan perempuan, atau jantan dan betina, atau tertuju pada keadaan-keadaan terang-gelap, pahit-manis, panjang-pendek, kuat-lemah, utara-selatan, timur-barat, atas-bawah, kiri-kanan yang semua orang ketahui,  sedangkan ungkapan "maupun dari apa yang tidak mereka ketahui" dalam ayat di atas memiliki cakupan yang lebih luas. Kini, cakupan makna lain dari ayat tersebut telah terungkap.
Ilmuwan Inggris, Paul Dirac, yang menyatakan bahwa materi diciptakan secara berpasangan, dianugerahi Hadiah Nobel di bidang fisika pada tahun 1933. Penemuan ini, yang disebut "parité", menyatakan bahwa materi berpasangan dengan lawan jenisnya: anti-materi. Anti-materi memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan materi. Misalnya, berbeda dengan materi, elektron anti-materi bermuatan positif, dan protonnya bermuatan negatif. Fakta ini dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut:
“Setiap partikel memiliki anti-partikel dengan muatan yang berlawanan dan hubungan ketidakpastian mengatakan kepada kita bahwa penciptaan berpasangan dan pemusnahan berpasangan terjadi di dalam vakum di setiap saat, di setiap tempat."
Semua ini menunjukkan bahwa unsur besi tidak terbentuk di Bumi, melainkan dibawa oleh meteor-meteor melalui ledakan bintang-bintang di luar angkasa, dan kemudian "dikirim ke bumi", persis sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. [107]

  1. Ayat-ayat yang menjelaskan keharmonisan keberadaan manusia dengan alam fisis dan ketundukan apa yang ada di langit dan di bumi kepada manusia.

Sebut saja salah satu contohnya adalah besi, besi adalah salah satu unsur yang dinyatakan secara jelas dalam Al Qur'an. Dalam Surat Al Hadiid, yang berarti "besi", kita diberitahu sebagai berikut:
"…Dan Kami turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia ...." [108]
Kata "anzalnaa" yang berarti "kami turunkan" khusus digunakan untuk besi dalam ayat ini, dapat diartikan secara kiasan untuk menjelaskan bahwa besi diciptakan untuk memberi manfaat bagi manusia. Tapi ketika kita mempertimbangkan makna harfiah kata ini, yakni "secara bendawi diturunkan dari langit", kita akan menyadari bahwa ayat ini memiliki keajaiban ilmiah yang sangat penting. Ini dikarenakan penemuan astronomi modern telah mengungkap bahwa logam besi yang ditemukan di bumi kita berasal dari bintang-bintang raksasa di angkasa luar. Logam berat di alam semesta dibuat dan dihasilkan dalam inti bintang-bintang raksasa.
Akan tetapi sistem tata surya kita tidak memiliki struktur yang cocok untuk menghasilkan besi secara mandiri. Besi hanya dapat dibuat dan dihasilkan dalam bintang-bintang yang jauh lebih besar dari matahari, yang suhunya mencapai beberapa ratus juta derajat. Ketika jumlah besi telah melampaui batas tertentu dalam sebuah bintang, bintang tersebut tidak mampu lagi menanggungnya, dan akhirnya meledak melalui peristiwa yang disebut "nova" atau "supernova". Akibat dari ledakan ini, meteor-meteor yang mengandung besi bertaburan di seluruh penjuru alam semesta dan mereka bergerak melalui ruang hampa hingga mengalami tarikan oleh gaya gravitasi benda angkasa. Semua ini menunjukkan bahwa logam besi tidak terbentuk di bumi melainkan kiriman dari bintang-bintang yang meledak di ruang angkasa melalui meteor-meteor dan "diturunkan ke bumi", persis seperti dinyatakan dalam ayat tersebut.

Sedangkan ayat ke-11 dari Surat Ath-Thaariq dalam Al Quran, mengacu pada fungsi "mengembalikan" yang dimiliki langit.
"Demi langit yang mengandung hujan."[109] (Al Qur'an,)
Kata yang ditafsirkan sebagai "mengandung hujan" dalam terjemahan Al- Quran ini juga bermakna "mengirim kembali" atau "mengembalikan".
Sebagaimana diketahui, atmosfir yang melingkupi bumi terdiri dari sejumlah lapisan. Setiap lapisan memiliki peran penting bagi kehidupan. Penelitian mengungkapkan bahwa lapisan-lapisan ini memiliki fungsi mengembalikan benda-benda atau sinar yang mereka terima ke ruang angkasa atau ke arah bawah, yakni ke bumi. Sekarang, marilah kita cermati sejumlah contoh fungsi "pengembalian" dari lapisan-lapisan yang mengelilingi bumi tersebut.
Lapisan Troposfir, 13 hingga 15 km di atas permukaan bumi, memungkinkan uap air yang naik dari permukaan bumi menjadi terkumpul hingga jenuh dan turun kembali ke bumi sebagai hujan.  Lapisan ozon, pada ketinggian 25 km, memantulkan radiasi berbahaya dan sinar ultraviolet yang datang dari ruang angkasa dan mengembalikan keduanya ke ruang angkasa. Lapisan Ionosfir, memantulkan kembali pancaran gelombang radio dari bumi ke berbagai belahan bumi lainnya, persis seperti satelit komunikasi pasif, sehingga memungkinkan komunikasi tanpa kabel, pemancaran siaran radio dan televisi pada jarak yang cukup jauh. Lapisan magnet memantulkan kembali partikel-partikel radioaktif berbahaya yang dipancarkan Matahari dan bintang-bintang lainnya ke ruang angkasa sebelum sampai ke Bumi.
Sifat lapisan-lapisan langit yang hanya dapat ditemukan secara ilmiah di masa kini tersebut, telah dinyatakan berabad-abad lalu dalam Al Quran. Ini sekali lagi membuktikan bahwa Al Quran adalah firman Allah. Dalam Al Quran, yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana berikut ini:
"Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya." [110]
Kata "langit", sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di banyak tempat dalam Al Qur'an dengan makna luar angkasa dan alam semesta. Di sini sekali lagi, kata tersebut digunakan dengan arti ini. Dengan kata lain, dalam Al-Qur'an dikatakan bahwa alam semesta "mengalami perluasan atau mengembang". Dan inilah yang kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.
Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-menerus "mengembang". Pada awal abad ke-20 Alexander Friedmann[111] dan George Lemaitre[112], secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang.
Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble[113] menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi. Sebuah alam semesta, di mana segala sesuatunya terus bergerak menjauhi satu sama lain, berarti bahwa alam semesta tersebut terus-menerus "mengembang". Pengamatan yang dilakukan di tahun-tahun berikutnya memperkokoh fakta bahwa alam semesta terus mengembang. Kenyataan ini diterangkan dalam Al-Quran pada saat tak seorang pun mengetahuinya.

4. PERANAN SAINS  DALAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT
            Tujuan adanya Islam cukup banyak, diantaranya adalah untuk membangun masyarakat yang berkeyakinan tauhid, di mana firman Allah SWT adalah yang tertinggi dan di atas segalanya (QS 9: 40). Maka dari itu, untuk menjamin superioritas kebijaksanaan atas yang lainnya, umat Islam harus mencoba untuk membuat diri mereka mampu berswasembada dan mandiri. Karena alasan inilah para ahli hukum Islam telah member fatwa bahwa suatu tindakan yang mengarah pada supremasi orang-orang kafir terhadap kaum muslim adalah haram. Lebih dari itu, mereka telah memutuskan bahwa memberikan apa pun yang dibutuhkan untuk mempertahankan masyarakat Islam merupakan kewajiban bagi masyarakat tersebut. Di dalam Al-Quran sendiri, kaum muslim diperintahkan mempersiapkan dan memperalati diri mereka sendiri dalam setiap aspek untuk menghadapi tantangan dari orang-orang kafir.
            “Dan bersiaplah untuk menghadapi mereka dengan kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang, (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu.” (QS 8: 60)
            Namun, saat ini keadaan sudah berubah, segala hal telah berporos pada sains dan teknologi. Ayat di atas memang mengisyaratkan umat Islam masa lampau dengan menggunakan kuda-kuda, tapi dengan kemajuan zaman, umat Islam harus mulai memperalati diri dengan segala kemampuan, keilmuan, dan teknologi yang dimiliki, hal ini penting bagi kemenangan muslim itu sendiri. Dengan kata lain, harus ada pelatihan-pelatihan oleh para ahli yang memiliki kemampuan di bidang sains dan teknologi, lalu member fasilitas terbaik untuk mereka.[114]
            Namun yang patut disayangkan adalah umat Islam sendiri kurang sadar akan pentingnya sains dan teknologi itu sendiri, sehingga cenderung mengekor pada non-muslim yang memiliki sains dan teknologi lebih baik dari muslim. Padahal sejak jauh hari Ibnu Ikhwah telah berpesan pada kita, umat Islam:
            “Mempelajari ilmu kedokteran adalah kewajiban masyarakat sebagai           sebuah keseluruhan, tetapi pada zaman kita, kaum muslim tidak          memperhatikannya, dan kita memiliki banyak kota yang hanya memiliki             dokter Kristen dan Yahudi, yang pernyataannya tidak bisa diterima ketika             masalahnya  berhubungan dengan agama. Pada zaman kita, saya tidak   banyak melihat orang mempelajari kedokteran, tetapi saya melihat mereka             belajar secara mendalam kepada fiqh dan etika serta masalah-masalah         yang mengundang polemik, sementara kota-kota kita penuh oleh ahli fiqih        yang sibuk memberikan pendapatnya mengenai berbagai peristiwa.         Berbicara dalam lingkup Islam, saya tak tahu bagaimana hal itu bisa            diizinkan, pada suatu saat ketika tugas-tugas wajib suatu masyarakat     diabaikan, seseorang malah malah terlibat secara mendalam dalam bidang             yang telah dipelajari orang lain,”
            Pada zaman Ibnu Ikhwah saja ia sudah mengeluh dengan banyaknya dokter dari non muslim, sepertinya jika ia hidup pada zaman sekarang ini, ia bisa mengelus dada, karena Yahudi dan Nasrani tidak hanya menguasai muslim dalam bidang kedokteran saja, namun hampir di segala bidang. Mereka menguasai perindustrian, astronomi, termasuk menguasai sumber daya alam yang ada di negara-negara muslim. Parahnya lagi, umat Islamlah yang sering dijadikan babu di tanah air sendiri, karena teknologi yang ada adalah milik non-muslim, sedangkan muslimnya menjadi pekerja, sehingga keuntungan terbesar jatuh di tangan mereka. Maka, tidak heran jika taraf hidup sebagian umat Islam cenderung lebih rendah dari umat lainnya. Selain itu, negara-negara Islam, walaupun memiliki sumber daya alam yang banyak, tetapi mendominasi negara ketiga, Negara yang masih berkembang dan serba kekurangan.
            Di sini mungkin ada yang bertanya : “Al-Quran mengatakan bahwa orang kafir tak akan dapat menguasai orang-orang yang beriman, mengapa sekarang mereka dikuasai orang-orang kafir? “Jawabnya bisa ditemukan dalam kenyataan bahwa kaum muslimin sekarang tidak benar-benar beriman, mereka tidak melihat kewajiban-kewajiban mereka. Mereka juga tidak memiliki kesatuan dan tidak mencari ilmu untuk mempersiapkan perlengkapan-perlengkapan yang dianjurkan oleh Al-Quran pada QS 8 : 60 seperti yang dikutip di atas. [115]
            Ada dua masalah yang perlu dibahas di sini, pertama, Islam memiliki perspektif bahwasanya imanlah yang menjamin penggunaan ilmu secara tepat. Di dalam Al-Quran sendiri, ilmu dan iman berdiri berdampingan, berjalan beriringan. Dengan kata lain iman tidak lebih tinggi dari pada ilmu, ilmu juga tidak lebih tinggi dari pada iman. Maka tidak dapat dibenar jika ada orang Islam hanya mementingkan salah satu dan menyepelekan yang lainnya.
Hal ini sesuai dengan ayat pertama pada Rasulallah SAW yang menganjurkan untuk membaca, tetapi perintah membaca ini disebut setelah nama Sang pencipta, ini menunjukkan bahwa menuntut ilmu atas nama Allah, untuk kebaikan dan tidak mengikuti jalan setan. Ilmu bersama dengan iman membawa kepada jalan kebenaran, sedangkan ilmu yang berada ditangan orang kafir merupakan alat perusak. Banyak penemuan ilmu yang telah disalah gunakan oleh para ilmuan non-muslim. Sebuah hadist yang diriwatkan oleh Zayn Al-Din Al-’Amili, Rasulullah SAW berkata :
“Pastilah, sejahat-jahat kejahatan adalah ilmuwan atau ulama yang jahat, dan sebaik-baik kebaikan adalah ilmuwan atau ulama yang baik.”
            Perlu dicatat, walaupun mempelajari sains dan teknologi dianggap amat penting, tetapi sains saja belum dianggap cukup, kaum muslim yang sudah memiliki kemampuan dibidang sains harus memiliki ilmu dibidang agama juga. Hal ini sangat penting, karena ilmu agama akan menuntun kejalan kebenaran. Sayyid Qutud menjabarkan masalah ini dengan uraian sebagai berikut :
            “Tuhan telah membuat janji yang jelas dan telah memberikan perintah dimana jika iman yang sesungguhnya merasuk kedalam orang-orang yang beriman dan dijalankan didalam kehidupan dan sistem pemerintahan mereka, serta mencakup seluruh ucapan dan perbuatan kaum muslim dan memberikan perhatian hanya untuk Allah, maka Allah tidak akan memberikan orang-orang yang tidak beriman suatu kelebihan atas orang-orang yang beriman. Untuk menjamin kemenangan di setiap tempat dan waktu, maka kita selamanya harus memberikan prioritas di atas iman kita dan persyaratan-persyaratannya. Dan adalah iman itu sendiri yang menghendaki kekuatan dan kemandirian diri kita. Iman ini menghalangi kita dari usaha-usaha musuh kita dan tidak mencari pertolongan kepada selain Allah SWT.”
            Kedua, Islam mendorong kaum muslim untuk melengkapi diri mereka dengan sains dan tekologi, untuk menjamin kemerdekaan dan perkembangan masyarakat Islam, demi menjaga aspek-aspek spiritual. Allah SWT telah menyeru kaum muslim untuk memperkuat pertahanan mareka, sekaligus ditambahkan tujuannya, yaitu untuk memperlemah musuh Allah yang mana mareka juga musuh umat Islam sendiri.[116]



                         
5. PERBEDAAN PENDAPAT DI KALANGAN ULAMA

Akhir-akhir ini banyak sekali dari ilmuwan yang mengemukakan sebuah penemuan dengan dalil Al-Quran, seolah sebagai pembenaran dari Al-Quran itu sendiri. Di antara mereka adalah Harun Yahya, M.Rehilli, Dr. Mehdi Golshani dan ilmuwan-ilmuwan lain yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu di sini. Sejak dahulu para ulama sudah banyak yang berselisih pendapat mengenai tafsir ilmiah Al-Quran sesuai dengan ilmu-ilmu kontemporer yang kita temui sekarang ini.
Adapun pengertiannya adalah penafsiran-penafsiran yang menggunakan perangkat ilmu-ilmu kontemporer, yaitu penemuan-penemuan dan teori-teorinya untuk menjelaskan makna serta pengertian suatu ayat Al-Quran. Perselisihan yang terjadi antara ulama satu dengan yang lainnya tidak berhenti sampai di sini, banyak ulama-ulama yang memperbolehkan ilmuwan untuk menafsirkan ayat dengan cara tersebut, namun tak sedikit yang melarangnya.
Di antara ulama yang sangat keras pelarangannya dalam masalah penafsiran Al-Quran dengan dalil-dalil seolah sebagai pembenaran dari Al-Quran itu adalah Syaikh Syaltut[117]Beliau melarang mereka –para cendekiawan- yang menganalisis Al-Quran, menelitinya dan menafsirkannya berdasarkan teori-teori ilmiah kontemporer, lalu menyelaraskan dengan kaidah-kaidah ilmu alam. Mereka merasa telah berkhidmad kepada Al-Quran dan mengangkat nama Islam.
Menurut Syaikh Syaltut, hal ini adalah kesalahan karena dangan hal itu bisa membatasi Al-Quran, wahyu yang otentik sepanjang masa dengan sebuah ilmu kontemporer yang bersifat temporal atau sementara. Hal itu tidak boleh terjadi, menafsirkan sesuatu  yang mutlak kebenarannya dengan sesuatu yang masih bersifat sementara atau relatif, contoh nyatanya adalah  yang terjadi pada paham Geosentris[118] yang mana diyakini kebenarannya pada satu masa, kemudian tergantikan oleh paham Heliosentris[119] yang masih kita percaya kebenarannya sampai sekarang. Hal ini menunjukan bahwa Ilmu pengetahuan itu bersifat relatif, maka ia bisa berubah jika suatu saat, di masa yang datang setelahnya ditemukan teori baru yang lebih tepat dan akurat sehingga memaksa teori sebelumnya untuk dihapus dari daftar ilmu pengetahuan karena posisinya sudah tergantikan. 
            Maka, Syaikh Syaltut berpesan agar kita membiarkan Al-Quran dengan keagungan dan kemuliaannya yang tetap menjaga kesucian dan kesakralannya. Harus kita ketahui bahwa sesuatu yang terkandung di dalamnya berupa isyarat berbagai rahasia makhluk dan berbagai mozaik alam yang dimaksudkan untuk merangsang aktifitas kajian dan analisis, agar manusia semakin bertambah keimanannya pada kebesaran Allah SWT Sang Maha Pencipta.
Al-Quran diturunkan bukan untuk menerangkan tentang alam semesta saja, tapi ia juga sebagai pegangan dan pedoman manusia untuk menjalani kehidupan ini dengan jalan yang lurus, bukan di jalan yang menyalahi aturan Allah SWT. Ayat-ayat Al-Quran tidak hanya menerangkan tentang alam saja, melainkan tentang hukum-hukum segala sesuatu, karena Al-Quran mencakup segalanya.
            Namun, pendapat Syaikh Syaltut ini sangat bertentangan dengan pendapat Imam Ghazali, dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, beliau mengutip pendapat-pendapat Ibnu Mas’ud yang mengatakan bahwa siapa yang menginginkan ilmu-ilmu orang-orang terdahulu dan kemudian, hendaknya ia mendalami Al-Quran, menurut beliau, tidak ada seorang pun yang mampu mengetahui kesempurnaan makna firman Allah SWT, misalnya dalam surat Al-Infithar: 6-8,[120] orang tidak akan mampu memahami makna ayat ini, kecuali dia orang yang mengetahui anatomi dan fisiologi tentang anggota tubuh manusia, baik lahir maupun batin, termasuk jumlahnya, macam, fungsi dan perannya. Imam Ghazali lebih cenderung untuk mendukung para cendekiawan yang dikecam oleh Syaikh Syaltut, menurut beliau ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh manusia dari generasi lama dan generasi baru tidak akan pernah keluar dari ayat Al-Quran.
Sedangkan pendapat Syaikh Yusuf Qardhawi, beliau mengambil sikap sebagaimana peninjauan terhadap suatu permasalahan dan pemikiran yang berbeda selalu didapati dua kecenderungan yang sama ekstrim, pada satu sisi kita menolak kecenderungan mentah-mentah untuk memasukkan ilmu pengetahuan alam dalam bidang tafsir, dengan maksud ingin menjauhkan Al-Quran dari praktik trial and error sesuai dengan sifat ilmu pengetahuan yang kesimpulannya selalu berubah-ubah dan kecenderungan lain yang juga terlalu ekstrem dan berlebihan dalam menggunakan ilmu pengetahuan umum dalam penafsiran Al-Quran yang terlalu memaksakan diri dalam menginterpretasikan Al-Quran sehingga seolah memaksa Al-Quran mencakup ilmu pengetahuan tersebut.
Dan adapula yang bersikap di tengah-tengah mereka -tidak terlalu menerima dan tidak terlalu menolak-. Untuk kelompok terakhir ini harus menggunakan beberapa prinsip, yaitu:[121]
a.       Harus mengetahui prinsip-prinsip dasar ilmu tersebut. Prinsip ini sangat penting bagi mereka yang hendak menafsirkan Al-Quran sebagaiman fatwa tentang masalah fiqih yang selalu berkembang, fatwa dan hukum hendaknya disesuaikan dengan tempat dan waktu, maka penafsiran AL-Quran, penjelasan Hadist dan metode dakwah harus pula disesuaikan dan sejalan dengan masanya serta orang-orang yang hidup di zaman itu.
b.      Perhatian seorang spesialis ilmu pengetahuan pada apa saja yang tidak menjadi perhatian orang lain. Hal yang lazim diketahui bahwa setiap penafsiran Al-Quran dipengaruhi oleh keilmuannya yang spesifik, penafsiran Al-Quran oleh seorang ahli fiqih pada salah satu ayat Al-Quran akan berbeda dengan penafsiran ilmu kalam, juga belum tentu sama dengan ahli bahasa. Bahkan setiap pembaca Al-Quran akan memahaminya dan mengambil kesimpulan darinya sesuai dengan pengetahuan yang ia miliki dan orientasi masing-masing yang berbeda.
c.       Syarat penggunaan perangkat ilmu pengetahuan dan tafsir:
·         Berpegang pada fakta ilmiah bukan sekedar hipotesis
·         Menjauhi pemaksaan diri dalam memahami nash
·         Menghindari untuk menuduh umat yang lain dan yang tidak sependapat adalah bodoh
            Sayangnya, ada beberapa pihak yang tidak mengindahkan ketiga syarat ini sehingga mereka memaksakan pemahaman mereka dalam penafsiran ilmiah Al-Quran, sehingga menghasilkan kesimpulan yang ditolak oleh kelompok kalangan lain.
Telah disebutkan sebelumnya bahwasannya menghubungkan antara Tafsir Al-Quran dengan Sains masih menjadi perdebatan panjang di antara ulama, namun Dr. Mehdi Golshani[122] lebih condong kepada pembenaran untuk mempelajari ilmu alam dari kacamata Islam, dia telah mencoba melihat sejauh mana konsepsi Islam mengenai ilmu dapat sesuai dengan ilmu-ilmu kealaman. Studi Al-Quran dan Sunnah menunjukan bahwa karena dua alasan fundamental, Islam mengakui signifikansi sains: Alasan yang pertama adalah dengan melihat peranan sains dalam mengenal Tuhan sendiri dan yang terakhir peranannya dalam stabilitas dan pengembangan masyarakat Islam.


8. KESIMPULAN

            Sains selalu berkembang sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Oleh karena itu, semakin maju peradaban manusia, semakin maju juga sains dan teknologinya. Teknologi memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, memberi kemudahan dalam kehidupan manusia. Teknologi tidak akan terwujud tanpa adanya sains, karena sains sendiri adalah cikal-bakal dari adanya teknologi itu sendiri. Sedangkan sains juga tidak akan pernah ada jika saja Allah SWT tidak berbaik hati untuk menciptakan rasa ingin tahu dalam diri manusia.
            Dalam ilmu psikologi pernah diutarakan bahwa anak usia balita yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi cenderung tumbuh lebih cerdas dari sebayanya yang rasa ingin tahunya rendah. Hal ini terbukti adanya, karena anak yang ingin tahu selalu saja bertanya untuk menemukan jawaban yang bisa memuaskan rasa ingin tahunya.  Jawaban-jawaban yang ditemukan itulah yang yang menghasilkan sains.
            Manusia yang senantiasa berpikir tentang alam dan penciptaannya dapat menemukan jalan untuk menemukan Tuhannya, Sang Pencipta alam itu sendiri. Hal ini juga terjadi dalam kisah Nabi Ibrahim AS yang sudah sering diceritakan, tentang pertanyaannya akan siapa Tuhannya. Begitu pula Ibnu Tufail, dia yang hidup di hutan juga dapat menemukan Tuhannya karena senantiasa menggunakan akalnya untuk berpikir tentang pencitaan.
            Selain dengan akalnya sendiri, Allah SWT juga telah menuntun manusia melalui kitab suci Al-Quran. Di dalamnya termaktub tentang sains dan menuntut manusia untuk memikirkan tafsiran maknanya. Sedangkan untuk menafsirkannya sendiri tidaklah mudah, memerlukan beberapa ilmu yang harus dikuasainya. Ilmu-ilmu itu adalah intisari dari pada Al-Quran. Jadi setiap muslim dituntut untuk menguasa ilmu-ilmu itu agar lebih dekat dengan Al-Quran.
            Berbicara mengenai sains yang ada di dalam Al-Quran bukan berarti mengklaim Al-Quran sebagai kitab saintik, karena Al-Quran tidak hanya mencakup tentang itu, Al-Quran mencakup segala hal yang berkenaan dengan kehidupan manusia. Maka, banyak sekali perdebatan ulama dalam hal membolehkan pemakaian ayat Al-Quran untuk pembenaran sebuah ilmu pengetahuan. Ini dikarenakan sifat sains sendiri yang selalu berubah dan selalu berkembang, ditakutkan jika ayat pembenarannya sudah dicantumkan ternyata ada perkembangan sains, ayat Al-Quran itu yang disalahkan. Maka, yang dibutuhkan Islam sekarang adalah persatuan antara ulama dan ilmuwannya, agar pemakaian tafsir Al-Quran tidak digunakan dengan sembarangan, karena kesalahan tafsir dapat berakibat fatal. Wallahu A’lam bi as-Showab.














BAB IV

MENYINGKAP RAHASIA AL-QURAN

1.   KEABADIAN AL-QURAN

P
embahasan yang lalu menegaskan bahwa Al-Quran adalah sebuah kitab ng abadi di sepanjang zaman. Karena bila perkataan sepenuhnya benar dan sempurna, maka tidak mungkin ia terbatas oleh zaman, Al-Quran menegaskan kesempurnaanya pada perkataanya :
            “Sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar perkataan yang pasti, dan  bukan merupakan permainan,”[123]
          Pengetahuan yang benar itu merupakan hakikat kebenaran, dasar-dasar akhlaq dan hukum-hukum perbuatan yang dijelaskan Al-Quran merupakan hasil dari kebenaran-kebenaran yang telah mapan, tidak terjamah kebatilan, serta tak akan musnah sepanjang zaman.[124]
            Dan Kami turunkan (Al-Quran)itu dengan sebenarnya dan (A-Quran) itu turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami mengutus engkau (Muhammad), hanya sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.”[125]           
            Al-Quran disusun tanpa penambahan, pengurangan maupun perubahan sedikit pun. Keadaannya selalu terjaga sepanjang zaman.[126] Ketika Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah dan menghilangkan huruf wawu dalam QS 9: 100, ia diprotes oleh para sahabat tanpa memandang jabatannya ketika itu, jadi siapa pun yang merubah isi Al-Quran, baik disengaja ataupun tidak, ia akan mendapatkan protes keras dari para sahabat, bahkan Ubay bin Ka’ab berani mengancam dan menghunuskan pedang pada siapa saja yang berusaha menghilangkan salah satu huruf dalam Al-Quran. Mengetahui tentang cerita ini, kita dapat membayangkan betapa Al-Quran sangat terjaga keasliannya.[127]
            Meskipun imam Ali merupakan orang yang pertama kali menghimpun Al-Quran menurut urutan turunnya, kemudian ia tidak disertakan dalam penghimpunan pertama dan kedua, ia tidak lantas menentang. Bahkan ia menerima mushaf itu dengan lapang dada dan tidak menyatakan masalah apa pun sampai ia menjabat sebagai khalifah. Demikian halnya dengan Imam Ahlul Bait, keturunan Ali dan penerus-penerus keturunannya, tak ada seorang pun yang terlihat menentang mushaf yang ada, mereka tidak mengatakan apa pun, meskipun pada sahabat terdekat mereka. Bahkan mereka selalu menggunakan mushaf itu sebagai pegangan dan menyuruh kaum Syi’ah untuk membaca Al-Quran sebagai halnya kebanyakan kaum muslimin membacanya, namun jika sekarang ada yang sebagian orang Syi’ah yang menyatakan bahwa Al-Quran yang sekarang sudah tidak asli lantaran terlalu fanatik pada Ali dan sangat membenci mushaf Utsmani, maka itu adalah pandangan yang tidak memiliki dasar yang kuat.
            Diamnya Imam Ali yang mushaf himpunannya memiliki perbedaan dalam hal urutan surat dan ayat dengan mushaf lazimnya dikarenakan urutan Al-Quran tidak begitu penting dalam upaya penafsiran Al-Quran dengan Al-Quran, padahal hal itu sangat diperhatikan oleh Ahlul Bait. Tetapi sesuatu yang sangat penting itu sebenarnya adalah memperhatikan keseluruhan ayat Al-Quran dan membandingkan ayat satu dengan ayat yang lain, karena Al-Quran adalah sebuah kitab suci yang abadi untuk semua zaman dan bangsa, dengan kata lain Al-Quran tidak dibatasi ruang dan waktu, baik itu ada peristiwa yang melatar belakanginya ataupun tidak ada peristiwa yang melatar belakanginya.
            Walaupun demikian halnya, tetapi tidak ada salahnya untuk mengetahui dimensi-dimensi ini, jika seseorang mengetahui lahirnya sebuah ilmu pengetahuan, hukum, kisah yang bersamaan dengan turunnya ayat-ayat Al-Quran, maka itu lebih baik baginya.


2. UNIVERSALITAS AL-QURAN

         Al-Quran tidak dikhususkan untuk bangsa tertentu, entah itu bangsa Arab maupun non Arab, begitu juga kaum tertentu, Al-Quran tidak hanya untuk kaum muslim, tetapi ia juga untuk mereka yang bukan muslim, termasuk di sini orang-orang kafir, musyrik, Ahlul Kitab, Yahudi, Bani Israel dan Nasrani. Al-Quran menghujjah semua kalangan dan mengajak mereka semua untuk mengikuti ajarannya. Al-Quran tidak pernah mengkhususkan satu ayat pun untuk Arab saja. Salah satu contohnya adalah ayat berikut ini:
         “Katakanlah: ‘Wahai Ahlul Kitab, marilah menuju kepada keputusan yang sama antara kami dan kamu. Hendaklah kita tidak menyembah kecuali Allah SWT, tidak menyekutukan-Nya, dan sebagian kita tidak menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah,’[128]
         Setelah menelaah ayat di atas, kita dapat menemukan satu bukti bahwa Al-Quran tidak berbicara dengan kata-kata “Wahai Ahlul Kitab Arab….” Memang  , dalam permulaan Islam, ketika dakwah Islam belum tersebar dan keluar dari wilayah Arab, pembicaraan Al-Quran banyak ditujukan kepada bangsa Arab. Namun, sejak tahun keenam Hijrah, setelah dakwah Islam tersebar sampai di luar Jazirah Arab, tidak ada lagi alasan untuk pengkhususan. Selain ayat yang disebutkan di atas, masih banyak ayat-ayat lain yang menunjukan universalitas dakwah Islam.[129] 
         Membicarakan tentang bahasa Arab dan hubungannya dengan Al-Quran, kita akan menemukan keajaiban dan keistimewaan di dalamnya. Al-Quran menggunakan bahasa Arab asli dalam masa keemasannya, ketika bangsa Arab  membanggakan kefasihan dan keindahan bahasa mereka. Pada waktu itu gaya bahasa Al-Quran merupakan cahaya yang berkilauan. Sayangnya, pada abad pertama Hijrah, bahasa Arab kehilangan kefasihan dan keindahan akibat penaklukan-penaklukan yang dilakukan oleh umat Islam. Mereka mulai bercampur dengan bangsa-bangsa non-Arab dan orang-orang yang kurang memahami bahasa Arab sendiri. Sehingga lama-kelamaan kebanggaan mereka mulai berkurang dikarenakan kefasihan mereka yang berkurang pula.
         Walaupun bahasa Arab mulai kehilangan kefasihannya, tidak demikian halnya dengan Al-Quran, ia bukanlah buatan manusia, ia tetap bertahan dengan keindahannya, kemilaunya dan kefasihannya. Tak ada yang meragukan keindahan bahasa Al-Quran, meskipun ia seorang pujangga dan penyair kelas atas sekali pun. Semuanya mengakui  bahwa tak ada yang mampu menandingi kesempurnaan Al-Quran. Bahkan, ketakjuban para penyair itu tak dapat dilukiskan dengan kata-kata.
         Al-Quran diturunkan selama dua puluh tiga tahun secara berangsur-angsur, ia diturunkan tidak dalam satu keadaan, ia diturunkan ketika Nabi Muhammad SAW dalam keadaan senang, sedih, kacau, aman, perang damai dan keadaan yang lainnya, tetapi walaupun keadaannya sedemikian rupa, ini tak mampu membuat Al-Quran berselisih antara satu ayatnya dengan ayatnya yang lain.
          Hal ini menandakan keuniversalannya, karena ia tidak hanya untuk umat Nabi Muhammad yang sezaman dengannya saja, melainkan umatnya yang lain yang datang setelahnya, maha benar Allah SWT yang memberi kita petunjuk melalui kitab suci-Nya yang sempurna. 

3. KESEMPURNAAN AL-QURAN

            Al-Quran memuat dan menerangkan tujuan puncak umat manusia dengan bukti-bukti kuat dan sempurna, dan tujuan itu akan dicapai dengan pandangan realistik terhadap alam, dam dengan melaksanakan pokok-pokok akhlaq dan hukum-hukum perbuatan penggambaran betapa sempurnanya Al-Quran dapat kita lihat di dalam firman Allah SWT:
            Menunjukan kepada kebenaran dan jalan yang lurus,”[130]
            Selain itu Al-Quran ada untuk mengoreksi kitab-kitab yang datang sebelumnya, dikarenakan pada kitab-kitab itu telah terjadi perubahan-perubahan yang telah dilakukan oleh tangan-tangan manusia, kitab yang asli disembunyikan kemudian diganti dengan kitab lainnya yang sesuai dengan jalan pikiran mereka yang telah disesatkan oleh setan yang terkutuk.
            Kami turunkan Al-Quran kepadamu dengan membawa kebenaran untuk membenarkan dan mengoreksi kitab yang sebelumnya.[131]  
            Ayat ini turun setelah ayat yang membicarakan tentang Taurat dan Injil. Al-Quran mengandung pokok-pokok syariat yang sesuai dengan Nabi-Nabi sebelum Muhammad SAW. Ini menunjukan bahwa Al-Quran merupakan kumpulan dari ajaran-ajaran yang terdahulu, ia ada untuk melengkapi yang terdahulu. Tidak ada pertentangan antara ayat Zabur, Taurat, Injil yang asli dengan Al-Quran, hal ini dikarenakan semuanya memiliki tujuan yang sama, berporos pada ajaran tauhid (meng-Esakan Allah SWT).
            Untuk menguatkan tentang hal ini, ayat berikut ini dapat membuktikannya:
            Dia mensyariatkan kepadamu agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh, dan yang Kami wahyukan kepadamu, dan agama yang telah diwasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa,”[132]
            Al-Quran adalah kitab suci yang meliputi segala sesuatu, termasuk bidang sains dan masa depan, jadi tidak masuk akal jika ada dikotomi antara kehidupan modern dengan Al-Quran. Selain itu, Al-Quran juga sangat sesuai untuk kehidupan berpolitik. Negara yang dibangun berdasarkan Al-Quran akan menjadi negara yang kuat, sedangkan negara yang menganut paham sekularisme dan meninggalkan ajaran Al-Quran hanya akan menemukan kebahagiaan duniawi yang semu dan jauh dari kebahagiaan yang hakiki, yaitu kehidupan akhirat. Beruntunglah bagi mereka yang senantiasa hidup dalam naungan Al-Quran.
            Kami menurunkan Al-Quran kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu.”[133]
            Sejarah Al-Quran yang cukup panjang telah diuraikan pada bab pertama dengan jelas dan gamblang tanpa menyisakan kesimpang-siuran, jelas sekali tertera di sana, sejak masa turunnya hingga sekarang di zaman yang serba modern ini.
            Ayat-ayat dan surat-suratnya tak putus-putusnya dibaca, ditelaah dan diperbincangkan oleh kaum muslimin. Mereka semua sudah tahu dan sangat sadar bahwa Al-Quran yang ada pada zaman sekarang sama dengan Al-Quran yang diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW empat belas abad yang lalu. Maka dari itu, Al-Quran tidak membutuhkan bukti sejarah untuk membuktikan keotentikannya.
            Al-Quran menyebutkan sifat-sifat yang ada padanya, jika kita meyesuaikan sifat-sifat Al-Quran dengan yang ada sekarang, kita tidak akan menemukan perbedaan antara masa lalu dengan masa sekarang, Al-Quran dari dulu hingga kini belum ada yang dapat menandingi kehebatan suratnya, Allah telah menantang hamba-Nya yang masih meragukan wahyu Allah ini, maka Dia mempersilahkan untuk membuat yang semisal dengannya, namun sejak zaman Rasulullah SAW hingga kini pun tak ada seorang pun yang mampu membuat tandingannya, meskipun dengan  bantuan jin dan lainnya.
            Sebut saja sifat-sifat Al-Quran yang luar biasa yang tidak dimiliki kitab suci sebelumnya: Al-Quran adalah cahaya, petunjuk, menuntun manusia kepada Yang Haq (Allah) dan kebenaran, menjelaskan apa saja yang dibutuhkan manusia dan sesuai dengan fitrahnya yang suci, ia adalah firman Allah SWT. Jika masih ada yang tidak percaya, hendaklah manusia dan jin bekerja sama untuk mendatangkan apa yang seperti Al-Quran, atau hendaklah mereka mendatangkan seseorang semisal Nabi Muhammad SAW yang buta huruf dan tidak pernah belajar selama hidupnya. Apa yang dikatakannya belum pernah ada yang mengatakannya sebelumnya, tidak ada pertentangan di dalamnya, jika ada ayatnya yang dihapus, maka penggantinya tidak mungkin lebih buruk dari ayat sebelumnya, tetapi sudah dapat dipastikan penggantinya lebih baik atau setidak-tidaknya memiliki kebaikan yang sama dengan sebelumnya, gaya bahasa Al-Quran sangat indah, maka tidak heran jika di awal turunnya banyak yang menyangka bahwa ia adalah karya sastra yang sangat hebat, hukum-hukum di dalamnya tidak bertentangan satu sama lain, Allah SWT hanya mengganti suatu hukum jika di dalamnya ada kendala atau halangan yang menyebabkan suatu hukum dalam Al-Quran berubah, misalnya: hukum diperbolehkannya membatalkan puasa Ramadhan bagi yang sakit, tua dan kendala lainnya, diperbolehkannya makan bangkai yang haram jika tidak ditemukan yang lainnya, maka ini bukanlah tanda bahwa hukum-hukum di dalam Al-Quran terdapat keruwetan, lebih dari itu, Al-Quran telah memuat segala hal selengkap-lengkapnya, bahkan meliputi kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi dalam kehidupan manusia, Al-Quran memang sangat sempurna dan lengkap, hal ini tidak mungkin terwujud jika saja tidak datang dari Yang Maha Sempurna.
            Al-Quran menuntut manusia ke jalan Yang Haq dan kebenaran dengan cara yang luar biasa, karena di dalamnya terdapat penjelasan yang lengkap tentang rahasia-rahasia alam dengan bukti yang rasional dan terperinci, walaupun masih ada beberapa ayat yang masih bermakna umum, bukan berarti Al-Quran tidak lengkap, tetapi Al-Quran memaksa manusia yang sudah dikaruniai akal untuk berpikir lebih jauh lagi tentang rahasia yang tersembunyi dari ayat-ayat yang bersifat umum tadi. Al-Quran tidak menyebutkan rumus-rumus matematika, fisika, kimia dan lain sebagainya, tetapi Al-Quran menyiapkan kuncinya, hanya saja ia menunggu siapa yang akan mengambil kunci itu, kemudian membuka tabir di balik rahasia yang ada.
            Seharusnya ini menjadi PR yang besar bagi ilmuwan muslim, sayangnya ilmuwan muslim banyak yang kurang peka terhadap ayat-ayat Al-Quran, sehingga sering terjadi kunci itu terambil oleh ilmuwan non-muslim dikarenakan kepekaan mereka dalam membaca ayat kauniyah dan segala fenomena yang ada di alam ini. Sebenarnya ilmuwan muslim di masa lampau sudah berusaha keras untuk menemukan rahasia alam, bahkan beberapa dari mereka sudah menelurkan karya yang luar biasa, sayangnya ada beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran sains di kalangan umat Islam saat ini, mengenai masalah ini selengkapnya akan dibahas pada bab ke-enam.
            Manusia memiliki banyak kebutuhan dalam hidupnya, tetapi yang paling dibutuhkannya adalah iman, jika pun ada yang mengaku dapat hidup tanpa iman, ia sedang berbohong dan ini hanya omong kosong belaka, karena di dalam hatinya ia membutuhkan pegangan, manusia adalah makhluk religius yang harus memiliki sesuatu untuk diyakini dan dijadikan pedoman, maka Allah SWT telah menyiapakan Al-Quran sebagai dasar manusia, khususnya umat Muhammad SAW untuk menjalankan kehidupannya di muka bumi ini.
            Al-Quran menjadikan tauhid sebagai dasarnya, kemudian dari tauhid inilah adanya akhlak yang mulia, maka di dalamnya terdapat amalan-amalan yang mampu mengantarkan manusia menuju ke surga beserta kabar tentang kenikmatan tingga di sana, hal ini penting sekali bagi manusia untuk memicu manusia agar selalu berbuat kebaikan untuk kehidupannya di akhirat kelak.
            Sebaliknya, Al-Quran juga mengabarkan keburukan-keburukan yang bisa mengantarkan manusia ke jalan sesat dan kepedihan, yang mengantarkan manusia menuju neraka yang apinya menyala-nyala.
            Jika manusia ingin mendapatkan contoh konkret dari akhlak manusia yang sempurna, Allah SWT telah mengutus Nabi-Nya untuk menjadi teladan bagi manusia itu sendiri. Maka di sinilah wahyu itu sangat dibutuhkan, terkadang manusia memang sudah pandai dan merasa membutuhkan ibadah untuk menyembah kekuatan di atas kekuatan mereka, sayangnya manusia juga rentan untuk disesatkan oleh setan-setan yang memang senantiasa mengganggu dan membisiki manusia untuk selalu mengikuti jalan kesesatan, jadi tidak perlu heran jika ada yang mengikuti paganisme, menyembah patung-patung yang tidak mampu berbicara, tak bisa mendengar, apa lagi mengabulkan permintaan penyembahnya, ada juga yang menyembah sapi sehingga mengharamkan diri sendiri untuk memakannya, juga pohon, matahari dan lain sebagainya yang dianggap memiliki kekuatan yang besar.
            Maka wahyu yang diturunkan pada para Nabi itulah yang mengemban tugas untuk mengembalikan manusia ke jalan yang lurus agar manusia dapat hidup sesuai dengan fitrah kemanusiaannya, sesuai dengan tujuan penciptaannya, untuk beribadah hanya kepada Allah SWT, bukan menyembah tandingan-tandingan-Nya.
            Menyadari akan pentingnya Al-Quran dan Sunah ini, maka setiap umat Islam harus mengikuti keduanya, jika ada umat Islam yang mengikuti perkataan kaum orientalis yang mengatakan bahwa umat Islam hanya membutuhkan Al-Quran saja, tidak membutuhkan Hadist, itu adalah sebuah kebohongan besar. Karena jika umat Islam mengikuti keduanya secara menyeluruh, maka akan terciptalah kehidupan beragama yang sempurna, kaffah.
            Jika ada muslim yang mengikuti salah satu ajaran dan meninggalkan ajaran yang lain, ia belum bisa dikatakan sebagai muslim yang kaffah, ia masih setengah-setengah dalam menjalankan agamanya, jika itu terus berlanjut maka keimanannya pada Allah SWT juga perlu diragukan dan perlu dikoreksi lagi.
           
4. KESIMPULAN

            Setelah pembahasan tentang Al-Quran yang universal, sempurna dan abadi, maka harus ditanamkan keyakinan bahwa Al-Quran adalah kitab suci yang benar-benar asli dan tidak perlu diragukan lagi keotentikannya. Setiap muslim harus menyadarinya agar ia selalu berusaha untuk mencintai Al-Quran, mencoba untuk menelaah kandungan dan makna yang ada di dalamnya.
            Umat Islam tidak lantas berhenti pada tahap pembelajaran dan penelaahan isi Al-Quran saja, atau hanya berbangga dengan kitab sucinya. Karena hal yang terpenting untuk dilakukan adalah mengamalkan apa yang telah dipelajari, paham saja tidak cukup, tetapi pemahaman yang diiringi dengan amalan-amalan yang sesuai dengan petunjuk Allah yang sudah termaktub di dalam ayat-ayat-Nya.
            Memang sudah menjadi tugas manusia untuk beribadah kepada Allah SWT, karena tujuan diciptakannya memang untuk demikian dan membaca Al-Quran adalah salah satu bentuk ibadah yang sangat dianjurkan.
            Sungguh sesuatu yang mengherankan, jika ada umat Islam yang meninggakan petunjuk yang telah diberikan. Ibaratnya seperti orang yang sedang menempuh perjalanan, lantas membuang peta yang ada di tangan. Di sini penulis tidak sedang menyamakan peta dengan Al-Quran, karena petunjuk Al-Quran lebih lengkap dari pada hanya sekedar peta. Jika peta hanya menunjukan rute perjalanan yang perlu di tempuh manusia dalam perjalanan menuju ke tempat tujuannya. Al-Quran tidaklah demikian, dengan bahasanya yang mudah untuk dipelajari, Al-Quran menjelaskan keadaan manusia sebelum memulai perjalanan, sekaligus keadaan setelahnya, apa yang akan di dapatkan manusia setelah menempuh perjalanan panjangnya itu.
            Sekarang, pilihannya ada di tangan manusia, barang siapa yang senantiasa mengikuti petunjuk, ia akan sampai di tempat tujuannya (alam akhirat) dengan selamat. Namun jika ia tidak menghiraukan petunjuk yang ada, mempersilahkan orang lain untuk merusak petunjuknya (orientalis dan non-muslim lain yang hendak merusak Al-Quran), maka hanya tinggal menunggu saja, kecelakaan, kesesatan dan siksa yang pedih telah menunggu di masa depannya.
            Maka, beruntunglah bagi mereka yang mengikuti Al-Quran, kitab suci yang selalu dijaga oleh Pemiliknya, kitab suci yang akan memayungi pencintanya di padang mahsyar, kitab suci yang tidak akan didatangan kebatilan padanya baik dari depan, belakang, atau dari arah manapun.
            “Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al-Quran ketika itu disampaikan kepada mereka (mereka pasti akan celaka), dan sesungguhnya (Al-Quran) itu adalah kitab yang mulia. (yang) tidak akan didatangi oleh kebatilan baik dari depan maupun dari belakang (pada masa lalu dan yang akan datang, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana, Maha Terpuji.” [134]
BAB V 

AL-QURAN DIHUJAT


1.      SERANGAN BARAT TERHADAP Al-QURAN
S
ebelum membicarakan tentang masalah ini, perlu diketahui makna dari Barat terlebih dahulu, Barat yang dimaksud penulis di sini bukanlah setiap negara yang berada di Barat, karena banyak kaum muslim yang tinggal di kawasan Barat, Barat yang perlu kita bahas di sini adalah mereka yang memiliki dendam kesumat pada Islam sejak dulu, mereka adalah orang-orang yang telah gagal dalam upaya untuk memerangi Islam melalui perang salib. Terlebih lagi sekarang mereka dibantu oleh antek-antek Zionisme Yahudi yang sangat antipati terhadap Islam. Baik Yahudi maupun Nasrani keduanya sama-sama takut akan kegemilangan Islam, mereka yakin bahwa musuh terbesar mereka untuk menguasai dunia tidak lain adalah umat Islam, yang mereka takutkan bukanlah umat Islam yang kurang memperhatikan agamanya,  bukan pula yang tidak bisa diandalkan dan enggan untuk berpikir tentang kemajuan Islam. Namun, yang mereka khawatirkan adalah umat Islam yang selalu aktif, inovatif dan selalu berupaya untuk bangkit dari keterpurukan dan selalu yakin akan kembalinya kejayaan Islam.
Maka, Yahudi-Nasrani mulai diidentikan dengan sebutan Barat, sedangkan umat Islam sendiri lebih identik dengan sebutan Timur, jadi tidak salah jika ada seorang muslim yang berperilaku ala Barat terkadang mendapatkan komentar, “Dia itu sudah terkontaminasi dengan budaya Barat dan mulai meninggalkan budaya Timurnya,”
Segala daya upaya telah diusahakan oleh Barat untuk membalas dendam atas kekalahan perang salib, namun kegagalan demi kegagalan harus mereka terima karena persatuan Islam, tekad berjihad serta semangat untuk terus membela Islam sudah terpatri kuat di dalam hati setiap muslim sehingga mereka tidak tergoyahkan, akhirnya  mulai menyadari bahwa Islam tidak akan mungkin mampu untuk dikalahkan dengan kekuatan pedang. Islam hanya bisa dikalahkan dengan kelicikan dan kekuatan akal, maka mulailah mereka menyerang dari segi kekuatan intelegensi, terutama untuk kaum cendekiawan dan ilmuwannya. Mereka mulai dengan usaha brain wash, menggencarkan gerakan Orientalis, kemudian menggabungkan kekuatan Zionisme Yahudi dan Missionaris Nasrani yang sama-sama besar dan berpengaruh.[135]
Missionaris adalah salah satu agen Barat yang sangat gencar dalam menyerang Islam, mereka mengimbangi gerakan para da’i-da’i muslim dengan berbagai cara, mereka mendatangi pemukiman-pemukiman muslim yang masih terbelakang, menjanjikan pendidikan dan kehidupan yang layak bagi mereka yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka berbuat seolah-olah sebagai dewa penolong yang menebar kebaikan di muka bumi. Padahal, tujuan mereka tidak lain adalah untuk merusak aqidah dan akhlak umat Islam agar memudahkan bagi mereka untuk melemahkan umat Islam yang mereka yakini memiliki kekuatan yang sangat besar. Mereka berusaha meninabobokan umat Islam, karena jika umat Islam sudah bangkit dan bersatu, dapat dipastikan akan menjadi kakuatan yang maha dasyat atas seizin Allah SWT.
Sejarah dari pada Missionaris sendiri sudah sejak abad ke-10 H, tadinya gerakan ini hanyalah gerakan yang kecil-kecil, namun karena organisasinya yang rapi dan teratur disertai dengan perkumpulan-perkumpulan yang berkesinambungan, maka menjelmalah gerakan kecil ini menjadi kekuatan yang besar.[136] Mereka mulai mengembangkan sayap dengan cara menyerang Al-Quran dan Al-Hadist. Membuat tiruan-tiruan kaligrafi ayat-ayat Al-Quran dengan ayat-ayat Injil, atau merekam ayat-ayat injil dengan nada yang menyerupai tartil Al-Quran, sehingga didapati pemandangan yang menggelikan di desa-desa terpencil yang mana kegiatan keagamaannya cukup bagus, tetapi tidak diikuti dengan keilmuan yang mumpuni, sehingga kaligrafi yang nyeleneh itu sukses menghiasi rumah-rumah mereka dan lantunan ayat injil yang menyerupai Al-Quran mereka perdengarkan. 
Sedangkan Orientalis juga memiliki peran yang sangat besar dalam upaya penyerangan Islam, bahkan serangan mereka lebih mengena dari pada Missionaris, karena mau tidak mau harus diakui keberadaannya memiliki pengaruh yang teramat besar bagi perkembangan Islam di zaman sekarang. Tujuan mereka tidak lain adalah untuk menyerang Islam, agar umat Islam mengagung-agungkan pemikiran Barat yang tidak berasaskan Al-Quran maupun Al-Hadist. Selain itu mereka ingin agar umat Islam dengan senang hati mengabdi pada Barat, mengikuti kemauan Barat dan berbuat sesuai dengan tujuan Westernisasi.
Sekilas, tujuan Missionaris memang memiliki banyak persamaan dengan Orientalis, tapi perbedaan mereka adalah dari metode yang mereka gunakan. Jika Missionaris menyerang melalui sekolah-sekolah, rumah sakit dan lembaga kemanusiaan, tidak demikian halnya dengan Orientalis, gerakan mereka lebih terselubung dan hampir tidak terasa, kecuali bagi mereka yang berpandangan kritis dalam menghadapi suatu masalah. Metode yang dipakai oleh Orientalis terbilang cukup cerdas, bahkan menurut penulis sendiri yang membedakan antara Missionaris dan Orientalis adalah jika yang menjadi target sasaran Missionaris adalah mereka yang terbelakang dan kurang mendalami ilmu agama, maka yang menjadi target Orientalis adalah cendekiawan muslim yang tingkat keilmuannya sudah tidak diragukan lagi.
Maka, penulis berpendapat bahwa kekuatan Missionaris dan Orientalis memang sama-sama tangguh, namun yang lebih berbahaya adalah Orientalis, karena cendekiawan muslim yang menjadi target mereka, seharusnya mereka yang menjadi pelopor dalam kebangkitan Islam, jika mereka yang seharusnya bisa diandalkan untuk memajukan Islam malah menggerogoti Islam dari dalam, siapa lagi yang akan mengupayakan kebangkitan Islam?
Karena itu, perlu disimak di sini beberapa pandangan Muhyi Ad-Din Hasan Al-Qhodmany di dalam bukunya “Qhodoya Hammad fi Hadhiri Al-A’lam Al-Islamiyah”, ia mengungkapkan berapa metode yang digunakan oleh Missionaris dan Orientalis dalam menyerang Islam, antara lain sebagai berikut:
  1. Mereka meyakinkan pada umat Islam bahwa keterbelakangan umat Islam dikarenakan mereka mengikuti ajaran atau syariat Islam yang terlalu mengekang, tidak membebaskan umatnya untuk berkehendak sesuai keinginan. Maka tidak heran jika mereka selalu mendengungkan isu HAM yang sebenarnya dilanggar oleh mereka sendiri. Mereka juga menyebarkan isu bahwa kemajuan Barat lebih dikarenakan paham-paham mereka yang mereka anggap maju dan sangat sesuai dengan zaman. Seperti: Materialisme, Sekularisme, Feminisme, Liberalisme dan isme-isme lainnya yang kebanyakan mengacu pada Atheisme.
  2. Selain itu mereka juga menyerang dari kitab suci umat Islam yang tidak lain adalah Al-Quran, mereka menggencarkan serangan pada umat Islam bahwasannya Al-Quran bukanlah wahyu yang bica dipercaya, sesungguhnya Muhammad SAW telah mengambil ayat-ayatnya dari kabar yang ia dapatkan dari kaum pendahulunya, yaitu Yahudi dan Nasrani, dua agama yang keberadaannya mendahului Islam. Melihat kenyataan ini, penulis sengaja menuliskan sejarah turunnya Al-Quran dengan sangat mendetail (lihat pada bab I).
  3. Hadist-hadis Nabi Muhammad SAW, menurut mereka tidak diperlukan lagi, umat Islam hanya membutuhkan Al-Quran saja. Mereka mengungkapkan hal yang demikian dengan dalih bahwasannya Hadis itu adalah hasil rekayasa umat Islam yang baru lahir jauh setelah wafatnya Sang Nabi, dengan kata lain mereka mengungkapkan bahwa hadist-hadist yang ada di tengah-tengah umat Islam sekarang adalah Hadist palsu yang tidak bisa dipercaya keasliannya. Bagi umat Islam yang belum pernah belajar tentang Ulum al-Hadist dan Mustalah al-Hadist serta tidak pernah mendengar tentang matan, rawi, sanad dan istilah lainnya yang berhubungan dengan hadist, bisa saja terpengaruh dengan isu yang mereka sebarkan, dampaknya bisa luar biasa, umat Islam bisa saja meninggalkan sunnah Rasul atau amalan-amalan yang telah diajarkan Rasulullah SAW.
  4. Mereka berupaya untuk meyakinkan umat Islam bahwa sesungguhnya akhlak itu tidaklah tetap, akhlak selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman dan harus sesuai dengan modernisasi, maka akhlak tidak harus mengikuti satu aturan saja. Jika point yang ke-4 ini dianalisa kembali, kemudian disesuaikan dengan fakta mengenai akhlak umat Islam masa kini, khususnya pemuda-pemudinya, setiap orang tua muslim yang memiliki anak yang menginjak usia remaja pantas mengelus dada. Karena metode yang mereka gunakan dalam upaya mencuci otak dan merubah akhlak umat Islam terbilang berhasil. Banyak contoh yang dapat diambil, beberapa diantaranya adalah banyaknya pemuda-pemudi Islam yang sudah menyepelekan adab bergaul, mereka sudah beranggapan bahwa bergaul secara Islami adalah kuno, orang yang belum memiliki pasangan (padahal belum menikah) dianggap ketinggalan zaman, sedangkan mereka yang mau mengikuti gaya hidup ala Barat, berpakaian layaknya artis Barat, dan mendewakan peragaulan bebas adalah manusia-manusia modern.
  5. Menurut mereka (baca:Barat), jika umat Islam ingin maju dan memiliki peradaban yang tinggi seperti Barat, mereka harus mengikuti cara yang telah dipakai oleh Barat, misalnya Sekularisasi, jadi umat Islam (jika ingin maju) harus meninggalkan segala aturan yang telah ditetapkan oleh agamanya, meninggalkan Al-Quran dan As-Sunnah, meninggalkan hukum-hukum Islam, memisahkan antara agama dan negara.
  6. Mereka menganggap ada 3 hal yang paling berbahaya dari Islam, yaitu: (1) Saat umat Islam menghilangkan demokrasi dari negaranya dan mengubah cara bernegaranya menjadi khilafah[137], jika itu benar-benar terjadi, maka kekuatan Islam akan menyatu di bawah pimpinan satu khalifah, maka akan sulit sekali untuk memecah-belah, mengadu domba umat Islam. (2) Saat umat Islam mengagung-angungkan kata Jihad melawan kebatilan, orang-orang Barat sangat takut dengan kata-kata jihad. Tidak mustahil jika pikiran mereka langsung tertuju pada aksi bom bunuh diri, penganiayaan, pembunuhan dan perusakan lainnya saat mereka mendengar kata jihad. Intinya, orang-orang yang gemar berjihad adalah para teroris yang harus segera dibasmi eksistensinya. Jangan dibiarkan hidup orang-orang yang berjihad itu, jihad sama halnya dengan teroris, maka jihad adalah kejahatan. Begitulah cara mereka berpikir, mereka mendoktrin bahwa jihad adalah teroris, mereka mengutip ayat-ayat Al-Quran yang memerintahkan umat Islam untuk berjihad, mereka sengaja mengubah tafsirnya menjadi salah kaprah sehingga seakan-akan Al-Quran menganjurkan umat Islam untuk menjadi teroris. Padahal jika ditinjau kembali teroris itu adalah mereka sendiri, bukti nyata yang masih ada sampai sekarang adalah penyerangan Palestina secara tidak manusiawi dan adanya penjara Guantanamo yang banyak menangkap orang-orang yang tidak bersalah dengan tuduhan yang dibuat-buat, selain itu perbuatan Geert Wilders yang mengutip ayat sepotong-sepotong juga sesuatu yang tidak bisa dimaafkan dan menyalahi etika.[138] Tidak berhenti sampai di sini mereka juga mengatakan bahwa agama Islam menyebar dengan jalan perang, dengan pedang yang ditebaskan, seolah-olah Islam buklanlah agama yang cinta akan kedamaian.(3) Saat datangnya bulan Dzul hijjah, bulan dimana orang-orang muslim di seluruh penjuru dunia, baik yang berkulit hitam, putih, merah, kuning, maupun coklat berkumpul di satu tempat yang  bernama Makkah, melakukan ibadah haji, ibadah yang sanggup menyatukan hati umat Islam, menghilangkan jarak antara orang-orang Islam yang kaya dan yang miskin.
  7. Mereka melancarkan serangan bahwa Pluralisme adalah suatu keharusan, ‘kita harus menyatukan agama-agama’ maksudnya di sini, jangan sampai salah satu pemeluk agama merasa bahwa agama mereka yang paling benar, karena semua agama berorentasi pada kebaikan, tidak ada agama yang menganjurkan pada kejahatan. Maka, semuanya orang baik, baik ia Muslim, Kristen, Yahudi, Budha, Konghuchu, Hindu dan semua agama lainnya bisa masuk surga. Maka, tidak ada larangan untuk mereka yang hendak pindah ke agama lain, karena memang semua agama sama saja. Jadi, tidak diperkenankan adanya orang-orang yang melarang saudaranya untuk memilih agama sesuai dengan kemauannya. 
Setelah memahami ketujuh pendapat yang dikemukakan oleh Muhyi Ad-Din Hasan Al-Qhodmany, perlu diketahui juga tentang beberapa nama yang memiliki andil dalam upaya penyerangan Al-Quran. Orientalis pertama yang perlu kita bahas disini adalahyang Arthur Jeffery, ia adalah salah satu dari orang Barat yang berpendapat bahwasanya sejarah Al-Quran sama dengan sejarah kitab-kitab suci yang lain. Tidak ada yang istimewa mengenainya. Menurutnya, Al-Quran menjadi teks standar yang selanjutnya dianggap suci setelah melalui beberapa tahapan.[139] Selain itu ia juga mengungkapkan pandangannya bahwa setiap kitab suci dari sebuah agama akan memiliki masalah dalam sejarahnya. Ini disebabkan oleh perubahan dalam sejarah teks asli kitab suci tersebut. Kesucian sebuah kitab suci disebabkan oleh sikap dan tindakan masyarakat sendiri, misalnya saja di kalangan Kristen yang telah memiliki empat dari sekian banyak gospel, mengumpulkan sebuah korpurs yang terdiri dari 21 Surat dan menggabungkan dengan pembuatan dan Apokalips yang kesemua itu membentuk Perjanjian Baru.
Jeffery menekankan bahwasannya komunitaslah yang menentukan masalah ini suci dan tidak. Komunitaslah yang memilih dan mengumpulkan bersama tulisan-tulisan tersebut untuk kegunaannya sendiri, yang mana komunitas merasa bahwa ia mendengar suara otoritas keagamaannya sendiri, komunitas yang merasa bahwa ia mendengar suara otoritas keagamaan yang otentik dan sah untuk pengalaman keagamaan yang khusus. Maka, menurutnya Al-Quran harus disikapi secara kritis, karena sejarah semua kitab suci adalah sama, selain itu tafsir kritis bisa mengikuti pendekatan modern sebagaimana yang telah diaplikasikan oleh para orientalis modern ketika mengkaji Al-Quran. Pendekatan modern di sini tidak lain adalah metode kritis-historis. Metode tersebut memang sangat mapan dalam studi Bibel, kemudian metode ini juga diformulasikan oleh para sarjana Bibel karena persoalan teks Bibel yang penuh dengan kesimpang-siuran.
Orientalis kedua adalah Paul Casanova, ia adalah penulis buku “Muhammad dan Kesudahan Dunia”, buku ini ditulisnya tatkala ia sedang menjadi guru besar bahasa dan kesusasteraan Arab di College de France, selain itu ia juga mengajar di Universitas Mesir. Jika diamati buku yang dikarangnya itu, akan ditemukan fakta bahwa Cassanova sangat berambisi untuk membuktikan bahwa Al-Quran telah mengalami penambahan-penambahan yang disesuaikan dengan keadaan pada zaman Abu Bakar dan Umar, hal ini terjadi setelah wafatnya Muhammad SAW.[140]
Pernyataan-pernyataan Cassanova yang ditulisnya di bukunya itu telah menarik banyak kaum cendekiawan muslim untuk mengikuti jejaknya, sebagian membenarkan ucapannya, sebagian lain mulai meragukan kebenaran Al-Quran, terlebih lagi Cassanova banyak memakai dalil logikanya saja, sehingga menurut beberapa orang yang mengagungkan akalnya pendapat Cassanova ini menjadi rasional dan mereka pun mulai sibuk menjari-cari kesalahan yang mungkin ada (menurut mereka) dalam Al-Quran. Tetapi banyak pula cendekiawan muslim yang mengecamnya.

2. HUJATAN-HUJATAN YANG DITUJUKAN PADA AL-QURAN
Sebelumnya telah dijelaskan mengenai Arthur Jeffery dan Cassanova. Di sini perlu ditekankan mengenai pendapat Cassanova yang diungkapkan di dalam bukunya. Casanova menulis dalam bukunya dengan pernyataan sebagai berikut:
“Sebelum masuk kepada inti masalah, maka saya ingin menyatakan bahwa saya sejak pertama kali akan berusaha melemparkan jauh-jauh semua pendapat yang meragukan keikhlasan Muhammad, karena sejarah kehidupan nabi ini menyatakan bahwa budi pekertinya riil, terpuji yang sesuai dengan keadaan nabi yang memiliki kecerdasan yang tinggi sekali, maka cara yang demikian itulah yang dipergunakan untuk memperoleh kekayaan dan martabat, sesudah dahulunya berada di dalam kemiskinan dan keadaan yatim piatu. Lalu Tuhan pun mentakdirkan kepadanya sejak kecil berada dalam buaian kemelaratan dan kesengsaraan. Selain itu diiringi pula dengan kematangan akal pikiran serta kebijaksanaan semenjak turunnya wahyu yang pertama kali kepadanya. Demikian juga dengan tehnik yang dipergunakannya untuk menghimpun kabilah-kabilah Arab demikian jitunya, meskipun dulunya pernah terjadi perpecahan di antara mereka selama berabad-abad. Demikian pula dia mempunyai cara yang unggul untuk mengatur apa-apa yang seharusnya dibiarkan kekal dan apa yang mestinya dibatalkan dari aturan-aturan dasar hidup mereka. Begitu pula dia telah memiliki kemahiran untuk menciptakan gaya dan susunan bahasa yang tiada sanggup seseorang Arab yang lain untuk menandinginya, apa lagi untuk menandingi keagungan buah pikiran yang terkandung di dalamnya. Semua yang saya kemukakan ini menjadi bukti bahwa dia mempunyai pemikiran yang gilang-gemilang tentang kebenaran. Dan bukanlah mimpi atau khayalan yang menjadi keistimewaan kegeniusannya. Akan tetapi yang menjadi keistimewaan manusia jenius ini adalah cita-rasa serta bakat tujuan baiknya di dalam pikiran, paham dan perbuatan.
Demikianlah sanjungan yang diberikan Cassanova yang penuh dengan pujian. Tetapi jika diteliti kembali, banyak ditemukan kejanggalan dari caranya memuji nabi besar Muhammad SWT, jika dirasakan kata-katanya, maka akan disadari bahwa sebenarnya ia ingin menyampaikan bahwa Muhammad adalah orang yang sangat jenius dan pandai, ini memungkinkannya untuk membuat syair indah, yang dapat mengalahkan syair-syair sastrawan Arab yang telah dikenal dengan karyanya yang hebat. Bukankah secara tidak langsung Cassanova telah menuduh Muhammad SAW mampu membuat ayat Quran?, ini hanyalah analisis dari penulis, tetapi siapa pun yang membaca pernyataan Cassanova di atas, pasti akan setuju. Selain itu ia juga banyak mengungkapkan tentang kebangsawanan nabi Muhammad SAW yang menurut mereka tidak benar, padahal itu hanya dugaannya saja, kekeliruan ini telah diikuti banyak orientalis, di antaranya adalah Catini yang berasal dari Italia dalam bukunya “Sejarah Islam”, buku ini cukup spektakuler karena terdiri dari 9 jilid. Ini membuktikan betapa gigihnya kaum Orientalis ini menghujat Al-Quran dengan cara terselubung. Selain Catini, ada lagi yang mengikutui jejak Cassanova, yaitu Girage dan Voltaire. Mereka berusaha keras untuk membuktikan pendapat mereka dengan dalil-dalilyang penuh dengan dugaan-dugaan dan perkiraan semata.[141]
Pendapat yang paling fantastis adalah yang diungkapkan oleh Fater Lements, ia menyatakan bahwa Muhammad adalah seorang anak fakir yang tidak diketahui siapa bapak dan ibunya. Kemudian dipungut dan diangkat menjadi anak angkat oleh keluarga Abdul Munthalib, apakah di tidak pernah mendengar ada pria Arab yang bernama Abdullah dan wanita yang bernama Siti Aminah? Yang mana pernikahan keduanya melahirkan seorang anak yang diberi nama Muhammad? Lelucon ini diungkapkan olehnya dengan dalil yang dinukilnya dari Al-Quran sebagi berikut:
“Apakah Tuhan tidak menemukan engkau dalam keadaan yatim, lalu diberinya engkau tempat berlindung. Dan ditemukannya engkau dahulu sesat, kemudian diberinya engkau petunjuk. Dan dahulunya engkau berada dalam keadaan miskin, lalu dijadikannya engkau orang yang kaya.” (QS Ad-Dhuha: 6-8)
Setelah mengklaim bahwa Al-Quran memiliki sejarah yang tidak valid seperti halnya dengan kitab suci lainnya, para musuh Islam (baik musuh yang nyata maupun musuh terselubung) juga tidak segan untuk menuduh bahwa Al-Quran memiliki kekurangan dan keruwetan. Lalu menganggap bahwa di dalamnya terdapat banyak kesimpang-siuran antara satu ayat dengan ayat lainnya. Memang, bagi orang-orang yang belum belajar tentang Nash dan Mansuh tentu banyak yang belum memahami makna dari Al-Quran. Maka, di sini penulis sengaja menguraikan beberapa hujatan yang ditujukan pada Al-Quran khususnya dalam bidang sains. Mengingat judul besar dalam buku ini adalah korelasi antara sains dengan Al-Quran.

3. KERAGUAN SYI’AH AKAN MUKJIZAT SAINTIFIK AL-QURAN
Dewasa ini, memang banyak dari kalangan umat Islam yang mempelopori teori mereka bahwa dalam Al-Quran ada banyak fakta-fakta dan mujizat saintifik. Banyak halaman-halaman web, buku-buku serta video yang telah dibuat oleh orang-orang Islam yang mencoba menonjolkan Islam dari segi sains, selain itu mereka menambahkan dengan bukti-bukti yang 'tepat secara saintifik' dalam Al-Quran. Kebanyakan tulisan mereka diawali dengan pendahuluan dengan pernyataan seperti berikut :"Suatu hal yang mengagumkan ialah bagaimana Al-Quran 'menangani' ilmu sains. Al-Quran yang diwahyukan dalam abad ketujuh kepada Muhammad SAW mengandungi fakta-fakta saintifik 'yang baru kini ditemui pada abad ini'.” Ahli-ahli sains banyak yang takjub dan kagum lantaran banyaknya ketepatan dan kecocokan ayat-ayat Al-Quran dengan penemuan sains modern.
Ungkapan di atas sering dilontarkan oleh orang-orang Syi’ah, seperti yang diketahui, sembilan puluh persen dari seluruh penduduk dunia saat ini didominasi oleh golongan dari kelompok Sunni, sedangkan sepuluh persennya adalah kelompok Syiah dan kelompok kecil lainnya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa orang-orang Sunni dan Syiah memiliki perbedaan pendapat dalam beberapa hal yang berhubungan dengan masalah kepercayaan. Demikian halnya dengan masalah sains dalam Al-Quran, kebanyakan pendukung kesaintifikan AL-Quran adalah orang-orang sunni, sedangkan orang-orang dari kelompok Syi’ah senantiasa menolak mentah-mentah pandangan mereka ini. Hal ini tersirat dengan jelas dari perbedaan paham mereka.
Berikut ini adalah beberapa fakta yang ditulis oleh Denis Giron[142], di sini dia lebih banyak berbicara tentang Sunni. Menurutnya, jika Al-Quran dihubungkan dengan Sains, maka akan ditemukan beberapa kejanggalan yang tidak masuk akal, beberapa point penting yang perlu diketahui di sini adalah sebagai berikut:
Teori Penciptaan Bumi dalam Al-Quran
Al-Quran menyebutkan dalam Surat 50 ayat 38 bahwa:
"Sesungguhnya telah Kami jadikan beberapa langit dan Bumi dan apa-apa yang diantara keduanya dalam enam hari dan Kami tiada merasa payah ..."
Telah disebutkan dalam sejarah bahwa nabi Muhammad SAW telah dengan hidup berdampingan dengan umat Yahudi dan Nasrani. Menurut orang Syi’ah, banyak ayat Al-Quran yang mengambil isi kandungan dari induknya yang tidak lain adalah Perjanjian lama (Kitab suci Yahudi) dan Perjanjian Baru (Kitab Suci Nasrani) yang menyebutkan hal serupa bahwa bumi telah diciptakan dalam enam hari. Banyak dari umat Islam yang mencoba untuk menghubung-hubungkan antara ajaran Al-Quran dengan sains modern dengan mentafsirkan bahwa 'Satu hari bagi Allah dan  malaikatNya adalah bersamaan dengan 50.000 tahun'. Ini diambil dari surah 70 ayat 4. Jadi, mengikuti hitungan matematika, banyak dari kaum muslim yang mengatakan bahwa bumi telah diciptakan dalam 300.000 tahun (6 hari x 50.000 tahun). Teori ini memang tidak logis, tetapi menarik. Ia menarik karena perhitungan ini tidak didukung oleh kajian sains moden, karena menurut sains modern sendiri penciptaannya telah memakan masa selama beberapa billion tahun untuk mencapai keadaan pada hari ini.
Selain itu, jika melihat dari Al-Quran surat 70 ayat 4 :
"Malaikat-malaikat dan  roh naik kepadaNya dalam sehari  yang lamanya lima puluh ribu tahun."
Ayat ini membawa lebih banyak masalah lagi bagi Al-Quran, karena ayat ini bertentangan secara langsung dengan ayat-ayat Al-Quran yang lain. Misalnya Surat 32: 5 dan surat 22: 47 kedua ayat tersebut menyebutkan bahwa:
"Sesungguhnya sehari disisi Tuhan-Mu seperti seribuTahun dari apa yang kamu hitung."
Sedangkan mengambil masa 300.000 tahun untuk menciptakan bumi tidak sesuai dengan ayat penciptaan.
"Dia yang menciptakan langit dan bumi,  apabila Dia menghendaki mengadakan sesuatu Dia berkata: Jadilah engkau. Lalu jadilah ia."(2: 117)
Menurut Denis Giron sendiri, Al-Quran tidak hanya bertentangan dengan sains, namun bertentangan dengan nas-nas Qurannya sendiri.[143] Hal ini tidak jauh beda dengan pandangan para orientalis yang selalu menggunakan ayat nash dan mansuh untuk menyerang Al-Quran, untuk menggoyahkan iman umat Islam agar meragukan ayat-ayat Al-Quran. 




Sains Embiriologi
Pada tahun 1982, Keith Moore[144] mengungkapkan keheranannya di dalam buku yang ditulisnya mengenai fakta pertumbuhan embrio yang tertera jelas di dalam Al-Quran. Sedangkan di buku keduanya dia telah menulis tentang penciptaan manusia yang merujuk pada ayat yang selalu dipakai oleh orang-orang Sunni.
"Kemudian Kami jadikan dia air mani (yang disimpan) di dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan sepotong daging, lalu sepotong daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang  itu Kami bungkus dengan daging, kemudian dia Kami ciptakan makhluk yang lain. Maka Maha Suci Allah, Pencipta yangPaling Baik."(23:13-14)
Nampaknya, ayat ini kelihatan 'ajaib dan menakjubkan' untuk dibuat oleh seorang "Arab dari abad ketujuh". Tetapi, apabila ayatnya dianalisa lebih lanjut dan lebih teliti, maka akan terdapat penjelasan dan keruwetan yang kentara yang timbul dari ayat tersebut. Pertama, Denis Giron mengajak kita untuk mempertanyakan keaslian ayat, selajutnya tentang kebenaran dan ketepatan ayat. Banyak orang kagum dengan tersebutnya 'air mani' dalam ayat di atas. Tetapi ini bukanlah sesuatu yang istimewa. Jauh lebih lama sebelum turunnya Al-Quran, manusia sudah pun sadar akan wujudnya "benih" yang keluar dari buah zakar lelaki, yang pada masa sekarang kita sebut dengan sperma. Al-Kitab (Bible), satu Teks yang jauh lebih tua dari Al-Quran, lebih awal lagi dari Quran telah menyebut tentang seorang lelaki yang dihukumi oleh Tuhan oleh sebab dia "membiarkan air maninya jatuh ke atas bumi"(Kejadian 38 : 9-10).
 Seluruh cerita tentang pertumbuhan kehidupan manusia dalam Al-Quran bukanlah cerita yang asli. Banyak dari ahli Sunni yang mencoba untuk mempelopori teori mereka bahwa Muhammad SAW telah mengajarinya sebelum ditemui ahli-ahli sains. Tetapi, menurut Denis Giron sendiri, ahli-ahli Sunni telah tertipu oleh Al-Quran, karena Aristoteles yang hidup jauh hari sebelum turunnya Al-Quran sudah mengajari tentang hal ini. Sebenarnya, Aristoteles telah menceritakan dengan tepatnya mengenai tali pusat (umbilical cord) serta fungsinya -sesuatu yang tidak disebut dalam Quran. Ini menunjukkan hakikat bahwa tokoh-tokoh dan ahli-ahli falsafah yang non-muslim sudah lebih dulu mengenal dan menganalisa hal-hal saintifik jauh lebih awal daripada Muhammad SAW. Al-Quran menyebut tentang air mani :
"Ia dijadikan dari air yang terpancar, yang keluar dari antara tulang punggung lelaki dan tulang dada..."(86:6-7)
Menurut Giron, ayat ini jelas-jelas meniru dan menjiplak teori yang telah ada sebelumnya. Beberapa dari kaum muslim mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah mengenal orang-orang Rum atau Yunani. Tetapi, penduduk-penduduk tanah Arab sebelum kedatangan Islam, sudah bergaul dan berhubungan dengan Bizantium, Syam, Mesir, Parsi dan Babylon. Selain itu, banyak pula umat Yahudi dan Nasrani yang tinggal di sekitar nabi Muhammad SAW yang sudah berhubungan dengan mereka sejak lama, bisa jadi nabi Muhammad mendengar tentang air mani atau embrio ini dengan perantara orang Yahudi dan Nasrani yang pasti lebih mengenal Rum dan Yunani dari pada  Nabi Muhammad SAW sendiri.
Syi’ah sangat kontra dengan Muttafaqun A’laihi (Sahih Bukhari dan Muslim) Syi’ah memilik hadist sendiri yang tidak dipakai atau dianggap lemah oleh orang-orang Sunni. Menyadari akan fakta yang demikian, tidaklah aneh jika banyak orang Syiah yang begitu gencar ingin menyerang Sunni dan melemahkan iman mereka, bahkan banyak dari kalangan muslim sendiri yang mengakui bahwa cara Syiah bergaul dengan masyarakat sekitar dalam kehidupan sosialnya tidak jauh beda dengan cara Yahudi bergaul, mereka masuk di tengah-tengah muslim Sunni sebagaimana Yahudi yang masuk di tengah-tengah Nasrani. Maka, tidak heran jika sekarang banyak dari umat Islam sendiri yang merasa kesulitan untuk membedakan antara mana yang kawan dan mana yang lawan.
Selain itu, kemunculan para cendekiawan muslim yang juga senang mengotak-atik ayat-ayat Al-Quran juga sangat mendukung proyek Barat ini. Sehingga ditemukan ilmuwan muslim yang murtad, kemungkinan besar dari alasan kemurtadan mereka adalah karena gencaran brain wash yang dilancarkan Barat dengan iming-iming sesuatu yang bersifat kebendaan (materialistis), kemudian kesesatan akal mereka yang disebabkan oleh kesalahan niat ketika belajar. Terlebih lagi jika orang itu ternyata kurang mendekatkan diri kepada Allah, maka tidak salah jika ada pendapat yang mengatakan bahwa semakin pandai dan bertambah ilmu seseorang tetapi tidak diikuti dengan penambahan ketakwaan kepada Allah Yang Maha Tinggi Ilmunya, maka tak akan menambah apapun dari  orang itu kecuali ia semakin jauh dari-Nya.
Penulis membuat permisalan yang cukup menarik untuk membandingkan antara musuh Islam dari luar dan musuh Islam dari dalam, musuh Islam dari luar sama halnya dengan luka goresan di luar tubuh yang masih memungkinkan untuk disembuhkan, sedangkan musuh Islam dari dalam layaknya penyakit kronis yang menyerang tubuh manusia semisal penyakit ginjal, jantung dan penyakit dalam yang lainnya. Hal ini sesuai dengan permisalan antara muslim satu dengan yang lainnya seperti satu tubuh, jika ada penyakit yang menyerang tentu saja tubuhnya akan jatuh sakit kemudian rubuh. Lalu, saat penyakit ini benar-benar kronis, maka kita tinggal menunggu hari kematiannya. Na’udzubillah Min Dzalik.

4. SEBAB-SEBAB KERAGUAN MANUSIA

            Al-Quran adalah kitab yang diturunkan oleh Allah Yang Maha Perkasa untuk meluruskan jalan manusia yang mulai melenceng dan menjauhkan mereka dari kesesatan yang telah dijanjikan iblis pada keturunan Adam AS, terlebih lagi Allah SWT menguji hamba-Nya yang berwujud manusia dengan hawa nafsu yang senantiasa mengukung manusia siang dan malam, jika nafsu itu lantas dituruti tanpa adalanya wahyu atau pun petunjuk, niscaya seluruh manusia di muka bumi ini akan terjerembab ke neraka yang panasnya berlipat-lipat dari panasnya api di bumi.
            Al-Quran juga membimbing dan mendidik manusia dari keadaan biadab menjadi lebih beradab dengan akhlak yang sempurna yang telah dicontohkan oleh rasul-Nya. Al-Quran telah memberikan kita tanda-tanda mengenai Tuhan yang hakiki, ia juga menetapkan minimal tiga cara untuk mencapai makrifat-Nya, yaitu: a) Menempuh jalan spiritual. b) Menempuh jalan akal. c) Menempuh pengalaman yang dialami. Ketiga cara ini merupakan satu kesatuan yang padu.[145]
            Saat Al-Quran dipelajari dengan niat baik, maka ia akan mengajak pembacanya agar membuka mata hati dan untuk mengaktualkan potensi akalnya secara maksimal, bahkan bagi mereka yang punya niat buruk pun, misalnya untuk merubah isi Al-Quran, seringkali berpindah keyakinan menjadi beriman kepada Allah karena ketakjubannya pada Al-Quran, sungguh beruntunglah orang-orang yang mendapat hidayah dari Allah SWT, karena hidayah itu amatlah mahal, maka sungguh merugilah  bagi mereka yang dengan rela menjual keyakinannya hanya untuk kesenangan dunia yang hanya bersifat sementara.
            Argumentasi yang jelas disertai dengan keterangan-keterangan mengenai adanya Tuhan Yang Menciptakan tertulis di setiap ayat-ayat-Nya. Segala wujud ciptaan-Nya, baik yang telah diketahui manusia seperti: batu, gunung, binatang, matahari, planet, tanah, udara, dan lain sebagainya. Maupun yang belum diketahui manusia, seperti rahasia-rahasia alam yang masih membutuhkan ilmuan-ilmuan muslim untuk memecahkan rahasia alam itu dengan petunjuk ayat-ayat Al-Quran. Semua wujud yang ada ini membuktikan adanya Pencipta, maka teori-yeori yang mengungkapkan bahwa penciptaan itu tidak ada yang ada hanyalah perubahan-perubahan dari satu bentuk ke bentuk lain hanyalah khayalan ilmuwan yang masih perlu belajar, seperti Darwin.
            Selain adanya Al-Quran ini, Allah SWt juga masih berbaik hati dengan mengutus para nabi dan rasul untuk menjelaskan hal-hal yang masih membingungkan manusia dan membuat mereka ragu akan kebenaran Al-Quran.[146]
            Telah dijelaskan di paragraf sebelumnya bahwa Al-Quran adalah kitab petunjuk, sayangnya sebagian manusia enggan melihat petunjuk itu dikarenakan keraguan mereka pada petunjuk itu sendiri. Beberapa sebab yang membuat mereka ragu adalah dikarenakan beberapa belenggu yang membelenggu dirinya. Arifin Ilham telah meneliti tentang hal ini dan mengungkapkan beberapa belenggu itu di bukunya Hakikat Zikir, antara lain adalah: (a) Tabir materialisme, hedonisme, hasrat-hasrat duniawi, nafsu rendah, dan sekularisme. (b) Tabir kepicikan akalnya sendiri. Hal ini dilakukan oleh orang-orang yang menjunjung tinggi akal manusia, menuhankan akal mereka. Bagi mereka, tidak ada lagi ukuran mutlak bagi manusia, kecuali menurut akalnya sendiri. Benar bahwa manusia seperti itu telah menjelma mejadi tuhan, bukan tuhan umat manusia, melainkan tuhan untuk dirinya sendiri. (c) Tabir sejarah yang menyeleweng atau sengaja diselewengkan. Sebagaimana yang telah teradi pada agama Kristen sebelum adanya zaman renaisans. Masa di mana para ilmuwan dan agamawan benar-benar berseteru, kamun gerejani selalu menolak mentah-mentah inovasi ilmiah yang dihasilkan oleh ilmuawan. Sungguh bertolak belakang dengan Islam yang membuka pintu lebar-lebar untuk para ilmuwan dalam upaya mereka untuk membangun peradaban, mau tidak mau memang harus diakui bahwa teknologi adalah salah satu dari banyaknya faktor yang mempengaruhi kemajuan peradaban manusia. Maka, tidak benar jika ada yang mengatakan bahwa Islam menghambat kemajuan. Padahal ayat-ayat-Nya telah dilengkapi dengan banyaknya tanda-tanda penciptaan yang mengarah pada sains karena menyuruh manusia untuk berpikir, meneliti, membaca dan Allah meninggikan derajat muslim yang berilmu dari pada muslim yang kurang ilmunya.[147]
            Maka, jelas sekali penyebab tertutupnya mata, telinga, dan hati mereka adalah ketiga tabir yang telah disebutkan di atas sehingga mereka disesatkan oleh kegengsian mereka sendiri untuk mengakui kebenaran.
“Semakin maju sebuah peradaban, maka semakin tinggi pula tingkat peradaban dan kebudayaan manusia. Pada saat yang sama, lambat laun tapi pasti, manusia akan berlomba-lomba untuk meninggalkan agamanya masing-masing.”
Sebagai manusia, anda diperkenankan untuk memilih antara percaya atau untuk tidak percaya dengan ungkapan di atas. Ungkapan ini keluar dari Profesor Benard. Fenomena yang agresif dan masif ini didasari oleh adanya dua faktor, yaitu: 1) Mereka menganggap bahwa agama sudah tidak sanggup menjawab kebutuhan umat manusia dan tidak lagi sesuai dengan zaman. 2) Mereka menganggap: “My brain is my God.” Mereka membuktikan dengan kemampuan otak mereka, mereka mampu menciptakan sains, kemudian sains menciptakan teknologi, teknologi dapat memudahkan hidup manusia untuk mengatur dunia sesuai kehendak dan kemampuan manusia, mereka menganggap otak yang cerdas dan mampu mencipta itu layaknya kekuatan Tuhan Yang Maha Menciptakan.
Sedangkan menurut Iqbal, belenggu materialisme yang menjadi penyebab keraguan mereka adalah dikarenakan mereka mendesakralisasi realitas, memandang alam sebagai alam profan yang dikendalikan bukan oleh kuasa gaib melainkan hukum-hukum alam atau biasa disebut dengan naturalisme, kemudian mereka memandang manusia sebagai subjek yang meneliti alam, lalu mereka memandang Tuhan sekadar pencipta alam beserta hukum-hukumnya, lalu cuci tangan (Deisme). Pandangan materialisme yang sedemikian rupa memang membawa pengaruh yang cukup besar dalam kemajuan sains dan teknologi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia secara keseluruhan.[148]
Sayangnya, materialisme juga memiliki kecatatan yang serius karena manusia hanya dianggap sebagai benda belaka. Berger juga menambahkan tentang dilema yang dialami materialisme, antara lain: abstraksi[149], futurisasi[150], individuasi[151], deliberasi[152], sekularisasi[153]. Kesemuanya ini merupakan masalah yang serius bagi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Maurice Bucaille mengungkapkan sebagai berikut:
“The majority of today’s scientists, with a small number of exceptions of course, are indeed bound up in materialist theories.”

5. KESIMPULAN

            Allah SWT memberi hidayah pada siapa pun yang Dia kehendaki dan sebaliknya. Al-Quran diturunkan ke bumi untuk tujuan itu, sayangnya tidak semua hamba-Nya yang bersedia untuk menerima petujuk itu. Hal ini tidak lain adalah karena kesombongan mereka sendiri, mereka merasa sombong karena telah mampu menguasai dunia tanpa mengenal agama sekali pun. Mereka juga beranggapan bahwa mereka dapat melakukan segalanya dengan mudah hanya  dengan bantuan teknologi, bukan karena doa seperti yang dipanjatkan oleh orang-orang yang beragama. Telah dijelaskan di atas sebab-sebab dari keraguan mereka, namun perlu ditekankan di sini bahwa orang-orang yang meragukan Al-Quran bukan hanya orang-orang Atheis dan Theis yang non-muslim saja, melainkan orang-orang Islam, khususnya cendekiawannya juga banyak yang mulai ikut-ikutan mengkritisi kitab suci mereka sendiri dan tentu saja hal ini mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak (yang kontra dengan Islam) baik dukungan secara moril maupun secara materil. Beruntunglah bagi mereka yang pada akhirnya menyadari kesalahan mereka dalam upaya perusakan Al-Quran, sebaliknya celakalah bagi mereka yang terus terperosok ke dalam jurang kegelapan dan kesesatan hingga puncaknya mereka bisa saja benar-benar meragukan keotentikan Al-Quran berikut mukjizatnya kemudian meninggalkan agamanya. Agama yang bisa jadi sudah dianutnya semenjak ia keluar dari rahim ibunya.


























BAB VI

POSISI AL-QURAN





1. Al-QURAN DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

A
l-Quran memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia, terutama bagi kalangan muslim, kita sudah sering mendengar bahwa akhlak Rasulullah SAW adalah Al-Quran dan beliau adalah teladan terbaik sepanjang masa, maka sudah menjadi keharusan bagi setiap muslim untuk berakhlak dengan akhlak yang sejalan dengan perintah Allah SWT yang terdapat di dalam Al-Quran dan menjauhi larangan-Nya.
            Al-Quran diawali dengan perintah untuk membaca (QS 96:1), sedangkan makna membaca di sini bukanlah sekedar membaca saja, namun juga mengamati, menelaah dan menghayati, lebih baik lagi jika ada kemauan dan tekad untuk menghafalnya, karena siapapun yang menghafal Al-Quran, ia dapat mengingat ayat-ayat Allah dengan mudah kapan pun ia mau, selain itu hafalan Al-Quran terbukti dapat mencerdaskan otak dan menjernihkan hati.
            Berbicara mengenai Al-Quran yang dapat mencerdaskan otak, dapat dibuktikan dengan pengalaman seorang Nurun Nayiroh[154], ia menegaskan bahwa hafalan Al-Qurannya dapat mempermudah dalam penghafalan rumus-rumus fisika, ia mengatakan:
 “Alhamdulillah, selama saya menghafal Al-Quran, ini tidak menjadi hambatan dalam menuntut ilmu terutama dalam bidang fisika. Justru menambah kekuatan memori otak saya sehingga semakin aktif apalagi dalam menganalisis rumus-rumus fisika,” Demikian ungkapannya pada Republika, Rabu (5/11). Nurun mempunyai cita-cita untuk menjadi ilmuwan yang hafal Al-Quran.
            Sedangkan bukti bahwa hafalan Al-Quran dapat menjernihkan hati dan menenangkan jiwa penghafalnya juga ada, seperti yang dirasakan oleh Ishmatuddiniyyah[155]. Menurutnya, banyak kenikmatan yang dirasakan setelah mampu menghafal 30 juz Al-Quran. Segala urusan dimudahkan oleh Allah SWT, karena itulah ia selalu berusaha untuk tidak pernah lepas dari Al-Quran dalam setiap denyut kehidupannya. Sehingga tidaklah mengerankan jika selama ia hamil, ia selalu membaca  9 ayat Al-Quran, setiap harinya.
            M. Taqiyul Islam Qori mengungkapkan bahwa menghafal Al-Quran memiliki keistimewaan, yaitu: Allah memberi kedudukan yang tinggi dan penghormatan di antara manusia, dapat membuat orang berbicara fasih dan benar, menguatkan daya nalar dan ingatan, menjadi lebih unggul dari yang lain, atas seizin Allah SWT, bertambah imannya ketika membacanya, termasuk sebaik-baik manusia, yang paling berhak memimpin, tergolong yang paling tinggi derajatnya di surga, Al-Quran dapat memberi syafa’at kepada pemiliknya, termasuk yang paling banyak mendapat pahala, Allah mengabulkan permintaan orang yang menghafal Al-Quran.[156]
            Al-Quran mudah untuk dipelajari, untuk mengajarkan Al-Quran kepada anak tidak perlu menunggu usia sekolah. Orang tua bisa mengajarkan Al-Quran kepada anak mereka semenjak anak masih di dalam kandungan.
            Aktifitas membaca Al-Quran memang memiliki arti tersendiri bagi umat Islam, tidak sama dengan umat agama lain yang sering kebingungan setelah membaca kitab suci agamanya, mungkin ini yang menyebabkan pihak gereja Katolik yang tidak membebaskan umatnya untuk mempelajari injil sendiri tanpa bantuan pemuka agamanya, karena seiring mereka mendalami kitab suci mereka, semakin bertambah pula keraguan mereka akan keotentikannya, mereka semakin tidak mengerti akan isinya, bahkan Ahmad Deedat yang pernah menulis sebuah buku yang fenomenal yaitu The Choice, mengungkapkan bahwa Injil adalah Kitab Porno, maka harus dijauhkan dari anak-anak.
            Sedangkan Al-Quran, semakin dibaca semakin bertambah pula keyakinannya, bahkan dalam ayatnya sendiri menyebutkan: 
“Sesungguhnya, orang-orang yang mukmin itu apabila disebutkan pada mereka lafadz Allah,  maka bergetarlah hatinya dan jika dibacakan ayat-Nya (Al-Quran) maka bertambahlah iman mereka dan hanya kepada Allah (Tuhan mereka, mereka bertawakkal).”[157]
Memang, hal ini tidak mungkin bisa dipungkiri, bahkan Marwah Daud Ibrahim[158] sendiri juga mengakuinya. Sebagai salah satu ilmuwan, ia menyadari pentingnya Al-Quran bagi kehidupan manusia, maka ia selalu berusaha untuk membacanya secara intens, tidak sekedar membaca ia juga selalu berusaha untuk memahami isi, menghayati makna yang dikandung di dalamnya. Cara yang digunakan Marwah Daud adalah dengan membaca terjemahannya. Ia membuat catatan yang begitu rapi atas makna yang dikandung Al-Quran ia jadi lebih banyak mengetahui kisah-kisah yang terkandung di dalamnya, misalnya kisah-kisah nabi. Dengan ini ia merasa telah menemukan cara pandang baru dalam menyelesaikan suatu masalah. Marwah selalu menyempatkan diri untuk membaca Al-Quran meskipun sedang dalam suatu perjalanan. Ketenangan batinnya setelah membaca Al-Quran bisa kita simak dari ungkapannya:
“Saya merasakan sesuatu yang luar biasa. Saya banyak menarik pelajaran melalui aktifitas membaca Al-Quran secara intens ini. Pengetahuan saya bertambah dan saya mempunyai cara pandang baru,” Ungkapnya ketika diwawancarai Republika.

2. SAINS DI DUNIA ISLAM
Banyak dari ayat Al-Quran yang merujuk pada sains (‘ilm).[159] Perintah untuk belajar amatlah banyak, tetapi perlu dipilah-pilah antara sains yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat. Bermanfaat di sini maksudnya harus sesuai dengan tujuan penciptaan manusia, yaitu untuk menyembah pada Sang Pencipta. Jika ini sudah menyatu dalam jiwa para ilmuwan, maka akan bermunculan agamawan yang juga saintis. Sedangkan hal seperti ini jarang ditemukan di Barat pasca Renaisans. Islam memiliki Al-Quran yang banyak membicarakan tentang ilmu pengetahuan, ini tidak terjadi dengan kitab suci lain karena tidak bersinggungan dengan sains.[160]
Sains dan Al-Quran adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, hal ini diungkapkan oleh Profesor Shroeder.[161] Al-Quran merupakan sumber utama dari berkembangnya sains di dunia modern. Banyak sekali penemuan penting di era ini merujuk pada ayat-ayat Al-Quran yang diturunkan 1400-an tahun yang lalu, sebagian besar mengenai hal ini telah dijelaskan pada bab ke-3. Setiap ahli sains di dunia harus mengetahui fakta bahwa hubungan antara sains dan agama sangatlah nyata, karena ilmu yang benar pasti sesuai dengan agama yang benar, sebagaimana agama Islam.
Islam adalah agama yang komperhensif. Ia tidak hanya mengajarkan kebahagiaan rohani, melainkan juga kebahagiaan di dunia, maka Islam sering mengajarkan agar umatnya senantiasa berusaha meraih kebahagiaan akhirat, beribadah untuk meraih surga tanpa meninggalkan perannya di dunia. Maka tidak dapat dibenarkan bila ada seorang ayah yang hanya berkutat dengan ibadah saja dan lupa menafkahi keluarganya. Maka selalu dianjurkan pada umat Islam untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya karena orang beribadah yang berilmu akan mendapat derajat yang lebih tinggi dari pada ahli ibadah yang kurang ilmunya.
Sebelum membicarakan masalah sains di dunia Islam, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa sains di dunia Islam mengalami sejarah beberapa fase, dalam beberapa dekade, Islam mampu memajukan teknologi dan melebih umat lain pada masa kejayaannya, sehingga semuanya menghargai muslim dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat segala bidang, baik itu bidang pendidikan, budaya, ekonomi serta teknologi. Bahkan, banyak dari bangsa Eropa yang datang ke Baghdad untuk menuntut ilmu, karena di Baghdad pada saat itu sangat maju dalam beberapa bidang, khususnya pendidikan.
Kemajuan Islam telah membuat iri bangsa lain, banyak yang menghargai kemajuan umat Islam, tetapi tidak sedikit pula yang membencinya. Selain itu banyak juga faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran sains di dunia Islam. Maka, setelah ini akan dijelaskan penjabaran mengenai kamajuan dan kemunduran sains dalam Islam dan hubungannya dengan Al-Quran.

2.1 KEMAJUAN SAINS DI KALANGAN UMAT ISLAM

Islam patut berbangga atas masa lampaunya, karena Islam pernah mengalami masa kejayaan sains dan teknologi pada abad VIII sampai abad XIII. Setelah abad tersebut sains di kalangan muslim melaju dengan pesatnya, penemuan-penemuan spektakuler terjadi secara beruntun. Pada masa kejayaan Islam ini, umat Islam disegani oleh kawan maupun lawan. Tradisi keilmuan Islam ini dipelopori oleh Al-Kindi, ia bukan hanya seorang ilmuwan, namun ia juga seorang filosof terkemuka di zamannya, ia berpendapat bahwa umat Islam dapat memperoleh sains dari manapun sumbernya, asalkan tidak bertentangan dengan akidah dan syariat harus dipegang oleh muslim itu sendiri. Al-Kindi mengatakan:
“Maka bagi kita tidaklah pada tempatnya untuk malu mengakui kebenaran dan mencernanya, dari sumber mana pun ia datang kepada kita. Bagi mereka yang menghargai kebenaran, tak ada sesuatu yang lebih tinggi nilainya selain kebenaran itu sendiri dan ia tak akan pernah meremehkan ataupun merendahkan martabat mereka yang mencarinya.”
Hal ini sesuai dengan hadist Nabi SAW yang menyuruh umatnya untuk berlayar sampai ke negeri China untuk menuntut ilmu, kita semua tahu bahwa China adalah Negara non-muslim.


Salah satu teknologi yang berkembang di China saat itu adalah teknologi petasan. Sebenarnya teknologi petasan di China yang nantinya menjadi berkembang menjadi peluru, bahkan berkembang menjadi bom atom, diilhami oleh kepercayaan agama mereka. Di dalam kepercayaan agamanya, apabila seseorang itu mati, maka akan didatangi oleh roh jahat. Roh jahat ini akan pergi bila terjadi suara rebut-ribut. Nah, dari sinilah tercipta teknologi petasan untuk membuat keributan, sehingga roh jahat itu, tidak akan datang. Nabi Muhammad SAW menyuruh umat Islam ke China untuk merebut teknologinya, bukan jiwa (maksud jiwa di sini adalah sebab dari pembuatannya) dari teknologi tersebut. Jadi tidak ada masalah jika kita belajar sains di negeri non-muslim. Bahkan, Nabi SAW menyuruhnya.[162]
Dengan prinsip tersebut, kaum muslim berlomba-lomba untuk mencari ilmu ke berbagai penjuru dunia. Sains yang berasal dari Yunani, Persia, India, dan China dikembangkan oleh Islam menjadi sains yang Islami sehingga membawa kejayaan peradaban Islam kurun pertama sebelum kejatuhan Baghdad.
Beberapa nama ilmuan muslim seperti yang ditulis oleh M. Natsir Arsyad dalam bukunya “Ilmuwan Muslim Sepanjang Sejarah” adalah sebagai berikut:
Sekitar abad VIII dan IX muncul ilmuwan muslim sebagai berikut: Jabir bin Hayyan (Bapak Ilmu Kimia, Pendiri laboratorium pertama), Al-Khawarizmi ( Matematikawan ulung pertama), Al-Kindi (Filosof, penggerak dan pengembang ilmu pengetahuan), Abu Syuja’ ( Ahli Al-Jabar tertua), Ibu Miskawaih (Dokter spesialis diet), Al-Farghani (Astronom yang karyanya banyak diterjemahkan), Sabit bin Qurran (Ahli Geometri terbesar yang membahas waktu matahari), Al-Battani (Astronom yang melakukan observasi secara gemilang), Habasyi Al-Marwazi (Astronom sejak remaja), Zakaria Ar-Razi (Dokter penemu penyakit cacar dan darah tinggi).
Sekitar abad X, muncul ilmuwan muslim, seperti: Abu Qasim Az-Zahrawi (Ahli bedah Muslim yang reputasinya melebihi Galen dan Socrates), Al-Farabi (Komentator Aristoteles sejak kecil), Al-Mas’udi (Sejarawan pengembara), Ibnu Aamajur (Astronom pencatat perjalanan bulan), Ibnu Rusta (Astronom yang teorinya berlandaskan Al-Quran), Abu Dulaf (Sang penyair yang ahli logam), Ibnu Jujul (Penulis biografi dan ahli kedokteran), Al-khazin (Ahli matematika yang memecahkan soal Archimedes), Abu Wafa (Astronom dan matematikawan yang mengembangkan trigonometri), Al-Khawarazmi (Penulis ensiklopedi berbagai disiplin ilmu).
Sekitar abad ke sebelas bermunculan ilmuan muslim sebagai berikut: Ibnu Al-Haytsam (Ahli fisika yang disegani Bacon, Da Vinci, dan Keppler), Ibnu Hindu (Sang Penyair yang juga dokter), Al-Karkhi (Penulis paling orisinil di bidang aritmatika), Ibnu Irak (Guru Al-Biruni yang ahli astronomi dan matrematika), Al-Biruni ( Eksperimentalis berpengetahuan lengkap, jujur dan obyektif), Ibnu Sina (Ilmuwan yang namanya tersohor sebagai dokter, ia menemukan bermacam-macam ilmu), Ibnu Yunus (Penemu pendulum sebelum Galileo), Ibnu Jazzar (Dokter yang mengarang buku obat-obatan untuk kaum fakir), Ibnu Wafid (Ahli Farmakologi yang menyelidiki obat bius), Ibnu Zuhr (Keluarga sarjana yang amat berprestasi), Ibnu Saffar (Penulis sejumlah tabel Astronomis), Abu Ubayd Al-Bakri (Ahli Ilmu Bumi terbesar abad XI).
Sekitar abad XII muncul ilmuan muslim, seperti: Umar Khayyam (Pencipta Rubaiyyat yang ahli Al-Jabar), Ibnu Bajjah (Ahli filsafat sekaligus ahli musik), Al-Kharaki (Astronom, Ahli matematika dan Geografi yang idenya dikutip oleh Roger Bacon), Ibnu Jazla (Dokter dan Sekretaris Imam Hanafi yang semula Kristen), Ibnu Al-Kasysyab (Ilmuwan yang haus ilmu), Al-Idrisi (Ahli Geografi yang masyhur), Al-Khazini (Ahli Meteorologi dan Dokter ternama yang memaparkan teori grafitasi), Jabir bin Aflah (Astronom Pembangunan Observatium Pertama), Ibnu Ghalib (Ahli Geografi dan Sejarah yang menulis Sejarah Spanyol), Abu Khayr (Ilmuan ahli tumbuh-tumbuhan), Ibnu Rusyd (Perintis Ilmu Kedokteran Umum), Ibnu Thufayl (Pengarang Hayy ibn Yaqzan, sahabat Ibn Rusyd).
Sekitar abad XIII ilmuan muslim yang lahir adalah: Al-Bitruji (Astronom yang mengenalkan teori gerak spiral), Ibnu Hubal (Dokter cemerlang yang penyair), Ibnu Sa’ati (Dokter yang juga ahli membuat kunci), Abdul Lathif (Ahli anatomi yang mengembangkan studi pertulangan), Ibnu Al-Baythar (Dokter Hewan, Farmalog dan penemu 300 macam obat), Ibnu Abi Ushaybi’ah (Ahli sejarah kedokteran), Al-Kwazimi (Ahli ilmu Falak dan geografi Kelas Satu), Said Al-Maghribi (Sang penyair yang ahli sejarah), Abi Mahasin (Dokter spesialis mata ternama), Ibnu al-Banna (Sarjana serba bisa), Ibnu Nafis (Ibnu Sina kedua).
Melihat nama-nama yang disebutkan di atas, kita dapat membayangkan betapa maju dan beragamnya sains yang dikembangkan oleh kaum muslim di zaman keemasannya.
Setelah ilmuwan-ilmuwan ini, ilmuan muslim sekaliber dunia semakin langka. Pada abad XIV hanya tercatat empat orang, pada abd XV hanya tiga orang, abad XIV hanya empat orang, abad XX tercatat Prof. Dr. Abdus-Salam (Ahli Fisika pemenang nobel 1979) dan yang terakhir dari Indonesia muncul pula ilmuwan kaliber dunia di bidang kedirgantaraan, yaitu Prof. Dr. BJ. Habibie.
Mengamati data-data di atas tadi, membuktikan bahwa tidak ada dikotomi antara ayat-ayat kauniyah dan ayat-ayat kitabiyah. Keduanya bersumber dari Allah SWT, tidak ada yang bisa membedakan di antara keduanya, keduanya dihargai dalam Islam.


2.2  KEMUNDURAN SAINS DI KALANGAN UMAT ISLAM

Prof. Dr. Abdus Salam dalam bukunya “Sains dan Dunia Islam” mengungkapkan bahwa matinya kegiatan sains di kalangan muslim lebih banyak disebabkan oleh faktor internal, walaupun juga terpengaruh oleh faktor eksternal, seperti kehancuran yang disebabkan oleh Mongol.
Salah satu dari faktor internal itu adalah munculnya dikotomi antara mempelajari ayat-ayat kitabiyah dan ayat-ayat kauniyah di kalangan muslim, mengenai hal ini kita dapat menyimak perkatan Ibnu Khaldun:[163]
“Kita mendengar, baru-baru ini bahwa di tanah bangsa Fraka dan di            pesisir utara Laut Tengah sedang tumbuh ilmu-ilmu filsafat dengan giat.           Kata orang, mereka dipelajari lagi di sana dan diajarkan dalam             kelompok-kelompok yang banyak jumlahnya. Penyajian sistematis yang      dilakukan di sana dikatakan komperhensif dan banyak orang yang            mengetahui ilmu-ilmu itu, sedangkan jumlah pelajarnya banyak             sekali….Allah SWT lebih mengetahui apa yang ada di sana, tetapi jelas       bahwa masalah-masalah Fisika itu tak ada gunanya bagi kita dalam        perkara keagamaan. Oleh karena itu, kita harus membiarkan mereka,”
Jika disadari bagaimana komentar Ibnu Khaldun ini, dapat merasakan bahwa ia tidak memperlihatkan rasa ingin tahunya atau sikap menyesal, tetapi justru bersikap acuh dan hampir mendekati permusuhan. Sedangkan sikap acuh terhadap bagian dunia lain yang mempelajari ayat-ayat kauniyah yang semula telah dikembangkan oleh dunia Islam, merupakan salah satu faktor kemunduran sains di dunia Islam.
Ungkapan-ungkapan bahwa penemuan-penemuan paling mutakhir kini sudah tersirat di dalam Al-Quran secara simbolik atau dengan bahasa isyarat ilmiah, misalnya teori Big Bang, Atom, Kosmologi dan masih banyak lagi. Tetapi sayangnya, fakta telah mengungkapkan bahwa yang menemukannya bukanlah orang Islam, melainkan orang non-muslim. Kenyataan ini menunjukan bahwa muslim sudah tertinggal dalam bidang sains dan teknologi, selain itu umat Islam datang terlambat dalam upaya menafsirkan ayat Al-Quran. Di dalam Al-Quran terdapat 750 ayat kauniyah. Tetapi yang sudah ditafsirkan oleh ilmuan muslim baru sedikit sekali, hal ini menunjukan bahwa umat Islam terkadang masih belum mampu mengungkap rahasia yang terkandung di dalam Al-Quran, Islam sedang menanti ilmuan muslim yang bisa diandalkan untuk mengungkap kebenaran yang ada di dalam Al-Quran, khususnya yang berhubungan dengan ayat-ayat kauniyah yang penuh dengan isyarat ilmiah tadi.                                                        Dengan mengikuti paparan di atas, terungkaplah bahwa terjadi semacam keputusan pewarisan nilai-nilai ilmiah dari generasi abad XIII ke generasi abad berikutnmya. Mengapa ini bisa terjadi? Beberapa kemungkinan yang dapat diungkapkan adalah: (1) Generasi ilmuwan terdahulu kurang mempersiapkan generasi berikutnya untuk mengkondisikan suasana ilmiah bagi kehidupan ilmiah sebagai bagian dari kehidupan umat. (2) Generasi berikutnya cepat puas terhadap hasil dari ilmuan-ilmuan sebelumnya, tanpa berusaha untuk menciptakan inovasi yang baru. (3) Para penguasa di negara-negara Islam kurang mendukung perkembangan sains dan teknologi, sehingga suasana perkembangannya di kalangan muslim menjadi kering.
Sekarang ini perkembangan sains dan teknologi di dunia Islam sangat memprihatinkan, Prof. Dr. John Ario Katili[164] mengungkapkan bahwa suramnya kondisi keilmuan muslim secara singkat dikarenakan rendahnya melek huruf di dunia Islam, rendahnya prosentase umat yang sedang menuntut ilmu dari SD hingga Perguruan Tinggi, ketidakseimbangan total ilmuwan muslim dengan besarnya jumlah penduduk di negara-negara muslim.
Terlebih lagi 94% dari ilmuwan yang terlibat dalam penelitian dan pengembangan keilmuan bekerja di negara-negara maju. Di negara-negara maju tersebut terdapat 2600 ilmuwan dan insinyur per satu juta penduduk yang berkecimpung dalam penelitian dan pengembangan. Sementara jika dibandingkan dengan dunia Islam, kita hanya bisa menutup muka karena malu, angkanya kurang dari 100 orang per satu juta penduduk yang bekecimpung di dunia penelitian dan pengembangan sains.

3. NASEHAT AL-QURAN PADA ILMUWAN MUSLIM

            Ayat AL-Quran yang membahas tentang fenomena alam lebih dari 750 ayat Al-Quran. Ayat-ayat tersebut menyiratkan pesan yang penting pagi ilmuwan muslim. Pesan-pesan tersebut antara lain sebagai berikut:
a)      Beberapa ayat di dalam Al-Quran menganjurkan untuk mengkaji seluruh aspek alam dan menemukan misteri penciptaan. Misalnya:
Katakanlah: “Lihatlah apa yang di langit dan apa yang di bumi,”[165]
Menurut Al-Quran, kita harus memakai indera dan intelektualitas kita untuk memahami alam, dan ini akan mengantarkan kita kepada apresiasi keagungan dan kekuasaan Allah SWT. Thabatabha’i mengungkapkan:
“Al-Quran menyuruh kita untuk memikirkan tanda-tanda langit, bintang-bintang yang gemerlapan dan perbedaan-perbedaan di dalam kondisi, serta aturan sistematik yang mengandungnya. Ia menganjurkan kita untuk merenungkan penciptaan bumi, laut dan gunung, tumbuh-tumbuhan dan binatang, manusia dan alam batinnya. Dengan demikian, Al-Quran menyuruh kita untuk mempelajari ilmu-ilmu kealaman, matematika, dan seluruh bidang-bidang lain yang penting bagi kemanusiaan, dan membawa kebahagiaan bagi masyarakat. Al-Quran menyuruh kita mempelajari cabang-cabang ilmu ini dengan syarat ilmu ini dapat membimbing manusia menuju kebenaran. Jika tidak, ilmu yang bertindak hanya sebagai sebuah kesenangan dan menghalangi seseorang dari pengetahuan tentang Tuhan, maka kebenaran itu sama dengan kebodohan dalam kamus Al-Quran.”
b)      Ayat-ayat yang menunjukan bahwa segala sesuatu beraturan dan bertujuan. Allah SWT tak akan pernah menciptakan sesuatu yang sia-sia. Allah SWT mustahil membuat kesalahan.
c)      Al-Quran juga menyuruh untuk mengenali hukum-hukum alam, yaitu pola-pola Allah SWt di alam semesta dan mengeksploitasi alam bagi kepentingan dan kesejahteraan manusia tanpa melampaui batas syariah dan tidak tamak.
d)     Dalam pandangan Al-Quran, seluruh sains adalah perwujudan berbeda dari satu dunia yang diciptakan dan yang dikelola oleh satu Tuhan.
e)      Yang terpenting untuk dipelajari adalah Al-Quran dalam hubungannya dengan sains adalah keunikan pandangan dunia dan epistemologinya. Kebanyakan kesalahan yang terjadi pada perkembangan sains memiliki akarnya pada pandangan materialistik yang menyertai sains modern. Al-Quran memperingatkan kita pada perangkap ini.[166]
Intinya di sini adalah pesan Al-Quran adalah: (1) Priorotas harus diberikan pada penemuan alam dengan menggunakan indra dan akal manusia. Jadi, pengeksploitasian yang dilakukan sesuai dengan batas-batas yang telah ditentukan, karena apabila melampaui batas, keseimbangan alam akan terganggu dan akibatnya tidak hanya ditanggung oleh manusia sendiri, melainkan ditanggung makhluk hidup lainnya, seperti hewan dan tumbuhan. Maka, kerusakan di muka bumi ini sering karena ulah tangan manusia sendiri. (2) Al-Quran menuntun kita pada worldview yang benar dan lurus, jadi kita harus mengikuti tuntunan Al-Quran, karena dengan mengikuti apa-apa yang telah tersebut di sana, ini menunjukan ketakwaan kita pada Yang Maha Maha Besar. Dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya yang kesemuanya itu telah tersurat dan tersirat dalam kitab suci umat Islam ini.


4. AL-QURAN SALAH SATU FAKTOR KEMAJUAN PERADABAN

            Setiap muslim yang mengikuti petunjuk dalam Al-Quran akan menemukan pencerahan, pada bab ke-tiga tadi sudah disebutkan bahwasannya Al-Quran telah mengungkap segala sesuatu tentang alam dalam ayat-ayatnya, Al-Quran sama sekali tidak bertentangan dengan sains bahkan membuktikan kebenaran sains itu sendiri. Ini membuktikan bahwa Al-Quran adalah salah satu faktor kemajuan peradaban, memang faktor untuk memajukan peradaban sangat banyak dan Al-Quran adalah salah satunya.
            Maka, bagi siapa pun, khususnya umat Islam yang ingin mempelajari ayat-ayat kauniyah, sains dan teknologi hendaknya disertai dengan ayat-ayat kitabiyah, karena keduanya berkesinambungan, saling menjelaskan satu sama lain.
            Sains dan teknologi memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, bahkan teknologi dapat mengungkapkan kebenaran yang ada di dalam Kitab Suci Al-Quran. Sebut saja salah satu contohnya komputer, Rasyad Khalifa[167] telah menemukan bahwa Al-Quran disusun oleh Allah SWT dengan menggunakan modul angka 19. Huruf-huruf hijaiyah yang terdapat dalam Al-Quran semuanya habis dibagi 19.
            Sains sangat berpotensi dan berperan penting dalam pembangunan sebuah peradaban. Ilmu arkeologi mendapati bahwa jejak peninggalan yang khas dapat menunjukan bahwa manusia purba pun juga menggunakan teknologi untuk memenuhi keperluan hidupnya. Semua ini dapat dilihat dari struktur bangunan yang didirikan, semuanya tergantung pada teknologi yang telah dikuasai, jika zaman dahulu kala, masa ketika peradaban manusia belum terlalu maju, maka bangunan yang didirikan pun masih standar rendah, tetapi saat teknologi semakin maju, maka bangunan yang didirikan menjadi semakin megah dengan teknologi tinggi.
            Sedangkan peran agama dalam hubungannya dengan sains adalah agama sendiri adalah katalisator peradaban, agama menjadi dasar eksistensi masyarakat dalam menentukan peradaban manusia. beberapa contohnya adalah: 1) Ka’bah pada masa pra-Islam merupakan tanda bahwa pemikiran agama pada masa lampau (beberapa tahun setelah Ibrahim dan Ismail wafat) menciptakan sebuah miliu atau peradaban bagi masyarakat yang hidup di sekitar Ka’bah. 2) sejarah telah menceritakan bahwa masa bangsa Arab sebelum datangnya Al-Quran, merupakan bangsa Badui yang hidup secara liar di padang pasir, namun setelah turunnya Al-Qurn lahirlah peradaban yang mulia. Masyarakat Arab pun berevolusi dari peradaban yang menyukai peperangan antar suku menjadi peradaban yang elit dan lebih bersahaja.[168]
           
5.  KESIMPULAN
Maka, tugas seorang muslim masa kini adalah melakukan pemikiran kembali seluruh sistem Islam tanpa melepaskan diri dari akar tradisinya. Satu-satunya jalan terbuka untuk itu adalah mendekati sains modern dengan sikap yang penuh hormat, seraya menilai ajaran-ajaran Islam dari cahaya sains tersebut. Contoh konkretnya, seorang muslim tidak lagi sekedar menjadi justifikator atau tukang stempel bagi penemuan-penemuan sains Barat dengan berkilah, “penemuan tersebut sudah disebutkan dalam Al-Quran.” Melainkan, ia memberi ruang bagi penelitian-penelitian sains itu sendiri sebagai apresiasi terhadap kreatifitas manusia.[169]
Dikotomi Islam-Barat hanya akan menciptakan mentalitas budak yang hanya karena cemburu pada Barat lalu serta-merta menuduhnya sekuler, kafir, agen setan, dan lain sebagainya. Islam seharusnya bersikap terbuka dengan aktif mempelajari pemikiran-pemikiran Barat secara kritis dan mengadopsi apa-apa yang bermanfaat bagi perkembangan kepentingan Islam sendiri. Sebagaimana yang diungkapkan Iqbal bahwa lahirnya Islam adalah lahirnya akal induktif yaitu untuk mencapai kesadaran diri yang penuh, manusia pada akhirnya haruslah kembali pada kekuatan-kekuatannya sendiri.
            Jika kita mengingat nama-nama ilmuan besar semacam Albert Einstein, Galileo Galilei, Thomas Alva Edison atau dari kalangan muslim seperti Al-Baitar, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Al-Khawarizmi, dan deretan nama-nama lain yang tidak mungkin kita sebutkan satu-persatu di sini, kita akan menemukan bahwa sebagian besar dari mereka harus melakukan percobaan berkali-kali, berani gagal, tanpa mengenal kata putus asa, bayangkan jika mereka putus asa! Sudah dapat dipastikan, tak akan pernah ditemukan temuan-temuan mereka yang spektakuler.
            Ilmu merupakan jalan terjal dan sunyi, disebut terjal lantaran banyaknya tahap demi tahap yang harus dirunut dengan kesabaran dan ketekunan, sunyi karena mencarinya harus jauh dari keramaian yang sangat berpotensi untuk memecah konsentrasi. Subtansi jalan ini juga berlaku bagi kaum eksperimentalis. Selain harus banyak membaca literatur, setiap ilmuwan harus bereksperimen di dalam laboratorium, membuat inovasi dan kreasi. Hal ini sangat sesuai dengan pemikiran Agus Purwanto[170]. Beliau menyarankan kepada para pencari kebenaran pemula, sebaiknya mempunyai pembimbing yang akan mengarahkan langkah-langkah yang sesuai agar terhindar dari penyimpangan yang tidak perlu sehingga bermuara pada pemborosan waktu, tenaga dan biaya.
            Imam Al-Ghazali telah menasehati kita dengan ungkapannya, “Langkah mula terbaik bagi pencari kebenaran adalah meniru orang-orang terbaik, terpandai, serta terdalam pengetahuannya.”
            Sedangkan Pak Natsir dalam bukunya ‘Kebudayaan Islam dalam Perspektif Sejarah’ mengungkapkan yang berkenaan dengan peradaban dalam Islam, yaitu penghormatan Islam terhadap akal, kewajiban setiap muslim dan muslimah dalam menuntut ilmu, larangan untuk mengikuti sesuatu yang tidak dipahaminya, istilah lainnya bertaklid buta.
Islam juga menganjurkan pada umatnya untuk sering berinisiatif, tidak menunggu durian jatuh, tetapi senantiasa menjemput bola, selain itu juga memperhatikan hak-hak keduniaan yang artinya tidak hanya mementingkan akhirat karena antara dunia dan akhirat memilki porsi masing-masing, harus seimbang antara satu dengan yang lainnya, kemudian Islam juga mendorong umatnya untuk berakulturisasi, Islam lebih menyukai umatnya yang meninggalkan kampung halamannya untuk menuntut ilmu dari pada yang berdiam diri tanpa melakukan apa pun.








PENUTUP

A
l-Quran, dengan sejuta rahasianya telah memesona manusia secara keseluruhan, baik bagi siapa yang mengimaninya maupun mereka yang masih enggan mengakui kebenarannya. Dalam sejarah Al-Quran telah dijelaskan, begitu gigihnya orang-orang yang mengaku-ngaku sebagai nabi semacam Musailamah al-Kadzab dalam pembuatan ayat semisal Al-Quran. Namun tentu saja ia tidak akan pernah berhasil membuat yang semisal dengannya. Al-Quran adalah mukjizat terbesar yang diturunkan pada nabi Muhammad SAW, ia penyempurna kitab suci sebelumnya yang telah diselewengkan oleh anak Adam yang telah tersesat pikirannya lantaran banyaknya tabir dan belenggu dalam kehidupan manusia yang senantiasa mengelilinginya.
            Korelasi antara Al-Quran dengan sains adalah satu dari banyaknya rahasia Al-Quran yang paling banyak diperbincangkan oleh beberapa kalangan, baik itu dari kalangan ilmuwan, maupun agamawan. Tetapi sesungguhnya rahasia Al-Quran masih sangat banyak dan masih membutuhkan tenaga dan pikiran umat Islam untuk menyingkapkannya.
            Jika di dunia Islam masih terdapat pandangan dikotomik layaknya di Barat yang memisahkan antara agama dan sains, maka intergrasi ilmu pengetahuan adalah keharusan, termasuk harus berani membongkar paradigma dikotomik ilmu-ilmu yang ada. Integrasi dalam Islam harus dimaknai dengan pengembangan ilmu yang lebih luas, karena faktanya masyarakat saat ini (khususnya muslim) lebih banyak sebagai penikmat sains dari pada penyumbang. Memang, saat ini telah banyak ilmuwan-ilmuwan, tetapi yang disebut dengan ilmuwan oleh masyarakat hanyalah seorang teknisi.[171]
            Sementara ilmuwan adalah seseorang yang mencari tahu dan pengetahuan sifat alamiah dan realitas fisik. Ia mengahadapi sesuatu yang tidak diketahuinya, sedangkan teknisi menghadapi sesuatu yang sudah diketahuinya. Ilmuwan hakiki adalah ilmuwan yang menghasilkan sesuatu yang orisinal, jika berupa ide, bisa diukur melalui publikasinya di jurnal internasional, jika berupa produk bisa di ukur dari paten.[172]
            Kondisi ilmuwan di dunia ketiga, termasuk di dalamnya Dunia Islam, telah diteliti oleh Ismail Raji al-Faruqi, ia memberi contoh seorang dosen universitas negara berkembang yang bergelar professor dan telah meraih gelar doktor di negara Barat dengan nilai pas-pasan, kemudian kembali ke negara asalnya dan di negaranya ia mendapat posisi penting lagi menguntungkan. Ia tidak belajar lagi, menurutnya hanya cukup dengan diktat-diktat yang dipelajarinya semasa kuliah, padahal seharusnya  ia terus belajar dan belajar, karena belajar tidak mengenal usia. Nabi Muhammad SAW sendiri telah mengajarkan pada umatnya untuk terus belajar dari buaian hingga ke liang lahat. Allah SWT juga menegaskan dalam ayat-Nya:
            Hai orang-orang yang beriman apabila dikatakan kepadamu,Berlapang-lapanglah dalam majlis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan beberapa derajat orang-orang beriman di antaramu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.[173]
            Demikianlah Allah SWT mengajarkan pada umat Islam, lihatlah kata orang-orang yang berilmu pengetahuan, bukankah itu bermakna ilmuwan, ilmuwan yang sesungguhnya, yang belajar untuk mencari keridhaan Allah SWt, bukan untuk materi semata.   








           




BIBILIOGRAFI

*      Golshani, Mehdi, Filsafat–Sains Menurut Al-Quran, (Bandung: Mizan, 1988)
*      Thabathaba’i, Muhammad Husain, Mengungkap Rahasia Al-Quran , Cet: VI (Bandung: Mizan, 1994)
*      Purwanto, Agus, D.Sc, Ayat-Ayat Semesta: Sisi Al-Quran yang Terlupakan, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2008)
*      Al-Qodmany , Muhyiddin Hasan, “Qodhoya Hammah fi Khadhiri Al-A’lam Al-Islamiyah” (Beirut: Al-Maktab Al-Islamy, 1986)
*      As-Suyuti, Jalaluddin, Al-Itqan fi ‘Ulum Al-Quran, (Dar Al-Fikr, Beirut)
*      Ulfah Hayati Muzayanah, Dra  Lilis Fauziyah, Dra, Al-Quran Hadist, (MDC Jatim, 2005)
*      Sidik, Muhammad Ansoruddin, “Pengembangan Wawasan Iptek Pondok Pesantren,” (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1994)
*      Al-Hasany, Al-Quran Puncak Sastra, Azzah Zain, (Surakarta: Ziyad, 2007)
*      Adian, Donny Gahral, Muhammad Iqbal: Seri Tokoh Filsafat (Bandung: Teraju, Kelompok Mizan, 2003)
*      Ibrahim, Marwah Daud, Agama, Teknologi dan Masa Depan (Jakarta: MHMMD, 2004)
*      Jeffery, Arthur “The Qur’an as Scripture” The Muslim World 40(1950) No.1
*       Quthan, Mana’ul, “Pembahasan Ulumul Quran” Terj. Halimuddin (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994)
*      Ilham, Muhammad Arifin, “Hakikat Dzikir: Jalan Taat Menuju Allah”, (Depok: Intuisi Press, 2003)
*      M. Quraish Shihab, “Mukjizat Al-Quran,” (Bandung: Mizan, 1997)
*      Ghallab, Muhammad, “Inilah Hakikat Islam” Terj.Hamdani Ali, (Jakarta: Bulan-Bintang, 1966)
*      M. Taqiyul Islam Qori, Cara Mudah Menghafal Al-Quran, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998)
*      Maurice Bucaille, The Bible, The Qur’an and Science, Translated from the French by ALASTAIR D. PANNELL and THE AUTHOR

*      Jurnal dan Majalah
*      Jurnal. Tsaqafah, volume 4, nomor 1, Dzulqa’dah 1428
*      Jurnal. Kalimah, “Membangun Pengetahuan Teistik: Mencari Model Dialog Sains dan Agama” volume 5 , nomor 1, Maret 2007
*      Jurnal. Himmah, “Agama dan Sains: Membentuk Sebuah Peradaban” volume 7, nomor 3, Dzulhijjah 1429
*      Tabloid. Republika, Dialog Jum’at, “Hafalan Al-Quran Permudah Rumus Fisika,” 7 November 2008
*      Tabloid. Republika, Dialog Jum’at, “Intens Membaca Al-Quran,” 26 November 2008
*      Tabloid. Republika, Dialog Jum’at, “Magnet Pecetakan Al-Quran”19 Desember 2008
*      Jurnal. Himmah, volume 8, nomor 1, Januari 2009
*      Tabloid. Republika, Dialog Jum’at,“Tiada Tara Nikmat Hafal Al-Quran” 23 Januari 2009
*      Tabloid. Republika, Dialog Jum’at, “Empat Kitab Tafsir Terkemuka” 30 Januari 2009
*      Tabloid. Republika, Dialog Jum’at, 13 Februari 2009

*      Website
*      http://www.abu nasr. Multiply.com/journal/item
*      http://www.2think.org/nothingness.html, Henning Genz– Nothingness: The Science of Empty Space, s. 205
*      Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 30
*      National Geographic Society, Powers of Nature, Washington D.C., 1978, s.12-13
*      http://www.ikadi. Org/artikel/kajian/Tafsir saintifik.
*      http://www.jps.net/bygrace/index. html Taken from Big Bang Refined by Fire by Dr. Hugh Ross, 1998. Reasons To Believe, Pasadena, CA




[1] Q.S. Al-Qiyamah: 17-18
[2] Muhammad bin Muhammad abu Syahbah, Al-Mudakhal li Dirasat Al-Quran Al-Karim, Maktabah As-Sunnah, KAiro, 1992, hlm. 19-20
[3] Ibid, hlm. 20
[4] Manna’ Al-Qaththan, Mabhits fi ‘Ulum Al-Quran, Mansyurat  Al-‘Ashr Al-Hadis, 1973, hlm. 21
[5] Al-Jurjani, At-Ta’rifat, hlm. 174
[6] Ibid
[7] Disampaikan oleh sejumlah periwayat yang menurut adat kebiasaan mustahil berkumpul dan bersepakat untuk berdusta.
[8] Q.S.4:36
[9] Pendahuluan kedelapan kitab Ash-Syafi dan Safinatul Bihar yang berjudul “Bathana”.
[10] Lihat Q.S: Al-Mujadilaht: 11
[11] Mempercayai tiga Tuhan, yaitu Tuhan Bapak, Tuhan Anak dan Roh Kudus. Namun yang terakhir masih dalam perbedaan pendapat, karena sebagian yang lain tidak meyakini Roh Kudus, tapi lebih cenderung pada Maria, Ibu dari Tuhan Anak.
[12] Muhammad Husain Thabathaba’I, Mengungkap Rahasia Al-Quran, terj.A. Malik Madany dan hamim Ilyas, Mizan, 1994 lihat hal: 37
[13] Hudhari Bik, Tarikh At-Tasyri’ Al-Islami, terj. Mohammas Zuhri, Rajamurah AlQonaah, 1980, hlm.5-6.
[14] Ibid, hlm. 45, Subhi As-Shalih, Mbahits fi ‘Ulum Al-Quran, Dar Al-Qalam li Al-Malayyin, Beirut, 1988, hlm. 51
[15] Lauh Mahfudz, sebuah catatan yang di dalamnya terdapat catatan mengenai sagala sesuatu yang eksis dan yang ditulis sejak zaman azali.
[16] Lihat Q.S. Al-Buruj (85): 21-22 dan Q.S. Al-Waqi’ah (56)| 77-80
[17] Lihat Q.S. Al-Qadar (97): 1 dan Ad-Dukhan (44): 3
[18] Lihat Q.S. Asy-Syu’ara’ (26): 193-195
[19] Lihat Q.S. Al-Furqan (25): 32
[20] Drs. Rosihan Anwar, M.Ag, Ulumul-Quran untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Pustaka Setia, Bsndung, 2000, hlm. 36
[21]Menurut Az-Zarqany, arti Asbab An-Nuzul secara teminologi adalah hal khusus atau sesuatu yang terjadi serta hubungan dengan turunnya ayat Al-Quran yang berfungsi sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi.
[22] Jalaluddin As-Suyuti, Al-Itqan fi ‘Ulum Al-Quran, Dar Al-Fikr, Beirut, Jilid I, hlm. 29
[23] Rosihan Anwar,  Ulum Al-Quran, Pustaka setia, Bandung, 2000 hlm: 62
[24] Kepiawain ketujuh sahabat ini di dalam menghafalkan Al-Quran dijelaskan oleh riwayat-riwayat Al-Bukhari yang artinya sebagai berikut: Diriwayatkan dari Abdullah bin Amir Al-Ash bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Ambilah Al-Quran dari empat orang, yaitu Abdullah bin Mas’ud, Salim, Mu’adz bin Jabal dan Ubay bin Ka’ab.”
[25] Diriwayatkan melalui jalan yang dapat dipercaya dari Anas ia menceritakan bahwa ketika Rasulullah SAW wafat, ada empat penghafal Al-Quran, yaitu Abu Ad-Darda, Mu’adz bin JAbal, Zaid bin Tsabit, dan Abu Daud.
[26] Ibid, hlm. 238-239
[27] Syahbah, op. cit, hlm. 241
[28] Ibid, hlm. 242
[29] Syahbah, op. cit, hlm. 242
[30] Perlu diketahui bahwa di dalam penghapusan ini dapat dipastikan ada hikmah di dalamnya dan ayat yang menghapus tidak akan pernah labih buruk dari ayat sebelumnya, selalu lebih baik atau menimal sama (sederajat) dengan ayat sebelumnya.
[31] Ia adalah ulama sufi besar yang alim dalam bidang ushul dan muamalat, serta menjadi guru bagi kebanyakan muridnya di Baghdad, wafat pada tahun 243 H.
[32] Ibid, hlm : 48
[33] Ibid, hlm: 50
[34] Ibid, 48-50
            [35] Ia adalah sarjana elektronika Institut Teknologi Bandung yang sukses setelah menggeluti percetakan Al-Quran.                         
[36] Tabloid Republika, Jum’at 19 Desember 2008, hlm: 16
                [37] QS 24: 1
                [38] MH. Thabathaba’I, Loc.cit, hal: 142
                [39] Ketujuh surat yang panjang ini mendapat sebutan as-Sab’ath ath-Thiwal (tujuh surat yang panjang).
                [40] disebut al-Mi’un.
                [41] Kesemuanya ini disebut dengan al-Matsani
                [42] Disebut Al-Mufashshah.
                [43] Ibid, 141
[44] Membahas akhirdari suatu akar dalam suatu kalimat yang disebabkan oleh factor yang berbeda, sedangkan dari perbedaan itu akan mempengaruhi maknanya.
[45] Azzah Zain al-Hasany, ‘Al-Quan Puncak Selera Sastra’, Ziyad Visi Media, Surakarta, 2007. hal: 91
[46] Mana’ul Quthan, “Pembahasan Ilmu Al-Quran, Rineka Cipta, Jakarta, 1994. hal: 78
                [47] M. H. Athaba’tani, Mengungkap Rahasia Al-Quran, Mizan, Bandung 1994, hlm: 114
[48] Tabloid Republika, Jum’at 30 Januari 2009, hlm: 14
[49] Ibid
[50] Kitab-kitab ini ditulis di kolom tafsir dengan judul: Empat Kitab Tafsir Terkemuka, Dialog Jumat (30 Januari 2009)
[51] Kitab suci yang diturunkan Allah SWT tetapi ayat-ayatnya sudah diselewengkan oleh sebagian manusia, kecuali Al-Quran yang selalu dijaga oleh Allah SWt dari penyelewengan.
[52] Ayat-ayatnya dibuat oleh tangan-tangan manusia dengan mengatas namakan bahwa itu dari Allah.
                [53] Ulfah Hayati Muzayanah, Lilis Fauziyah, Al-Quran Hadist, MDC Jatim, 2005, hal: 14
[54] M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Mizan, Bandung, 1997, hal: 23
                [55] Ibid, hal:  15
                [56]Ibid, hal: 16
[57] Shihab, Op. Cit. hal: 35
[58] Ibid, hal: 36-37
                [59] QS 6: 38
                [60] QS 5: 48
                [61] QS 59: 21
                [62] QS 13: 31
                [63] Lihat: QS Al-Nahl: 78
                [64] Lihat: QS Al-Baqarah: 185 , di dalam ayat ini Allah SWT menyatakan secara jelas bahwa Al-Quran diturunkan tidak hanya untuk umat Islam saja, melainkan secara umum untuk semua manusia.
                [65] Agus Purwanto, “Ayat-Ayat Semesta:Sisi-sisi Al-Quran yang terlupakan” Mizan, Bandung,  2008, hlm: 193
[66] Drs. Maskoeri Jasin, Ilmu Alamiah Dasar, PT. Raja Grafindo, Persada, Jakarta, 1997 hlm. 1

[67] Ibid, hlm. 9
[68] Istilah Metafisika berasal dari bahasa Yunani ta meta ta physica yang berarti mengikuti fisika. Nama ini muncul dari pembagian karya Aristoteles oleh Andronikos dari Rodi yang memilah karya-karya Aristoteles yang membicarakan hal-hal yang bersifat fisik dengan karya-karya yang membicarakan hal-hal yang di luar fisik. Andronikos menemukan bahwa sesudah karya-karya mengenai fisika terdapat empat belas buku yang ditemukan di dalamnya pembahasan mengenai realitas, kualitas, kesempurnaan yang ada, yang mengatasi dunia fisik. Oleh Andronikos keempat belas buku tersebut dinamai ta meta ta physica yang artinya buku-buku yang dating sesudah fisika.
[69] Jurnal Tsaqafah Volume 4, nomor. 1 Zulqa’dah 1428 H, dalam artikelnya yang berjudul ‘Wacana Hubungan Sains dan Agama,’
[70] Salah satu staff pengajar dan dosen di Pondok Modern Darussalam Gontor, beliau telah menulis tentang hubungan antara Al-Quran dan Sains di Jurnal Tsaqafah.
[71] Seorang doktor kesehatan asal India yang juga pendiri presiden Islamic Research Foundation India
[72] Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran (PSQ)
[73] QS 86: 5
[74] QS 24: 45
[75] QS 76: 2
[76] QS 29: 20
[77] QS 29: 19
[78] QS 11: 7
[79] QS 23: 12-14
[80] QS 31: 10
[81] QS 41: 11
[82] QS 88: 17-20
[83] QS   6: 101
[84] http://www.jps.net/bygrace/index. html Taken from Big Bang Refined by Fire by Dr. Hugh Ross, 1998. Reasons To Believe, Pasadena, CA
[85] http://www.jps.net/bygrace/index. html Taken from Big Bang Refined by Fire by Dr. Hugh Ross, 1998. Reasons To Believe, Pasadena, CA
[86] QS 21:32
[87] Ibid
[88] QS 29: 20
[89] QS 29: 19
[90] QS 39: 21
[93] QS: 27:88
[94] Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 30
[95] National Geographic Society, Powers of Nature, Washington D.C., 1978, s.12-13
[97] QS 21:33
[98] QS 36:38
[99] QS 51:7
[101] 75:3-4

[102] QS:  22:47
[103] QS: 32:5
[104] QS: 70:4
[105] QS: 23:122-114
[106] QS: 36:36
[107] http://www.2think.org/nothingness.html, Henning Genz – Nothingness: The Science of Empty Space, s. 205
[108] QS: 57:25
[109] QS:  86:11
[110] QS 51:47
[111] Fisikawan Rusia,
[112] Ahli kosmologi Belgia
[113] Seorang astronom Amerika
[114] Mehdi Ghoshlani, Filsafat Sains Menurut Al-Quran, Mizan, Bandung  2003, hlm: 43
[115] Ibid, hal: 44
[116] Ibid, hlm: 45
[117] Nama lengkapnya adalah Al-Imam Al-Akbar Mahmud Syaitut. Dalam pendahuluan tafsirnya beliau mengecam sekelompok cendekiawan yang menguasai ilmu pengetahuan kontemporer atau mengadopsi teori-teori ilmiah, filsafat dan sebagainya, kemudian dengan bekal itu mereka menafsirkan ayat-ayat Al-Quran dengan kerangka ilmu pengetahuan yang mereka kuasai tersebut.
[118] Matahari beredar mengelilingi bumi atau bumi pusat segalanya.
[119] Bumi berputar mengelilingi matahari atau mahtahari pusat tata surya.
[120] Ayat ini menunjukan tentang anatomi tubuh manusia secara detail, arti dari ayatnya berbunyi “Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) kepada Tuhanmu yang Maha Pemurah, Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang. Dalam bentuk apa saja yang ia kehendaki, ia menyusun tubuhmu.”
[121] Jurnal Majalah Himmah Vol 7 No. 3 Edisi Desember 2008/ Dzulhijjah 1429 Hlm. 22
[122] Guru Besar Fisika Universitas Teknologi Syarif, Iran, beliau adalah penulis buku Filsafat-Sains menurut Al-Quran, Mizan, Bandung, 1997
                [123] QS 86:13-14
                [124] Ulfah HAyati Muzayanah, Lilis Fauziyah, Al-Quran Hadist, MDC Jatim, 2005 hal: 19
                [125] QS 17: 105
                [126] Lihat QS 15: 9
                [127] MH. Thabathaba’i, Loc.cit,  hal: 130
            [128] QS QS 3:64
[129]Salah satu ayat yang lain adalah: “Al-Quran itu tiada lain hanyalah peringatan bagi seluruh alam (bangsa).” (Lihat QS. 68:52 dan QS. 38:87, kedua surat ini menyatakan hal uyang sama untuk pengulangan dan penekanan)
[130] QS 46: 30
                [131] QS 5: 48
                [132] QS 42: 13
                [133] QS 16: 89
                [134] QS 41: 41-42
[135] Muhyiddin Hasan Al-Qodmany, “Qodhoya Hammah fi Khadhiri Al-A’lam Al-Islamiyah” Al-Maktab Al-Islamy, Beirut, 1986 hlm:43
[136] Ibid, Hlm: 44
[137]Bentuk pemerintahan sebagaimana yang telah diajarkan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat (Khulafa ar-Rasyidin), bentuk pemerintahan ini berbeda dengan demokrasi yang membutuhkan banyak partai. Hal ini pulalah yang sering digembar-gemborkan oleh Hizbu at-Tahrir bahwa Islam akan bangkit dan bersatu jika mau meninggalkan demokrasi dan kembali pada system khilafah.
[138] Perlu dijelaskan di sini mengenai Geert Wilders yang menyebarkan Ayat-Ayat Fitna, beberapa ayat yang gencar didengungkan di filmnya adalah QS. Muhammad: 4 yang menceritakan tentang pemancungan batang leher kepala atas orang-orang kafir, ia tidak menyertakan ayat sebelumnya yang mengisahkan tentang orang-orang musyrik Makkah yang menghalangi orang lain untuk menganut agama yang dipilihnya, selain itu ia juga menyertakan QS: an-Nisa: 89 yang menyatakan bahwa Al-Quran mengajarkan untuk membunuh semua non-muslim di manapun dan kapan pun, padahal ayat sebelumnya (yang tidak ia sertakan) menjelaskan tentang sifat orang munafik, sebagai penjelasan bahwa pembunuhan yang diperintahkan ditujukan untuk orang-orang munafik yang telah kembali pada kekafiran. Bukan untuk non-muslim secara keseluruhan. Beginilah cara mereka mengutip ayat, hanya sepenggal-sepenggal dan tidak menyertakan penggalan yang lain.
[139] Arthur Jeffery. “The Qur’an as Scripture” The Muslim World 40 (1950) No. 1, hlm: 41
[140] Ibid
[141] Prof. Dr. Muhammad Ghallab, “Inilah Hakikat Islam”, Terj.  B. Hamdany Ali, Bulan Bintang, Jakarta, 1966 hal:258
[142] Sebelum membaca beberapa ungkapannya, perlu diketahui bahwa Denis Giron sendiri lebih memihak pada Syiah, sayangnya di kini telah murtad  (keluar dari Islam)
[143] http://www.2think.org/nothingness.html, Henning Genz– Nothingness: The Science of Empty Space, s. 205

[144] seorang profesor di Universiti Toronto, telah menulis sebuah buku berjudul : "The Developing Human 3rd Edition" dan "Human Development as described in the Quran and Sunnah"
[145] Muhammad Arifin Ilham, Hakikat Zikir: Jalan menuju Allah, INTUISI Press, Depok, 2003, hal: 73
[146]Lihat QS 14: 10, di dalam ayat ini mengungkapkan bahwa para nabi dan rasul senantiasa bertanya pada umat mereka: “Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?
[147] QS 58: 11
[148] Donny Gahral, Op. Cit., hal: 16
[149] hidup manusia hanya ditujukan untuk melayani teknologi
                [150] masa depan manusia sebagai orientasi utama
[151] memisahkan individu dari kepekaan
[152] kehidupan didominasi oleh pilihan bukannya takdir
[153] masginalisasi agama dari pelbagai bidang kehidupan, baik itu sains, politik dan ekonomi.


[154] Ia adalah mahasiswi UIN Malang yang pernah memimpin sidang Munas IHAMAFI (Ikatan Himpunan Mahasiswa Fisika Indonesia) pada TMFI di UIN Malang.
[155] Salah satu pembimbing hafalan Al-Quran di UIN Malang
[156] M. Taqiyul Islam Qori, Cara Mudah Menghafal Al-Quran, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998) hal:39
[157] QS 8:2
[158] Ketua Presidium Majelis Pengurus Pusat Ikatan Cendekiawan Muslin se-Indonesia (ICMI) periode 2005-2010
[159] QS 21:80, QS 18:65 dan QS 2:102
[160] Happy Susanto, ‘Membangun Pengetahuan Teistik: Mencari Model Dialog Sains dan Agama’, Jurnal. Tsaqafah, volume 4, nomor 1, Dzulqa’dah 1428

[161] Seorang ahli sains bidang kelautan berkebangsaan Jerman, perkataan ini diungkapkannya dalam sebuah seminar sains kajian laut yang diadakan di Universitas Raja Abdul ‘Aziz di Jeddah.
                [162] Muhammad Ansoruddin Sidik, Pengembangan Wawasan Iptek Pondok Pesantren, PT Bumi Aksara, Jakarta, 1994, Hlm: 12-13
                [163] Ibid, Hlm: 16-17
                [164] Ahli pengetahuan bumi dan anggota Islamic Academy of Science, pada seminar Nasional Reaktualisasi Tradisi Keilmuan Muslim dan PEranannya dalam Pemantapan Peradaban Manusia di Jakarta, 5-6 Januari 1994.
                [165] QS 29: 20
                [166] Ibid, 63
                [167]Ia pernah mengadakan pameran Islam di London tahun 1976 bersama Fahmy Basya. Ia
[168] Jurnal. Himmah, “Agama dan Sains: Membentuk Sebuah Peradaban”oleh: Imanuddin Abil Fida,  volume 7, nomor 3, Dzulhijjah 1429Hal: 2
[169] Donny Gahral Adian, Seri tokoh filsafat: Muhammad Iqbal, Teraju, Jakarta selatan, 2003 hal: 92
[170] Ahli fisika teoritis, lulusan Universitas Hiroshima, Jepang, Dosen Fisika ITS, penulis buku Ayat-Ayat Semesta
[171] Teknisi adalah seseorang yang dilatih dan mempunyai tugas atau pekerjaan untuk menerapkan tehnik-tehnik atau prinsip-prinsip yang telah diketahui dalam artian ilmuan yang tidak terlalu ahli.
[172] Agus Purwanto, Op.Cit, hal: 208
[173] QS 58:11

4 komentar:

Unknown mengatakan...

makasih atas postingannya. alhamdulillah membantu sekali ^_^

Unknown mengatakan...

nice post

http://rahasiailmuqurani.blogspot.com/

Unknown mengatakan...

nice post

http://rahasiailmuqurani.blogspot.com/

Putra Dari Ufuk Timur mengatakan...

Mungkin perlu dijelaskan dari mana asal isi Al-Quran yang diperintahkan oleh Muhammad bin Abdullah kepada sekretaris pribadi-nya yang ditugaskan khusus mencatat, yaitu : Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, dijelaskan terkait hasil terjemahan peninggalan "Waraqah" sepupu Khadijah, yang adalah ahli tafsir injil palsu dan kitab-kitab Ibrani, karena banyak diantaranya terkait terjemahan dan tafsiran keliru Waraqah yang saat itu menganut ajaran bidat Nashrani. Dan juga berbagai kajian dan tulisan para ahli-ahli Mesir, Yunani dan Romawi ditahun lahirnya Islam dan sebelumnya, terkait konsep-konsep ilmu pengetahuan yang disadur dan dimasukan oleh para penulis untuk melengkapi Al-Quran, sehingga seolah-olah murni diberikan kepada Muhammad bin Abdullah sebagai Ilham. atau pernahkah dikaji bahwa semua tafsiran Waraqah disimpan oleh Khadijah dan Muhammad kemudian dirumuskan sebagai "Wahyu", pernahkah ini dianalisis?
Mengapa demikian?, karena banyak isinya berupa saduran yang ditambah dan dikurangi dengan tafsiran-tafsiran kisah Ibrani yang dibuat oleh para ahli dibawah tahun 600 Masehi. Seolah-olah Al-Quran berisi sesuatu yang sangat lengkap, namun mungkin berupa saduran dari kumpulan artikel-artikel para ahli yang digunakan untuk melengkapi Al-Quran. Silahkan dilengkapi supaya penjelasan anda lebih valid. Ataukah belum terpikirkan oleh para ahli Muslim? dengan praduga dan hipotesis "terjemahan Waraqah, setelah ia meninggal raib kemana?" mungkin ada benang merah yang perlu dikaji.