TIPS MENULIS DARI RIEZUKA
Ya Allah......ridhoi aku untuk menjadi penulis, jalan dakwah yang ku pulih.
semoga tulisanku bermanfaat dan tidak sia-sia. AMIN.
Jihad,
dewasa ini kata itu lebih sering kita dengar. Banyak presepsi mengenai jihad,
bagi mereka yang muslim, jihad memiliki makna yang istimewa, orang-orang yang
jihad menurut mereka adalah sekelompok orang hebat yang siap bertempur melawan
kebatilan.
Namun,
bagi mereka yang belum mengenal indahnya Islam dan terjangkiti penyakit
Islamphobia, memiliki ketakutan yang luar biasa pada apa pun yang berbau Islam.
Mereka cenderung risih mendengar kata jihad, mereka bilang jihad adalah perang,
jihad adalah kekerasan. Maka, jihad harus ditentang dan tak boleh dibiarkan.
Jihad
memang identik dengan peperangan, perang melawan musuh. Tapi, perang di sini
tidak harus dengan pistol, bom dan tank-tank. It’s so yesterday…… Ini
adalah bentuk perang yang kuno dan purba. Karena peperangan itu kini telah
bermetamorfosis menjadi bentuk yang tak kasat mata.
Tapi
walaupun tak terlihat bukan berarti ancamannya berkurang, justru sebaliknya, ancamannya
semakin mengerikan dan kejam, perang itu adalah perang yang tak lagi
mengandalkan otot, tapi lebih cenderung mengandalkan otak.
Senjata yang paling sering dipakai dalam perang ini adalah
pena, karena pena lebih efektif menyerang dari pada pedang.
Bahkan, Allah SWT menyinggung masalah pena dalam ayat-ayat
pertama yang turun, yaitu dalam Surat Al-‘Alaq: 1-5 yang bunyinya:
1.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2.
Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3.
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4.
Yang mengajar (manusia) dengan perantaran pena.
5.
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Ditekankan dalam ayat ke-empat,
tentang pena, hal ini menandakan bahwa pena memiliki peranan yang penting untuk
mencerdaskan umat, sebagai perantara mengajar. Maka, menulis menjadi kegiatan
yang dianjurkan untuk semua manusia.
Kekuatan kata-kata yang tergores dari pena bisa mengenai
siapa saja, deretan abjad itu adalah buah dari pemikiran yang bisa
memperngaruhi siapa saja yang membacanya, hal ini tentu saja tergantung pada
kepiawaian penulis sendiri.
Semakin sering dia menulis, maka tulisannya akan semakin
tajam dan tepat mengenai sasaran layaknya pedang yang terus-menerus diasah.
Maka baik sekali jika orang sholeh pandai menulis, tulisannya akan memberi
inspirasi pembaca untuk berbuat baik, bahkan manfaat yang bisa diambil dari
tulisannya tak terbatas oleh waktu, buah pikirannya akan terus hidup, bahkan
ketika ia sudah ada di liang lahat.
Namun, jika yang terjadi sebaliknya, orang bejat yang
pandai menulis, tulisannya akan jadi racun bagi pembacanya, ia bisa merusak
cara berpikir orang, ia lihai membolak-balikkan fakta, mencekoki pembacanya
dengan fakta yang jauh dari keadaan yang sebenarnya sehingga semuanya jadi
kabur antara yang benar dan yang salah.
Inilah musuh sejati yang paling berbahaya, musuh ini
bekerja di balik layar, ia tak perlu ke medan perang, ia hanya perlu
menggoreskan pena untuk merusak siapa saja yang dimusuhinya.
Maka, tak ada yang bisa dilakukan oleh orang-orang yang
belum terpengaruhi oleh pemikiran para penulis sesat, kecuali ia juga harus
menulis, mengkritik semua pemikiran yang salah kaprah, meluruskan yang salah
arah.
Memang, ini bukanlah pekerjaan yang mudah, tapi sulit bukan
berarti tidak mungkin. Jadi, inilah era kita, era di mana kita harus berjuang
dengan mata pena kita, kini saatnya kebaikan disebarkan dengan cara yang lebih
bersahaja, kedamaian disemaikan di semua tempat dan kita bisa memulai semuanya
saat ini juga, ambilah pena dan mari mulai menulis, semoga apa yang kita tulis
memberi manfaat bagi para pembaca.
Jika kita tak punya uang untuk bersedekah, maka, kita bisa
bersedekah dengan tenaga dan pikiran kita. Dan menulis menggabungkan keduanya,
ketika kita menulis, kita sedang menuangkan ide kita, kita juga memakai tenaga
kita, bahkan waktu juga kita korbankan.
Tapi, lihatlah, ketika tulisan kita dibaca orang, dikritik
orang, dikomentari, dipuji atau dicaci. Ada kenikmatan tersendiri di sana.
Kritikan kadang memang pedas, tapi harus disyukuri, karena itu berarti tulisan
kita telah dibaca dengan penuh penghayatan.
Belum lagi jika tulisan kita menginspirasi dan menyadarkan
orang dari kesesatan. Itu sangat luar biasa, nilainya tak bisa dibandingkan
dengan apa pun. Sudah banyak tulisan yang bisa merubah cara orang berpikir,
kemudian menginspirasi untuk berbuat sesuatu. Maka, dakwah dengan pena adalah
sesuatu yang efektif, terutama dakwah di kalangan terpelajar.
Mungkin, beberapa dari kita sering berkomentar: Mudah
sekali menyuruh orang menulis, tapi ketika tak ada bakat untuk menulis, mana
bisa?
Penulis sendiri tidak percaya bahwa menulis adalah bakat,
karena menulis hanyalah faktor kebiasaan.
Every beginning is difficult friend….but we never know how
strong we are, how great we are, if we never try it…..Then, just try……
Awalnya sulit, tapi Insyaalah….lama-lama akan menjadi
mudah. Ini ada beberapa tips yang diberikan penulis buku ini secara cuma-cuma
untuk semuanya, ini bukan omong kosong, penulis belajar dari pengalamannya,
inilah tipsnya.
Niat, segala perbuatan harus diawali
dengan niat, seorang penulis yang sholeh menjadikan kegiatan tulis-menulis
sebagai suatu ibadah. Maka, alangkan mulianya jika sebelum menulis berniat
untuk ibadah.
Setelah berniat, lalu memperbanyak bacaan
buku, sebaiknya buku yang dibaca adalah buku yang sesuai dengan minat calon
penulis. Orang yang humoris tak usah memaksakan diri untuk membaca buku yang
serius atau sebaliknya, karena itu hanya akan menyiksa. Seseorang yang humoris
dapat membaca buku-buku lucu untuk mencari inspirasi, tapi tak boleh menyadur
ide orang bulat-bulat, kita harus mencoba mencari gaya kita sendiri, karena kita
akan puas jika karya yang kita hasilkan adalah karya asli kita dan tak ada
unsur plagiat sedikit pun. Jika terpaksa mengambil ide dari orang lain, maka
harus ada catatan kaki, begitulah penulis yang bijak.
Setelah banyak membaca, maka otak akan
penuh. Ibarat botol, pasti akan penuh jika terus-menerus diisi dengan
ilmu-ilmu. Seseorang yang bergelut dengan dunia politik misalnya, jika ia
berniat untuk menulis dan membaca banyak buku tentang politik, maka ide yang
keluar tak akan jauh-jauh dari hal-hal yang berbau politik. Maka, tindakan
selanjutnya adalah segera mengambil pena, mulai mencorat-corat, jangan
ditunda-tunda, karena ide itu bisa hilang.
Menulis tak harus muluk-muluk, jika masih
dalam tahap pembelajaran, jangan langsung menulis hal-hal yang berat. Agar
lebih menikmati proses belajar menulis, maka sebaiknya memulai dengan sesuatu
yang ringan-ringan. Seperti pengalaman penulis sendiri. Awalnya memang hanya
tulisan-tulisan ringan yang ada di majalah sekolah, kemudian mengasah kemampuan
ketika memasuki masa kuliah, mulai menulis di buletin kampus, di majalah
lingkup kampus, kemudian majalah yang tarafnya lebih tinggi, bahkan akhirnya
bisa menulis di koran. Ini sesuai sekali dengan kata bijak: Ribuan kilo meter
hanya dapat ditempuh jika kita sudah memulai langkah pertama kita. Maka, mari
mulai melangkah.
Jika, sudah mencoba sekali, jangan
berhenti, teruslah menulis. Jika bosan dengan satu bidang, tulislah bidang yang
lain. Penulis yang terlalu menuruti moodnya tak akan pernah menyelesaikan
tulisannya, seorang penulis profesional harus disiplin, bahkan kalau perlu
punya target menulis, memang terkadang kesibukan menjadi kendala, karena
menulis pun butuh waktu. Tapi, menulis bisa dijadikan salah satu hiburan untuk
mengusir kepenatan dan sejenak istirahat dari masalah. Tentu saja bukan dengan
menulis hal-hal berat, tapi dengan menulis diary misalnya.
Akhirnya, marilah kita berdoa, semoga
goresan pena kita bisa mencerahkan dan tidak menyesatkan. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar