PENDIDIKAN
KUNCI PERUBAHAN
UNTUK
MASA DEPAN YANG LEBIH BAIK
Rizka Dwi Seftiani
- Pendahuluan
Pendidikan memegang peranan penting
dalam peradaban suatu bangsa. Kemajuan dan kemunduran sebuah bangsa, tolak
ukurnya adalah pendidikan. Terbukti dengan apa yang dicapai negara-negara maju
dalam bidang ekonomi, teknologi, hingga sosial politik, semuanya tergantung
pada pendidikan. M. Miftahul Ulum, M. A,[1]
mengatakan bahwa pendidikan memiliki peran yang sangat penting, karena
pendidikan menjadi inti dari perubahan, semua perubahan bisa dimulai dari
pendidikan, jika negara ingin maju, syaratnya adalah membenahi pendidikan
terlebih dahulu.
Beberapa dekade terakhir ini,
pendidikan mengalami kemunduran di beberapa belahan dunia, khususnya di negara
ketiga, salah satu indikasinya adalah tingginya angka pengangguran di tengah
banyaknya lembaga pendidikan dengan berbagai modelnya, walaupun sebenarnya
tujuan akhir dari pendidikan bukanlah untuk memperoleh pekerjaan.
Terlepas dari itu, para ahli
pendidikan dari berbagai kalangan mempunyai konsep yang berbeda-beda mengenai
pendidikan yang ideal. Junaidi Alamsyah[2]
menyatakan bahwa berbagai model maupun metode pendidikan ditawarkan sebagai
solusi untuk pembentukan generasi yang ideal demi kesejahteraan manusia. Satu
sisi mementingkan pembentukan karakter dan kepribadian, yang lain mementingkan
pembentukan skill dan intelektualitas yang berujung pada pencapaian gelar
tertentu, sementara yang lain mencoba untuk menggabungkan keduanya.
- Pendidikan dan Masa Depan
- Pengertian Pendidikan
- Tujuan pendidikan
Pendidikan memiliki bermacam-macam
tujuan yang penafsirannya tergantung pada keadaan. Salah satunya supaya anak
bisa hidup lebih baik seperti yang diharapkan orang tuanya. Sehingga secara
tidak langsung orang tua yang menyekolahkan anaknya atau mendidik anaknya sudah
menanamkan investasi yang sangat berharga bagi kehidupan si anak. Ada beberapa pendapat
mengenai tujuan pendidikan, seperti yang dikemukakan Lengeveld berikut ini:
a)
Tujuan
Umum
Tujuan ini juga disebut sebagai
tujuan total, tujuan sempurna atau tujuan akhir. Dalam hal ini Kohnstam dan Gunning mengatakan
bahwa tujuan akhir dari pendidikan adalah untuk membentuk manusia sempurna.
Yaitu manusia yang di dalam hidupnya terdapat keharmonisan antara jasmani dan
rohani.
b)
Tujuan
Khusus
Untuk menuju kepada tujuan umum
itu, perlu adanya pengkhususan tujuan yang disesuaikan dengan kondisi dan
situasi tertentu, misalnya: disesuaikan dengan cita-cita suatu bangsa,
disesuaikan dengan tugas dari suatu badan atau lembaga pendidikan, disesuaikan
dengan bakat dan kemampuan murid, disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan
sebagainya. Tujuan-tujuan yang telah disesuaikan dengan keadaan tertentu dalam
rangka mencapai tujuan umum pendidikan inilah yang dimaksud dengan tujuan
khusus.
c)
Tujuan
Tak lengkap
Tiap-tap aspek pendidikan mempunyai
tujuan pendidikan sendiri-sendiri. Tujuan dari amsing-masing aspek pendidikan
inilah yang dimaksud dengan tujuan pendidikan tak lengkap. Sebab setiap aspek
menganggap seolah terlepas dari aspek yang lain. Padahal masing-masing aspek
adalah bagian dari aspek secara keseluruhan.
d)
Tujuan
Insidentil
Tujuan ini timbul secara kebetulan,
secara mendadak dan hanya bersifat sesaat, namun tidak berarti bahwa tujuan
insidentil ini tidak ada hubungannya dengan tujuan-tujuan pendidikan yang lain.
e)
Tujuan
Sementara
Tujuan yang ingin dicapai
dalamfase-fase tertentu dalam pendidikan. Misalnya menyekolahkan anak dengan
tujuan agar anak bisa membaca dan menulis. Dapat membaca dan menulis adalah
tujuan sementara.
f)
Tujuan
Perantara
Tujuan ini adalah alat atau sarana
untuk mencapai tujuan yang lain. Misalnya tujuan belajar bahasa Inggris agar
dapat mempelajari buku-buku berbahasa Inggris atau dalam bahasa lain.
- Peran Pendidikan terhadap Kebudayaan
Sejarah telah banyak mencatat
berbagai macam pola pendidikan dari berbagai bangsa yang keseluruhannya
merupakan bagian dari kebudayaan. Dalam hal ini, pendidikan berarti pemindahan
isi kebudayaan untuk menyempurnakan segala kecakapan nanak didik guna
menghadapi persoalan-persoalan dan harapan-harapan kebudayaannya. Tentu saja
tidak semua isi kebudayaan akan diwariskan, tetapi hanyalah isis-isi kebudayaan
sesuai dengan keadaan zaman dan tempat yang memenuhi hasrat manusia pada zaman
itu.
Di Timur, Mesir misalnya, pada
zaman purbanya telah mengenai peradaban tinggi. Masyarakatnya memilikik tingkat
kecerdasan yang tinggi dan tahu akan harga diri. Pola pendidikan yang digunakan
semua didasarkan pada kepercayaan polytheisme (memuja banyak dewa)
sehingga sumber pengetahuannya diambil dari nyanyian pujaan pada dewa-dewi karena
tujuan pendidikan mereka adalah susila-keagamaan. Oleh karenanya, semua
keaktifan manusia akhirnya dimaksudkan untuk berbakti kepada dewa-dewi. Di
samping itu, Mesir mempunyai pusat pendidikan yang baik sekali organisasinya.
Pusat-pusat pendidikan tersebut berbentuk sekolah kuil dan merupakan pusat
kuliah yang teratur dengan berbagai fasilitas dan jenjang pendidikan.
India
juga mengenal pola pendidikan dengan sistem asrama. Adalah Rabindranath Tagore[3]
yang memiliki cita-cita untuk memperbaiki kebudayaan India lama. Untuk memodernkan India ia menghendaki pemakaian metode dari Barat
dengan tetap berpegang teguh pada nilai moral India yang asli. Dengan kata lain,
mengadakan kombinasi yang seimbang antara idealisme Timur dan realisme Barat.
Tagore berkata, “Pendidikan yang sejati adalah pendidikan asrama.” Sistem ini
adalah sistem pendidikan kaum Brahmana dan dilaksanakan di tempat-tempat yang
sunyi, jauh dari keramaian dunia. Sistem ini mengharuskan adanya hubungan yang
erat antara guru dan murid. Itulah sebabnya ia mendirikan sekolahnya di tempat
yang tandus, salah satunya adalah Santiniketan.[4].
Di sekeliling sekolah ini didirikan asrama bagi muird-murid dan guru-guru
sehingga membentuk masyarakat yang kecil. Semua itu berada di bawah pengawasan
guru. Murid-murid menentukan sendiri aturan hidup bermasyarakatnya. Mereka
memilih ‘pemerintah’ sendiri yang mengatur dan menjaga tata tertib serta
menegakan disiplin.
Barat, dimulai dari Yunani karena
kebudayaan Yunani dapat dianggap sebagai dasar pokok dari kebudayaan Eropa
(Barat). Dari Yunani, Eropa menerima filsafat, kesenian, ilmu pengetahuan,
kesusastraan, dan olahraga. Di Yunani terdapat dua pusat kebudayaan yang salin bertolak belakang, yaitu Sparta dan Athena.
Pendidikan di Sparta bertujuan untuk membentuk serdadu-serdadu yang kuat
sebagai pembela negara sehingga pendidikannya diselenggarakan oleh negara
karena bagi mereka kepentingan negara diletakkan di atas kepentingan individu
dan difokuskan pada pembentukan sifat-s-fat yang harus dimiliki tentara bahkan
terkesan tanpa perasaan. Sementara di Athena pendidikannya ditujukan pada
pembentukan warga negara dengan jalan pembentukan jasmani dan rohani yang
harmonis.
Namun pada keyataannya, justru pola
pendidikan yang berasal dari Athena-lah yang kelak berkembang pesat bahkan
dijadikan sumber pengetahuan bagi ilmu pengetahuan dunia yang dipelopori oleh beberapa
tokoh. Diantaranya adalah Gorgias[5],
Phytagoras[6],
Socrates[7],
dan Plato[8].
Adapun romawi, pada masa awal
berdirinya kerajaan ini, filsafat yang mereka anut adalah kebajikan
kepahlawanan, sesuai dengan cita-cita mereka untuk berekspansi meluaskan daerah
kekuasaan. Namn lambat laun, orientasi mereka berbeda. Setelah romawi menjadi
kemaharajaan, rakyat roma berpedoman pada filsafat, sehingga cita-cita
kebajikan kepahlawanan diganti dengan kebajikan kemanusiaan.
- Kesimpulan
Dalam dinamika pendidikan, selalu ada problema.
Tetapi selama ini masih dalam batas kewajaran. Kalau mengharapkan proses
pembelajaran yang ideal, harus disiapkan pula sarana dan prasarana ntuk menunjang
keberhasilan perndidikan, seperti sekolah, meja, kursi, papan tulis, buku-buku,
alat tulis dan sebagainya.
Terlepas dari itu semua, yang terpenting adalah
kebijakan atau policy, komitmen untuk maju dan berkembang. Jika sebuah lembaga
pendidikan
- Penutup
Sebagaimana kita ketahui, bahwa
pendidikan merupakan suatu pekerjaan yang sangat kompleks dan membutuhkan waktu
yang cukup lama. Hasil dari suatu pendidikan tidak bisa segera kita lihat atau
kita rasakan. Di samping itu, hasil akhir pendidikan ditentukan pula oleh
hasil-hasil dari berbagai pendidikan yang sebelumnya.
Daftar
Pustaka
Asmani,
Jamal Ma’mur. 2009. 7 Kompetensi Guru Menyenangkan dan Profesional. Yogyakarta: Power
Books (IHDINA).
Djamarah,
Drs. Syaiful Bahri, M. Ag, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT. Rianka Cipta.
Fakhruddin,
Asef Umar. 2010. Menjadi Guru Favorit. Yogyakarta:
Diva Press.
Hall,
Gene E, dkk. 2008. Mengajar dengan Senang –Menciptakan Perbedaan dalam Pembelajaran Siswa. Jakarta: PT. Indeks.
Kouzes,
James, Posner, Barry. 2008. The Leadership Learning –Panduan Menjadi Motivator Hebat Bagi Siapa Saja.
Yogyakarta: BACA.
Naim
Ngainun, 2009. Menjadi Guru Inspiratif: Memberdayakan dan Mengubah Jalan Hidup
Siswa. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Majid,
Abdul. 2009. Perencanaan Pembelajaran –Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung:
Rosd.
Mustaqim,
2008. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Purwanto,
2010. Instrumen Penelitian Sosial dan Pendidikan–Pengembangan dan
Pemanfaatan- . Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Purwanto,
Ngalim. 2006. Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sagala,
Syaiful. 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung:ALFABETA
Sukadi.
2008. Progressive Learning –Learning by Spirit-. Bandung: MQS Publishing.
Sugiyono.
2008. Metode Penelitian Pendidikan –Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: ALABETA.
Thoifuri. 2007. Menjadi Guru Inisiator. Semarang: RaSAIL Media Group.
Zarkasyi,
Abdullah Syukri. 2005. Manajemen Pesantren–Pengalaman Pondok Modern Gontor-. Ponorogo: TRIMURTI PRESS.
www.jaringskripsi.com//2009/09/24/bentuk-motivasi-guru
[1]
Salah seorang dosen di Institut Studi Islam Darussalam
[2]
Dewan Redaksi Majalah Himmah,
majalah yang dikelola oleh Dewan Mahasiswa (DEMA) Institut Studi Islam
Darussalam Pondok Modern Gontor.
[3]
Seorang guru besar keturunan dari keluarga Brahmana yang sangat kaya.
[4]
Santiniketan menjadi salah satu sintesa Pondok Modern Gontor.
[5]
Tokoh sofist yang berpendapat bahwa manusia adalah ukuran segala-galanya.
[6]
Memiliki pendapat bahwa sejak kecil manusia memiliki kecenderungan untuk
berbuat jahat. Pendidikan harus membawa ke arah kesempurnaan.
[7]
Berpendapat bahwa bukan manusia melainkan ketuhanan yang menjadi ukuran segala
sesuatu dan ia percaya bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk berbuat baik.
Oleh karena itu, ilmu menjadi sumber kebajikan.
[8] Ia meletakan
pendidikan berdasarkan azas pembentukan warga negara yang baik, dan untukl itu
menjadi baik, manusia harus bisa berbuat adil dan bijak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar