Selasa, 18 September 2012

GURU DI GONTOR PUTRI



Tulisan ini pernah disebarkan di perkumpulan guru di

auditorium Gontor Putri

Bacalah Sejenak

Kawan, aku dapat hikmah hari ini, karena itu aku ingin berbagi. Ku tulis makalah ini dengan hati dan mudah-mudahan Allah berkenan menjadikan tulisan ini sampai ke hati.
Nikmatilah setiap detik di pondok ini, belum tentu kita akan menemukan suasana yang sama di luar nanti.
Hangatnya keikhlasan dan kesederhanaan, saat semua dihitung dengan materi, berdasarkan untung rugi.
Indahnya saling berbagi, mengingatkan dan menguatkan, di saat zaman mulai tidak peduli, individualis. Kecuali mengandung unsur: untuk kepentingan pribadi.
Sejuknya naungan Quran dan Hadist, kokohnya sholat jamaah dan kebersamaan dalam segala hal, dari mata terbuka di waktu fajar, pagi sampai siang waktu mengajar, sore sampai malam waktu diajar, hingga larut malam, saat beringsut untuk bangun tahajjud.
Kawan, prasangka kita pada Allah adalah titik penentu masa depan kita. Maka berpikirlah positif dengan segera. Pada apa pun itu, seburuk apa pun itu.
Yang enak-enak, belum tentu baik, yang tidak enak, mungkin yang terbaik.
Agar kalian tidak terlalu sedih saat kehilangan dan tidak terlalu bahagia dengan apa yang kalian dapatkan.
Dalam sekali makna Kalam Ilahi itu, betapa seringnya kita berputus asa, padahal Allah telah menyiapkan ganti dari yang hilang, jika saja sempat bersyukur.
Betapa sering kita terlalu bahagia akan apa yang kita dapatkan, sehingga setan-setan begitu mudahnya menembus di aliran darah kita, kemudian memenuhi hati kita dengan riya’, sum’ah, sombong dan kufur nikmat. Lalu menyangka, bahwa semuanya terjadi karena kehebatan sendiri dan menafikan kuasa Yang Maha Esa. Na’udzubillah min hamazaatissyayatiin.
Teman, sempatkah kita berpikir? Gontor ada untuk kita dan sebaliknya kita ada untuk merasakan pendidikan di Gontor. Ini takdir-Nya. Sungguh takdir-Nya, untuk dijalani dengan sepenuh hati. Berapa orang yang ingin menyekolahkan anaknya di sini, tapi anaknya tak mau, berapa calon santriwati yang ingin mengenyam pendidikan di sini, tapi orang tuanya belum mampu. Berapa santriwati yang sudah dikeluarkan? Berapa santriwati yang putus di tengah jalan? Berapa teman kita yang mengabdi di luar, ingin merasakan pengabdian di sini? Sungguh, kita wajib bersyukur. Istiqomah itu memang berat dan menantang, tapi kita harus yakin, semuanya akan berakhir dengan nikmat. In sobarti A’lal Asyaqqi Qoliilan, istamta’ti bi Arfahil Alladzi towiilan. Datang ke Gontor dengan khusnul bidayah dan meninggalkannya dengan khusnul khotimah. Amin.
Gontor memberi kunci, tapi pintu masa depan kita banyak sekali, maka kita harus hati-hati. Di luar sana, paham liberalisme, sekularisme, pluralisme, kapitalisme, komunisme dan feminisme merajalela. Yang terakhir itu sangat dekat dengan dunia kita, rentan sekali pada kita, maka, perlu waspada.
Kawan, jika kau sempat. Berdirilah di depan tembok dengan bola basket di tangan. Lemparkan bolamu ke tempok, lihat, apakah pantulan bola itu kembali padamu?
Jika ya, syukurilah, berarti kau telah melemparnya dengan keras dan dengan cara yang tepat, sehingga kau bisa menangkapnya dengan sigap. Namun, jika kau belum bisa menangkapnya, ada dua kemungkinan.
Kemungkinan pertama, lemparanmu terlalu lemah, mungkin kau sedang sakit dan waktunya tidak tepat sehingga kekuatanmu belum mencukupi atau caramu melempar masih salah, hingga bola itu tak sampai padamu, jangan pernah salahkan  bola itu, belajarlah melempar lagi, jangan bosan. Sungguh bijak mereka yang belajar dari kesalahan.
Kemungkinan kedua, lemparanmu terlalu keras, sehingga pantulannya melewati dirimu, otomatis, kau kewalahan untuk menangkapnya. Jangan terlalu keras, berlebihan juga kurang baik, kau terlalu berambisi ketika melempar, saat kau tak mampu meraih bola, kekecewaanmu berlipat ganda. Berusahalah dengan keras, namun dengan cara yang wajar. Atau ada faktor x yang lain yang mempengaruhi kegagalanmu, mungkin kau lupa berdoa sebelum melempar, terlalu percaya diri. Ingatlah, kekuatan untuk melempar itu bukan milikmu, tapi milik Allah.
Sahabat, takdir yang menimpa kita adalah kumulatif dari semua perbuatan dan apa yang kita usahakan. Allah memberi kita pilihan, karena itu ada:
Malaikat dan setan
Rakib dan Atid
Kaya dan miskin
Sehat dan sakit
Kuat dan lemah
Memberi atau menerima
Hidup atau mati
Berapa banyak orang yang tetap hidup, walaupun jasadnya sudah di liang lahat. Mungkin, untuk alasan inilah aku memilih untuk terus dan tidak pernah berhenti menulis. Aku yakin, dunia kepenulisan adalah ladang jihadku, pena adalah pedangku. Aku ingin tulisanku tetap bisa dibaca, mencerahkan, meskipun aku sudah tiada. Itu hanya satu dari banyaknya misi hidupku, bagaimana dengan Anda?
Sebaliknya, betapa banyak zombi (mayat hidup) berkeliaran di sekitar kita, dia kehilangan tujuan hidupnya. Dia mati, bahkan sebelum ajal menjemputnya, sungguh kasihan dia. Semoga kita tak termasuk dalam barisan mereka.
Sahabat, pernahkan kau dengar bahwa Rasul mengibaratkan hidup di dunia bagaikan musafir yang istirahat di bawah naungan pohon (dunia) sesaat di siang yang terik, kemudian menjalankan perjalanan di sore harinya (perjalanan akhirat)?
Apa pesan Rasul ini?!!! Sungguh hidup di dunia begitu singkat!! Sayang sekali jika waktu sesaat ini tidak mendatangkan manfaat, hanya dipenuhi dengan maksiat, keserakahan pada harta benda dan ketamakan akan jabatan yang fana.
Don’t pay too much for the wistle, friends…..
Terlalu banyak kesia-siaan yang telah kita lakukan, kita lihat, dengarkan dan ucapkan.
Sungguh, kilau dunia sering merusak mata kita, semoga tidak sampai mematikan mata hati kita. Oh ya, sebentar lagi datang hari libur, semoga liburan kali ini menjadi lebih berarti dan bermanfaat, baiklah kawan, inilah beberapa hikmah yang ku dapatkan hari ini. Terima kasih telah membaca sejenak. Semoga ada beberapa tetes madu yang bisa diserap. Usiikum binafsy.

Ditulis pada tanggal 22/1/2011
Hamba Allah di Sarang Lebah.

Tidak ada komentar: