Selasa, 18 September 2012

PENDIDIKAN MASA DEPAN



PENDIDIKAN KUNCI PERUBAHAN
UNTUK MASA DEPAN YANG LEBIH BAIK
 Rizka Dwi Seftiani
  1. Pendahuluan
Pendidikan memegang peranan penting dalam peradaban suatu bangsa. Kemajuan dan kemunduran sebuah bangsa, tolak ukurnya adalah pendidikan. Terbukti dengan apa yang dicapai negara-negara maju dalam bidang ekonomi, teknologi, hingga sosial politik, semuanya tergantung pada pendidikan. M. Miftahul Ulum, M. A,[1] mengatakan bahwa pendidikan memiliki peran yang sangat penting, karena pendidikan menjadi inti dari perubahan, semua perubahan bisa dimulai dari pendidikan, jika negara ingin maju, syaratnya adalah membenahi pendidikan terlebih dahulu.
Beberapa dekade terakhir ini, pendidikan mengalami kemunduran di beberapa belahan dunia, khususnya di negara ketiga, salah satu indikasinya adalah tingginya angka pengangguran di tengah banyaknya lembaga pendidikan dengan berbagai modelnya, walaupun sebenarnya tujuan akhir dari pendidikan bukanlah untuk memperoleh pekerjaan.
Terlepas dari itu, para ahli pendidikan dari berbagai kalangan mempunyai konsep yang berbeda-beda mengenai pendidikan yang ideal. Junaidi Alamsyah[2] menyatakan bahwa berbagai model maupun metode pendidikan ditawarkan sebagai solusi untuk pembentukan generasi yang ideal demi kesejahteraan manusia. Satu sisi mementingkan pembentukan karakter dan kepribadian, yang lain mementingkan pembentukan skill dan intelektualitas yang berujung pada pencapaian gelar tertentu, sementara yang lain mencoba untuk menggabungkan keduanya.

  1. Pendidikan dan Masa Depan
    1. Pengertian Pendidikan
    2. Tujuan pendidikan
Pendidikan memiliki bermacam-macam tujuan yang penafsirannya tergantung pada keadaan. Salah satunya supaya anak bisa hidup lebih baik seperti yang diharapkan orang tuanya. Sehingga secara tidak langsung orang tua yang menyekolahkan anaknya atau mendidik anaknya sudah menanamkan investasi yang sangat berharga bagi kehidupan si anak. Ada beberapa pendapat mengenai tujuan pendidikan, seperti yang dikemukakan Lengeveld berikut ini:
a)      Tujuan Umum
Tujuan ini juga disebut sebagai tujuan total, tujuan sempurna atau tujuan akhir.  Dalam hal ini Kohnstam dan Gunning mengatakan bahwa tujuan akhir dari pendidikan adalah untuk membentuk manusia sempurna. Yaitu manusia yang di dalam hidupnya terdapat keharmonisan antara jasmani dan rohani.
b)      Tujuan Khusus
Untuk menuju kepada tujuan umum itu, perlu adanya pengkhususan tujuan yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi tertentu, misalnya: disesuaikan dengan cita-cita suatu bangsa, disesuaikan dengan tugas dari suatu badan atau lembaga pendidikan, disesuaikan dengan bakat dan kemampuan murid, disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan sebagainya. Tujuan-tujuan yang telah disesuaikan dengan keadaan tertentu dalam rangka mencapai tujuan umum pendidikan inilah yang dimaksud dengan tujuan khusus.
c)      Tujuan Tak lengkap
Tiap-tap aspek pendidikan mempunyai tujuan pendidikan sendiri-sendiri. Tujuan dari amsing-masing aspek pendidikan inilah yang dimaksud dengan tujuan pendidikan tak lengkap. Sebab setiap aspek menganggap seolah terlepas dari aspek yang lain. Padahal masing-masing aspek adalah bagian dari aspek secara keseluruhan.
d)     Tujuan Insidentil
Tujuan ini timbul secara kebetulan, secara mendadak dan hanya bersifat sesaat, namun tidak berarti bahwa tujuan insidentil ini tidak ada hubungannya dengan tujuan-tujuan pendidikan yang lain.
e)      Tujuan Sementara
Tujuan yang ingin dicapai dalamfase-fase tertentu dalam pendidikan. Misalnya menyekolahkan anak dengan tujuan agar anak bisa membaca dan menulis. Dapat membaca dan menulis adalah tujuan sementara.
f)       Tujuan Perantara
Tujuan ini adalah alat atau sarana untuk mencapai tujuan yang lain. Misalnya tujuan belajar bahasa Inggris agar dapat mempelajari buku-buku berbahasa Inggris atau dalam bahasa lain.


  1. Peran Pendidikan terhadap Kebudayaan
Sejarah telah banyak mencatat berbagai macam pola pendidikan dari berbagai bangsa yang keseluruhannya merupakan bagian dari kebudayaan. Dalam hal ini, pendidikan berarti pemindahan isi kebudayaan untuk menyempurnakan segala kecakapan nanak didik guna menghadapi persoalan-persoalan dan harapan-harapan kebudayaannya. Tentu saja tidak semua isi kebudayaan akan diwariskan, tetapi hanyalah isis-isi kebudayaan sesuai dengan keadaan zaman dan tempat yang memenuhi hasrat manusia pada zaman itu.
Di Timur, Mesir misalnya, pada zaman purbanya telah mengenai peradaban tinggi. Masyarakatnya memilikik tingkat kecerdasan yang tinggi dan tahu akan harga diri. Pola pendidikan yang digunakan semua didasarkan pada kepercayaan polytheisme (memuja banyak dewa) sehingga sumber pengetahuannya diambil dari nyanyian pujaan pada dewa-dewi karena tujuan pendidikan mereka adalah susila-keagamaan. Oleh karenanya, semua keaktifan manusia akhirnya dimaksudkan untuk berbakti kepada dewa-dewi. Di samping itu, Mesir mempunyai pusat pendidikan yang baik sekali organisasinya. Pusat-pusat pendidikan tersebut berbentuk sekolah kuil dan merupakan pusat kuliah yang teratur dengan berbagai fasilitas dan jenjang pendidikan.
India juga mengenal pola pendidikan dengan sistem asrama. Adalah Rabindranath Tagore[3] yang memiliki cita-cita untuk memperbaiki kebudayaan India lama. Untuk memodernkan India ia menghendaki pemakaian metode dari Barat dengan tetap berpegang teguh pada nilai moral India yang asli. Dengan kata lain, mengadakan kombinasi yang seimbang antara idealisme Timur dan realisme Barat. Tagore berkata, “Pendidikan yang sejati adalah pendidikan asrama.” Sistem ini adalah sistem pendidikan kaum Brahmana dan dilaksanakan di tempat-tempat yang sunyi, jauh dari keramaian dunia. Sistem ini mengharuskan adanya hubungan yang erat antara guru dan murid. Itulah sebabnya ia mendirikan sekolahnya di tempat yang tandus, salah satunya adalah Santiniketan.[4]. Di sekeliling sekolah ini didirikan asrama bagi muird-murid dan guru-guru sehingga membentuk masyarakat yang kecil. Semua itu berada di bawah pengawasan guru. Murid-murid menentukan sendiri aturan hidup bermasyarakatnya. Mereka memilih ‘pemerintah’ sendiri yang mengatur dan menjaga tata tertib serta menegakan disiplin.
Barat, dimulai dari Yunani karena kebudayaan Yunani dapat dianggap sebagai dasar pokok dari kebudayaan Eropa (Barat). Dari Yunani, Eropa menerima filsafat, kesenian, ilmu pengetahuan, kesusastraan, dan olahraga. Di Yunani terdapat dua pusat kebudayaan  yang salin bertolak belakang, yaitu Sparta dan Athena. Pendidikan di Sparta bertujuan untuk membentuk serdadu-serdadu yang kuat sebagai pembela negara sehingga pendidikannya diselenggarakan oleh negara karena bagi mereka kepentingan negara diletakkan di atas kepentingan individu dan difokuskan pada pembentukan sifat-s-fat yang harus dimiliki tentara bahkan terkesan tanpa perasaan. Sementara di Athena pendidikannya ditujukan pada pembentukan warga negara dengan jalan pembentukan jasmani dan rohani yang harmonis.
Namun pada keyataannya, justru pola pendidikan yang berasal dari Athena-lah yang kelak berkembang pesat bahkan dijadikan sumber pengetahuan bagi ilmu pengetahuan dunia yang dipelopori oleh beberapa tokoh. Diantaranya adalah Gorgias[5], Phytagoras[6], Socrates[7], dan Plato[8].
Adapun romawi, pada masa awal berdirinya kerajaan ini, filsafat yang mereka anut adalah kebajikan kepahlawanan, sesuai dengan cita-cita mereka untuk berekspansi meluaskan daerah kekuasaan. Namn lambat laun, orientasi mereka berbeda. Setelah romawi menjadi kemaharajaan, rakyat roma berpedoman pada filsafat, sehingga cita-cita kebajikan kepahlawanan diganti dengan kebajikan kemanusiaan.

  1. Kesimpulan
Dalam dinamika pendidikan, selalu ada problema. Tetapi selama ini masih dalam batas kewajaran. Kalau mengharapkan proses pembelajaran yang ideal, harus disiapkan pula sarana dan prasarana ntuk menunjang keberhasilan perndidikan, seperti sekolah, meja, kursi, papan tulis, buku-buku, alat tulis dan sebagainya.
Terlepas dari itu semua, yang terpenting adalah kebijakan atau policy, komitmen untuk maju dan berkembang. Jika sebuah lembaga pendidikan
  1. Penutup
Sebagaimana kita ketahui, bahwa pendidikan merupakan suatu pekerjaan yang sangat kompleks dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Hasil dari suatu pendidikan tidak bisa segera kita lihat atau kita rasakan. Di samping itu, hasil akhir pendidikan ditentukan pula oleh hasil-hasil dari berbagai pendidikan yang sebelumnya.










Daftar Pustaka
Asmani, Jamal Ma’mur. 2009. 7 Kompetensi Guru Menyenangkan dan Profesional. Yogyakarta:   Power Books (IHDINA).
Djamarah, Drs. Syaiful Bahri, M. Ag, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta:      PT. Rianka Cipta.
Fakhruddin, Asef Umar. 2010. Menjadi Guru Favorit. Yogyakarta: Diva Press.
Hall, Gene E, dkk. 2008. Mengajar dengan Senang –Menciptakan Perbedaan dalam         Pembelajaran Siswa. Jakarta: PT. Indeks.
Kouzes, James, Posner, Barry. 2008. The Leadership Learning –Panduan Menjadi             Motivator Hebat Bagi Siapa Saja. Yogyakarta: BACA.
Naim Ngainun, 2009. Menjadi Guru Inspiratif: Memberdayakan dan Mengubah     Jalan   Hidup Siswa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Majid, Abdul. 2009. Perencanaan Pembelajaran –Mengembangkan Standar Kompetensi Guru.      Bandung: Rosd.
Mustaqim, 2008. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Purwanto, 2010. Instrumen Penelitian Sosial dan Pendidikan–Pengembangan dan Pemanfaatan-  . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Purwanto, Ngalim. 2006. Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sagala, Syaiful. 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan.   Bandung:ALFABETA
Sukadi. 2008. Progressive Learning –Learning by Spirit-. Bandung: MQS Publishing.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan –Pendekatan Kuantitatif,   Kualitatif, dan R&D. Bandung: ALABETA.
Thoifuri. 2007. Menjadi Guru Inisiator. Semarang: RaSAIL Media Group.
Zarkasyi, Abdullah Syukri. 2005. Manajemen Pesantren–Pengalaman Pondok Modern Gontor-.    Ponorogo: TRIMURTI PRESS.
www.jaringskripsi.com//2009/09/24/bentuk-motivasi-guru











[1] Salah seorang dosen di Institut Studi Islam Darussalam
[2] Dewan Redaksi Majalah Himmah, majalah yang dikelola oleh Dewan Mahasiswa (DEMA) Institut Studi Islam Darussalam Pondok Modern Gontor.
[3] Seorang guru besar keturunan dari keluarga Brahmana yang sangat kaya.
[4] Santiniketan menjadi salah satu sintesa Pondok Modern Gontor.
[5] Tokoh sofist yang berpendapat bahwa manusia adalah ukuran segala-galanya.
[6] Memiliki pendapat bahwa sejak kecil manusia memiliki kecenderungan untuk berbuat jahat. Pendidikan harus membawa ke arah kesempurnaan.
[7] Berpendapat bahwa bukan manusia melainkan ketuhanan yang menjadi ukuran segala sesuatu dan ia percaya bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk berbuat baik. Oleh karena itu, ilmu menjadi sumber kebajikan.
[8] Ia meletakan pendidikan berdasarkan azas pembentukan warga negara yang baik, dan untukl itu menjadi baik, manusia harus bisa berbuat adil dan bijak.

Tidak ada komentar: