Jumat, 21 September 2012

JIHAD DENGAN PENA





TIPS MENULIS DARI RIEZUKA

Ya Allah......ridhoi aku untuk menjadi penulis, jalan dakwah yang ku pulih.
semoga tulisanku bermanfaat dan tidak sia-sia. AMIN.

Jihad, dewasa ini kata itu lebih sering kita dengar. Banyak presepsi mengenai jihad, bagi mereka yang muslim, jihad memiliki makna yang istimewa, orang-orang yang jihad menurut mereka adalah sekelompok orang hebat yang siap bertempur melawan kebatilan.
Namun, bagi mereka yang belum mengenal indahnya Islam dan terjangkiti penyakit Islamphobia, memiliki ketakutan yang luar biasa pada apa pun yang berbau Islam. Mereka cenderung risih mendengar kata jihad, mereka bilang jihad adalah perang, jihad adalah kekerasan. Maka, jihad harus ditentang dan tak boleh dibiarkan.
Jihad memang identik dengan peperangan, perang melawan musuh. Tapi, perang di sini tidak harus dengan pistol, bom dan tank-tank. It’s so yesterday…… Ini adalah bentuk perang yang kuno dan purba. Karena peperangan itu kini telah bermetamorfosis menjadi bentuk yang tak kasat mata.
Tapi walaupun tak terlihat bukan berarti ancamannya berkurang, justru sebaliknya, ancamannya semakin mengerikan dan kejam, perang itu adalah perang yang tak lagi mengandalkan otot, tapi lebih cenderung mengandalkan otak.
          Senjata yang paling sering dipakai dalam perang ini adalah pena, karena pena lebih efektif menyerang dari pada pedang.
          Bahkan, Allah SWT menyinggung masalah pena dalam ayat-ayat pertama yang turun, yaitu dalam Surat Al-‘Alaq: 1-5 yang bunyinya:
1.  Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2.  Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3.  Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4.  Yang mengajar (manusia) dengan perantaran pena.
5.  Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

          Ditekankan dalam ayat ke-empat, tentang pena, hal ini menandakan bahwa pena memiliki peranan yang penting untuk mencerdaskan umat, sebagai perantara mengajar. Maka, menulis menjadi kegiatan yang dianjurkan untuk semua manusia.
          Kekuatan kata-kata yang tergores dari pena bisa mengenai siapa saja, deretan abjad itu adalah buah dari pemikiran yang bisa memperngaruhi siapa saja yang membacanya, hal ini tentu saja tergantung pada kepiawaian penulis sendiri.

          Semakin sering dia menulis, maka tulisannya akan semakin tajam dan tepat mengenai sasaran layaknya pedang yang terus-menerus diasah. Maka baik sekali jika orang sholeh pandai menulis, tulisannya akan memberi inspirasi pembaca untuk berbuat baik, bahkan manfaat yang bisa diambil dari tulisannya tak terbatas oleh waktu, buah pikirannya akan terus hidup, bahkan ketika ia sudah ada di liang lahat.
          Namun, jika yang terjadi sebaliknya, orang bejat yang pandai menulis, tulisannya akan jadi racun bagi pembacanya, ia bisa merusak cara berpikir orang, ia lihai membolak-balikkan fakta, mencekoki pembacanya dengan fakta yang jauh dari keadaan yang sebenarnya sehingga semuanya jadi kabur antara yang benar dan yang salah.
          Inilah musuh sejati yang paling berbahaya, musuh ini bekerja di balik layar, ia tak perlu ke medan perang, ia hanya perlu menggoreskan pena untuk merusak siapa saja yang dimusuhinya.
          Maka, tak ada yang bisa dilakukan oleh orang-orang yang belum terpengaruhi oleh pemikiran para penulis sesat, kecuali ia juga harus menulis, mengkritik semua pemikiran yang salah kaprah, meluruskan yang salah arah.
          Memang, ini bukanlah pekerjaan yang mudah, tapi sulit bukan berarti tidak mungkin. Jadi, inilah era kita, era di mana kita harus berjuang dengan mata pena kita, kini saatnya kebaikan disebarkan dengan cara yang lebih bersahaja, kedamaian disemaikan di semua tempat dan kita bisa memulai semuanya saat ini juga, ambilah pena dan mari mulai menulis, semoga apa yang kita tulis memberi manfaat bagi para pembaca.
          Jika kita tak punya uang untuk bersedekah, maka, kita bisa bersedekah dengan tenaga dan pikiran kita. Dan menulis menggabungkan keduanya, ketika kita menulis, kita sedang menuangkan ide kita, kita juga memakai tenaga kita, bahkan waktu juga kita korbankan.
          Tapi, lihatlah, ketika tulisan kita dibaca orang, dikritik orang, dikomentari, dipuji atau dicaci. Ada kenikmatan tersendiri di sana. Kritikan kadang memang pedas, tapi harus disyukuri, karena itu berarti tulisan kita telah dibaca dengan penuh penghayatan.
          Belum lagi jika tulisan kita menginspirasi dan menyadarkan orang dari kesesatan. Itu sangat luar biasa, nilainya tak bisa dibandingkan dengan apa pun. Sudah banyak tulisan yang bisa merubah cara orang berpikir, kemudian menginspirasi untuk berbuat sesuatu. Maka, dakwah dengan pena adalah sesuatu yang efektif, terutama dakwah di kalangan terpelajar.
          Mungkin, beberapa dari kita sering berkomentar: Mudah sekali menyuruh orang menulis, tapi ketika tak ada bakat untuk menulis, mana bisa?
          Penulis sendiri tidak percaya bahwa menulis adalah bakat, karena menulis hanyalah faktor kebiasaan.
          Every beginning is difficult friend….but we never know how strong we are, how great we are, if we never try it…..Then, just try……
          Awalnya sulit, tapi Insyaalah….lama-lama akan menjadi mudah. Ini ada beberapa tips yang diberikan penulis buku ini secara cuma-cuma untuk semuanya, ini bukan omong kosong, penulis belajar dari pengalamannya, inilah tipsnya.
*      Niat, segala perbuatan harus diawali dengan niat, seorang penulis yang sholeh menjadikan kegiatan tulis-menulis sebagai suatu ibadah. Maka, alangkan mulianya jika sebelum menulis berniat untuk ibadah.

*      Setelah berniat, lalu memperbanyak bacaan buku, sebaiknya buku yang dibaca adalah buku yang sesuai dengan minat calon penulis. Orang yang humoris tak usah memaksakan diri untuk membaca buku yang serius atau sebaliknya, karena itu hanya akan menyiksa. Seseorang yang humoris dapat membaca buku-buku lucu untuk mencari inspirasi, tapi tak boleh menyadur ide orang bulat-bulat, kita harus mencoba mencari gaya kita sendiri, karena kita akan puas jika karya yang kita hasilkan adalah karya asli kita dan tak ada unsur plagiat sedikit pun. Jika terpaksa mengambil ide dari orang lain, maka harus ada catatan kaki, begitulah penulis yang bijak.

*      Setelah banyak membaca, maka otak akan penuh. Ibarat botol, pasti akan penuh jika terus-menerus diisi dengan ilmu-ilmu. Seseorang yang bergelut dengan dunia politik misalnya, jika ia berniat untuk menulis dan membaca banyak buku tentang politik, maka ide yang keluar tak akan jauh-jauh dari hal-hal yang berbau politik. Maka, tindakan selanjutnya adalah segera mengambil pena, mulai mencorat-corat, jangan ditunda-tunda, karena ide itu bisa hilang.

*      Menulis tak harus muluk-muluk, jika masih dalam tahap pembelajaran, jangan langsung menulis hal-hal yang berat. Agar lebih menikmati proses belajar menulis, maka sebaiknya memulai dengan sesuatu yang ringan-ringan. Seperti pengalaman penulis sendiri. Awalnya memang hanya tulisan-tulisan ringan yang ada di majalah sekolah, kemudian mengasah kemampuan ketika memasuki masa kuliah, mulai menulis di buletin kampus, di majalah lingkup kampus, kemudian majalah yang tarafnya lebih tinggi, bahkan akhirnya bisa menulis di koran. Ini sesuai sekali dengan kata bijak: Ribuan kilo meter hanya dapat ditempuh jika kita sudah memulai langkah pertama kita. Maka, mari mulai melangkah.

*      Jika, sudah mencoba sekali, jangan berhenti, teruslah menulis. Jika bosan dengan satu bidang, tulislah bidang yang lain. Penulis yang terlalu menuruti moodnya tak akan pernah menyelesaikan tulisannya, seorang penulis profesional harus disiplin, bahkan kalau perlu punya target menulis, memang terkadang kesibukan menjadi kendala, karena menulis pun butuh waktu. Tapi, menulis bisa dijadikan salah satu hiburan untuk mengusir kepenatan dan sejenak istirahat dari masalah. Tentu saja bukan dengan menulis hal-hal berat, tapi dengan menulis diary misalnya.

          Akhirnya, marilah kita berdoa, semoga goresan pena kita bisa mencerahkan dan tidak menyesatkan. Amin.

Tidak ada komentar: