Selasa, 18 September 2012

PERAN MOTIVASI




PERAN MOTIVASI
DALAM MENUNJANG PROFESIONALISME GURU
Rizka Dwi Seftiani [1]
Mahasiswi Pendidikan Bahasa Arab

Abstrak
Dalam kehidupan ini terjadi berbagai interaksi antara satu individu dengan individu yang lain, salah satunya adalah interaksi edukatif,  yaitu interaksi yang berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan pendidikan dan pengajaran. Interaksi edukatif lebih spesifik pada bidang pengajaran yang dikenal dengan interaksi belajar-mengajar. Dalam interaksi antara pengajar dengan siswa terjadi proses pengembangan motivasi untuk membina, membimbing dan memberikan motivasi ke arah yang dicita-citakan, maka hubungan guru dan siswa harus bersifat edukatif.
Guru juga harus dapat mengembangkan motivasi dalam setiap kegiatan interaksi dengan siswanya, karena ini menjadi salah satu syarat untuk menunjang profesionalisme guru itu sendiri. Guru perlu menyadari dirinya sebagai pemikul tanggung jawab untuk membawa siswa ke tingkat keberhasilannya. Makalah ini membahas sejauh mana peran motivasi guru dalam upaya meningkatan profesionalisme guru.
Kata kunci: Profesionalisme Guru, Motivasi, Anak didik, Ruh.


Pendahuluan

Guru merupakan tema yang sudah sangat sering dibahas, pahlawan tanpa tanda jasa adalah julukan yang sering disematkan pada sosoknya, sayangnya penghargaan ini belum sebanding dengan besarnya jasa yang telah diberikan. Guru adalah sosok yang rela mencurahkan sebagian besar waktunya untuk mengajar dan mendidik siswa, sementara penghargaan dari sisi material, misalnya, sangat jauh dari harapan.
Inilah ironi yang ada di tengah-tengah kehidupan guru saat ini, banyak dari guru walaupun tidak semuanya yang mengeluhkan tentang gaji, sehingga mereka kehilangan kesemangatan dalam mengajar, biasanya ini terjadi pada guru yang berorientasi kerja atau mengajar untuk mencari penghidupan, maka ketika motivasi mereka –uang- tidak ada, maka ruh mengajar mereka pun ikut surut. Makalah ini tidak hendak memojokan posisi guru, karena adalah suatu kewajaran dan manusiawi jika guru ingin hidup lebih layak, karena mereka juga punya keluarga yang perlu dihidupi.
Masalahnya, jika guru sendiri sudah kehilangan motivasinya untuk mengajar, bagaimana mereka bisa memotivasi anak didik mereka. Masalah lain adalah kurangnya minat guru untuk menambah wawasannya untuk meningkatkan kemampuan dan profesionalismenya. Inilah akar masalah yang harus segera diselesaikan. Sebagaimana jamak telah diketahui bahwa motivasi guru sangat berpengaruh pada hasil belajar mengajar. Selain itu, dunia ini juga sedang membutuhkan guru-guru yang profesional, yaitu guru yang benar-benar mencintai profesinya, mencintai anak didik mereka seperti mereka mencintai anak kandung mereka sendiri, ia juga memotivasi anak didiknya dengan sepenuh hati, sehingga proses belajar mengajar akan terasa nyaman.



Pengertian motivasi

Motif adalah pendorong atau dalam arti lain sesuatu yang menunjukan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang agar ia tergerak untuk mau bertindak melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.
Tujuan motivasi adalah untuk menggerakan atau menggugah agar timbul keinginan dna kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu. Bagi seorang guru, tujuan motivasi adalah untuk memacu muridnya agar timbul keinginan untuk meningkatkan prestasi belajarnya sehingga tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan oleh sekolah sendiri.[2]
Motivasi dibedakan atas dua golongan, yaitu: a) Motivasi Asli, motivasi asli adalah motivasi untuk berbuat sesuatu atau dorongan untuk melakukan sesuatu yang muncul secara kodrati pada diri manusia. b) Motivasi Buatan, motivasi buatan adalah motivasi yang masuk pada diri seseorang baik usaha yang disengaja maupun secara kebetulan. Motivasi eksternal adalah setiap pengaruh dengan maksud menimbulkan, menyalurkan atau memelihara perilaku manusia. Motivasi dari luar adalah pembangkit, penguat, dan penggerak seseorang yang diarahkan untuk mencapai tujuan. Dari beberapa pendapat di atas maka, jelas motivasi merupakan faktor yang berarti dalam mendorong seseorang untuk menggerakkan segala potensi yang ada, menciptakan keinginan yang tinggi serta meningkatkan semangat sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai.




Motivasi dalam Pendidikan
Dalam ilmu psikologi, istilah motivasi mengacu pada kekuatan-kekuatan yang ada dan bekerja pada diri organism atau individu yang menjadi penggerak tingkah laku individu tersebut.
“Jika saya bisa menumbuhkan rasa ingin tahu seumur hidup dalam diri murid-murid, saya yakin mereka akan memiliki kesempatan yang lebih baik untuk meraih kesuksesan, kebahagiaan, dan hubungan yang kuat dengan orang lain dalam kehidupan mereka.” [3]
Pendidikan adalah usaha memanusiakan manusia. Dalam perkembangan manusia, dari keadaan masih dalam kandungan, kemudian lahir ke dunia, dan akhirnya menjadi dewasa sebenarnya mengajarkan tentang betapa proses senantiasa mengiringi kehidupan manusia. Sama halnya dengan kegiatan belajar-mengajar atau pendidikan yang notabene berusaha memanusiakan manusia. Pendidikan harus menjadikan proses sebagai bagian terpentingnya, bukan hasil. Apabila hasil dijadikan tolak ukur, yang terjadi adalah anak didik justru dibimbing untuk berpikir jangka  pendek dan regresif. Akibatnya, mereka tidak terbiasa berpikir untuk mengalami kekalahan sementara. Meskipun dalam kamus tidak akan pernah ada kekalahan atau kegagalan, sebaliknya adalah kesuksesan yang tertunda atau kegagalan itu merupakan sumbu pemantik semangat baru.[4]
Seorang pendidik diharuskan untuk selalu memompa semangat para peserta didik untuk belajar dengan tekun, menghadapi kesusahan dengan senyum dan keterbatasan dengan semangat berubah. Motivasi semacam ini akan membuat semangat mereka kembali menyala terang. Memberikan motivasi dalam dunia kependidikan mutlak diperlukan. Pasalnya, dengan motivasi tersebut, anak didik akan merasa dihargai dan dipercaya. Sebagaimana prinsip utama dalam tabiat manusia adalah kebutuhan untuk dihargai. Jika anak didik sudah merasa dihargai dan dipercaya, maka proses transformasi nilai akan berjalan dengan optimal. Para anak didik ini akan semakin giat untuk berkarya, untuk berproses.[5]
Jadi, ketika orang tua atau pendidik berusaha memahami kondisi atau kekuatan-kekuatan yang menjadi penggerak dan pengarah tingkah laku seorang anak, berarti mereka sedang mempelajari motivasi. Dan ketika mereka berusaha menemukan cara-cara yang efek dan efisien untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas tingkah laku seorang anak, berarti juga sedang mempelajari motivasi.Seorang pendidik yang baik adalah yang selalu memotivasi anak didiknya untuk terus belajar dan berkarya. Pada setiap kesempatan, pendidik seperti itu akan mengajak setiap anak didiknya untuk mengembangkan kreativitas dan keahliannya. Apa yang dilakukan ini membawa implikasi yang sangat besar dalam perkembangan pola pikir dan pola sikap peserta didik.
Motivasi yang diberikan seorang guru, apalagi karena sang guru telah berhasil memerankan diri sebagai orang tua kedua bagi anak didik, akan sangat berkesan. Karena, guru harus dapat menempatkan diri sebagai orang tua kedua.[6] Dengan motivasi tersebut, anak didik akan memiliki semangat baru dalam menyikapi semua hal yang bergelayut dalam kehidupan ini, tentunya termasuk pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Sejatinya, semua orang akan senang ketika diberi motivasi positif. Dengan motivasi tersebut tersebut, ia akan semakin bersemangat untuk berkreasi dan menajamkan kreatifitasnya.Kelakuan seorang anak didik yang mungkin jauh dari nilai-nilai pendidikan sebenarnya jika dirunut secara seksama dan mendetail, akan bisa didapatkan banyak penyebab yang mendasarinya. Pada titik ini, sikap yang ditampilkan guru akan memberikan peran langsung bagi perkembangan mentalitas, intelektualitas, emosionalitas, dan juga spiritualitas anak didik. Setelah mengetahui penyebab masalah yang menghimpit anak-anak didiknya, seorang guru akan berusaha memberikan masukan dan motivasi dengan harapan agar masalah yang ada bisa segera diatasi.
Ketika menjumpai anak didiknya gelisah, seorang guru datang dengan kasih sayang orang tua, kemudian memberikan kata-kata penuh hikmah. Seseorang, siapapun itu, pada dasarnya, apabila mendapatkan perhatian akan mendapatkan ketenangan dan kenyamanan. Jika sudah demikian halnya, apalagi dalam dunia pendidikan, maka apa yang disampaikan oleh guru akan diperhatikan dan dipraktekan oleh para siswa.
Ada beberapa prinsip yang dapat dipraktekan untuk memotivasi belajar anak didik, diantaranya adalah sebagai berikut:[7]
  1. Kebermaknaan.
Siswa akan termotivasi untuk belajar jika kegiatan dan materi belajatr dirasa bermakna bagi dirinya. Keberadaan lazimnya terkait dengan bakat, minat, pengetahuan, dan tata nilai siswa.
  1. Pengetahuan dan keterampilan Prasyarat.
Siswa akan dapat belajat dengan baik jika dia telah menguasai semua prasyarat baik berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Oleh karena itu, siswa akan menggunakan pengetahuan awalnya untuk menafsirkan informasi dan pengalamannya. Penafsiran itu akan membangun pemahaman yang dipengaruhi oleh pengetahuan awal itu. Dengan demikian, guru perlu memahami pengetahuan awal siswa untuk dikaitkan dengan bahan yang akan dipelajarinya. Sehingga membuat belajar menjadi lebih mudah dan bermakna.
  1. Model
Siswa akan menguasai keterampilan baru dengan baik jika guru memberikan contoh dan model untuk dilihat dan ditiru.
  1. Komunikasi Terbuka.
Siswa akan termotivasi untuk belajar jika penyampaian dilakukan secara terstuktur sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa sehingga pesan pembelajaran dapat dievaluasi dengan tepat.
  1. Keaslian dan Tugas yang Menantang.
Siswa akan termotivasi untuk belajar jika mereka disediakan materi, kegiatan baru atau gagasan murni/asli (novelty) dan berbeda. Kebaruan atau keaslian gagasan akan menambah konsentrasi siswa pada pembelajaran. Hal ini berpengaruh pada pencapaian hasil belajar. Konsentrasi juga dapat bertambah bila siswa menghadapi tugas yang menantang dan sedikit melebihi kemampuan. Sebaliknya bila tugas terlalu jauh dari kemampuan, akan terjadi kecemasan, dan bila tugas kurang dari kemampuan akan terjadi kebosanan.
  1. Latihan yang tepat dan aktif.
Siswa akan dapat menguasai materi pembelajaran dengan efektif jika KBM memberikan kegiatan latihan yang sesuai dengan kemamapuan siswa dan siswa dapat berperan aktif untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.
  1. Penilaian Tugas.
Siswa akan memperoleh pencapaian belajar yang efektif jika tugas dibagi dalam rentang waktu yang tidak terlalu panjang dengan frekuensi pengulangan yang tinggi.
  1. Kondisi dan Konsekuensi yang Menyenangkan.
Siswa akan belajar dan terus belajar jika kondisi pembelajaran dibuat menyenangkan, nyaman dan jauh dari perilaku yang menyakitkan perasaan siswa. Belajar melibatkan perasaan. Suasana belajar yang menyenangkan sangat diperlukan karena otak tidak akan bekerja optimal bila perasaan dalam keadaan tertekan. Perasaan senang biasanya akan muncul bila belajar diwujudkan dalam bentuk permainan khususnya pendidikan usia dini. Selanjutnya bermain dapat dikembangkan menjadi eksperimentas yang lebih tinggi.
  1. Keragaman Pendekatan.
Siswa akan belajar jika mereka diberi kesempatan untuk memilih dan menggunakan berbagai pendekatan dan stategi belajar. Pengalaman belajar tidak hanya berorientasi pada buku teks tetapi juga dapat dikemas dalam berbagai kegiatan praktis seperti proyek, simulasi, drama dan atau penelitian/pengujia
  1. Mengembangkan Beragam Kemampuan.
Siswa akan belajar secara optimal jika pelajaran disajikan dapat mengembangkan berbagai kemampuan seperti kemampuan logis matematis, bahasa, musik, kinestetik, dan kemampuan inter maupun intra personal. Tiap siswa memiliki lebih dari satu kecerdasan yang meliputi kecerdasan : musik, gerak badan (kinestetik), logika-matematika, bahasa, ruang, intra pribadi, dan antar pribadi. Sekolah perlu menyediakan berbagai pengalaman belajar yang memungkinkan kecerdasan itu berkembang; sehingga anak dengan berbagai kecerdasan yang berbeda dapat terlayani secara optimal.
  1. Melibatkan.
Sebanyak Mungkin Indera. Siswa akan menguasai hasil belajar dengan optimal jika dalam belajar siswa dimungkinkan menggunakan sebanyak mungkin indera untuk berinteraksi dengan isi pembelajaran.
Motivasi dan Profesionalisme Guru

            Di negara mana pun itu, entah itu negara maju ataupun negara berkembang, pasti semua menginginkan sosok guru yang profesional. Namun untuk mencapai tingkat profesional sendiri harus melewati beberapa tingkatan, sedangkat tingkatan itu dapat diukur dengn melihat kondisi sang guru sendiri sebagai pribagi yang mandiri untuk melakukan transformasi diri, identitas diri dan pemahaman diri. Maka, yang perlu dilakukan oleh pihak di luar guru adalah memberikan kepercayaan penuh pada guru untuk meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas sebagai guru agar ia bisa mengajar dengan baik. Kepada mereka juga perlu diberikan dorongan dan suasana yang kondusif untuk menemukan berbagai alternatif metode dan cara mengembangkan proses pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan guru dan perkembangan zaman.[8]
            Di bawah ini akan dikemukankan beberapa kriteria yang harus dimiliki guru profesional yang berkaitan dengan motivasi, diantaranya adalah sebagai berikut:[9]
  1. Memiliki visi dan misi pendidikan
Guru yang bisa memotivasi adalah guru yang memiliki visi dan misi, karena keduanya akan mendukung proses belajar-mengajar. Visi dan misi yang bagus bisa mengarahkan anak yang terkesan bandel atau nakal, padahal ia sebenarnya merupakan anak yang pintar, cerdas dan kreatif.
Visi seorang guru yang bagus akan membuatnya memberikan penghargaan yang besar yang besar terhadap anak didik. Guru dengan karakter demikian bisa menangkap semua potensi anak, meski kadang kebijakan yang ditempuh terkesan tidak biasa.
Misi seorang guru bahwa mendidik adalah usaha untuk memanusiakan manusia dan memaksimalkan segenap potensi yang dimiliki anak akan membuatkan bisa memaklumi setiap proses yang sedang dijalani anak. Guru jenis ini akan memompa semangat anak untuk mengembangkan bakat potensinya.
Dengan demikian, visi dan misi guru sangat menentukan  pendidikan para siswa. Misi dan visi yang tegas merupakan tanggung jawab. Tanggung jawab ini memerikan tenaga yang tidak akan pernah habis.
Guru adalah sumber belajar yang paling baik jika dibandingkan dengan sumber belajar lainnya, seperti buku, televisi, internet, dan surat kabar. Argumentasi rillnya adalah guru mempunyai ikatan emosional secara langsung dengan siswanya dalam bentuk kontak batiniah, sedangkan sumber belajar lainnya hanya sekedar motivasi lahiriah semata. Namun demikian kita tak boleh menafikan pentingnya sumber belajar tersebut, selain guru.
  1. Seimbang dalam hal Reward dan punishement.
Guru dapat memberi reward dan punishement pada siswa secara langsung, guru dapat menegur siswa yang salah, guru bisa membimbing perilaku yang menyimpang dalam kelas, dan guru mampu menjadi contoh yang berupa lingkungan berjalan. Karena itu, guru yang aktif, sering bertatap muka dengan anak didiknya, sering tidak absen dan punya pengaruh yang abadi pada siswanya.[10]
Penghargaan merupakan metode mengedepankan kegembiraan dan cara berpikir positif , yaitu memberikan hadiah pada anak didik, baik yang berprestasi akademik maupun yang berprilaku baik. Penghargaan hadiah dianggap sebagai media pengajaran yang preventif  dan representatif untuk membuat senang dan menjadi motivator belajar anak didik.maksudnya pemberian hadiah harus didahulukan dari pada hukuma, karena pemberian hadiah lebih baik pengaruhnya dalam usaha perbaikan pengajaran. Metode ini juga bisa menjadi motivasi anak untuk belajar lebih giat lagi. Kekurangan metode ini adalah dapat menimbulkan dampak negative manakala guru berlebihan dalam melakukannya, sehingga mengakibatkan siswa besar kepala, sombong, dan merasa lebih baik dan lebih tinggi dai teman-teman yang lainnya.
Sedangkan metode hukuman adalah metode yang berlawanan dengan metode penghargaan. Hukuman memang perlu (sewaktu-waktu) diterapkan pada anak didik agar ia tidak mudah melakukan tindakan negatif. Metode ini sebagai preventif bagi siswa yang tidak baik. Ini perlu untuk anak didik yang telah melakukan penyimpangan yang tidak bisa ditolelir lagi. Metode ini adalah jalan terakhir dengan prinsip tidak menyakiti secara fisik, melainkan hukuman yang bersifat akademik dan edukatif dengan tujuan menyadarkan siswa dari kesalahan yang diulang-ulang.
Kelebihan dari metode ini adalah untuk menyadarkan siswa dari kesalahan, sehingga tidak mengulangi kesalahannya. Kekurangan dari metode ini adalah jika hukuman yang diberikan tidka bersifat akademik, maka akan membangkitkan emosional anak didik, suasana menjadi rusuh, tidak kondusif, anak takut, kurang percaya diri, pemalas dan yang paling tragis lagi adalah mengurangi keberanian siswa untuk mengeluarkan pendapat dan berbuat.[11]

  1. Memberikan perhatian sesuai kebutuhan.
Pemberian perhatian yang cukup terhadap siswa dengan segala potensi yang dimilikinya merupakan bentuk motivasi yang sederhana, karena banyak yang tidak memiliki motivasi belajar diakibatkan tidak dirasakannya adanya perhatian. Sebagaimana yang dijelaskan Dimyati dan Mudjiono (2002:42) prinsip-prinsip yang berkaitan dengan perhatian dan motivasi pembelajaran yaitu perhatian merupakan peranan penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tidak mungkin adanya pembelajaran.
Perhatian akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya, apabila bahan pelajaran dirasakan sebagai suatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan sehari-hari akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya. Apabila perhatian alami ini tidak ada, maka siswa perlu dibangkitkan perhatiannya.
  1. Mengupayakan partisipasi anak didik.
 Pada diri manusia ada sesuatu perasaan yang dihargai apabila dia dilibatkan pada sesuatu kegiatan yang dianggap berharga. Oleh karena itu guru, harus selalu mengajak dan mengulurkan tangan bagi siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran guna lebih bergairah dalam belajar dan memperkaya proses interaksi antar potensi siswa dalam proses pembelajaran. Selain hal-hal diatas, untuk membangkitkan motivasi yang efektif adalah melalui prnsip-prinsip motivasi dalam belajar. Setiap siswa memiliki rasa ingin tahu, oleh karena itu guru memberikan penguatan bahwa siswa pasti bisa.[12]

Jika keempat hal ini sudah terlaksana dengan baik oleh seorang guru, maka ia telah dianggap mampu untuk memotivasi anak didiknya, bahkan ia juga  sudah cukup layak untuk disebut sebagai guru yang berkompeten dan profesional.



Menjadi profesional

Pengembangan profesionalisme guru meliputi peningkatan kompetensi, peningkatan kerja dan kesejahteraan. Guru sebagai profesinal dituntut untuk senantiasa meningkatkan kemampuan, wawasan dan kreativitasnya. Masyarakat telah mempercayakan sebagian tugasny kepada guru. Tugas guru yang diemban dari limpahan tugas masyarakat tersebut antara lain adalah mentransfer kebudayaan dalam arti luas, keterampilan menjalani kehidupan dan nilai-nilai. Selain itu, guru secara mendalam harus terlibat dalam kegiatan menjelaskan, mendefinisikan, membuktikan, dan mengklarifikasi. Tugasnya sebagai pendidik bukan hanya mentransfer pengetahuan, keterampilan, dan sikap, tetapi juga mempersiapkan generasi yang lebih baik di masa depan.[13]
Oleh karena itu, guru harus memiliki kompetensi dalam membimbing siswa, agar mereka dapat mengharapi kehidupan yang sebenarnya dan mampu memberikan teladan yang baik. Guru juga harus siap diuji secara berkala untuk menjamin kinerjanya agar tetap memenuhi syarat profesinal yang terus berkembang. Beberapa kemampuan itu diantaranya, kemampuan dalam merencanakan dan merumuskan tujuan, mengelola kegiatan individu, menggunakan multi metode dan memanfaatkan media, berkomunikasi interaktif dengan baik, memotivasi dan memberikan respons, dan hal-hal lain.[14]
Tidak kalah pentingnya dari kompetensi adalah adanya ruh atau spirit dari dalam diri guru itu sendiri, ketika guru memiliki spirit, ia akan melakukan segalanya dengan penuh kesemangatan, tanpa adanya beban, dalam hal ini sangat berhubungan dengan keikhlasan hati dan tingkat spiritual guru itu sendiri.




Kesimpulan
            Setelah membahas tentang peran motivasi dalam menunjang profesionalisme guru, akhirnya penulis menemukan bahwa motivasi memiliki peran yang sangat signifikan dalam menunjang profesinalisme guru. Maka, hal terpenting yang perlu dilakukan guru adalah memotivasi dirinya terlebih dahulu, karena orang yang tidak termotivasi tidak akan bisa memotivasi orang lain. Dalam bibir ia bisa saja melontarkan kata-kata yang penuh semangat, tapi jika tidak diikuti dengan hati yang semangat pula, kata-katanya tidak akan mampu memotivasi anak didik.
            Maka, dapat disimpulkan dari makalah ini adalah guru professional adalah guru yang mampu menjadi inspirator dan motivator bagi anak didiknya.
Sejatinya, setiap orang bisa memotivasi orang lain, tapi masing-masing memiliki caranya sendiri, jadi makalah ini hanyalah mengambil contoh secara umum, pada akhirnya semua kembali pada kreatifitas guru masing-masing. Harapan penulis, semoga tulisan singkat ini dapat memberi inspirasi pada para guru untuk memotivasi anak didiknya, sehingga mereka bisa mengajar dengan ruh  dan jiwa keikhlasan. Usiikum Binafsi.             








Daftar Pustaka
Asmani, Jamal Ma’mur. 2009. 7 Kompetensi Guru Menyenangkan dan        Profesional. Yogyakarta: Power Books (IHDINA).
Djamarah, Drs. Syaiful Bahri, M. Ag, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi           Edukatif. Jakarta: PT. Rianka Cipta.
Fakhruddin, Asef Umar. 2010. Menjadi Guru Favorit. Yogyakarta: Diva Press.
Hall, Gene E, dkk. 2008. Mengajar dengan Senang –Menciptakan Perbedaan        dalam Pembelajaran Siswa. Jakarta: PT. Indeks.
Kouzes, James, Posner, Barry. 2008. The Leadership Learning –Panduan Menjadi             Motivator Hebat Bagi Siapa Saja. Yogyakarta: BACA.
Naim Ngainun, 2009. Menjadi Guru Inspiratif: Memberdayakan dan Mengubah     Jalan   Hidup Siswa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Majid, Abdul. 2009. Perencanaan Pembelajaran –Mengembangkan Standar            Kompetensi Guru. Bandung: Rosd.
Mustaqim, 2008. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Purwanto, 2010. Instrumen Penelitian Sosial dan Pendidikan–Pengembangan        dan Pemanfaatan-. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Purwanto, Ngalim. 2006. Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja        Rosdakarya.
Sagala, Syaiful. 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan.   Bandung: ALFABETA
Sukadi. 2008. Progressive Learning –Learning by Spirit-. Bandung: MQS Publishing.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan –Pendekatan Kuantitatif,   Kualitatif, dan R&D. Bandung: ALABETA.
Thoifuri. 2007. Menjadi Guru Inisiator. Semarang: RaSAIL Media Group.
Zarkasyi, Abdullah Syukri. 2005. Manajemen Pesantren–Pengalaman Pondok        Modern Gontor-. Ponorogo: TRIMURTI PRESS.
www.jaringskripsi.com//2009/09/24/bentuk-motivasi-guru


















































                                        


[1] Penulis adalah mahasiswi semester 8,  tinggal di kampus Mantingan Gontor Putri 1, saat ini ia sedang menyelesaikan skripsinya yang membahas tentang metode baru dalam pengajaran Bahasa Arab dengan Metode Mustaqilli: Karya Agus Shohib Khoiroini.
[2] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), p. 74
[3] Virginia Maxfield, Guru Teladan dari Decature, Gorgia
[4] Asef Umar Fakhruddin, Menjadi Guru Favorit, (Yogyakarta: Diva Press, 2010) p. 83
[5] Ini adalah perkataan William James, bapak psikologi Amerika Serikat
[6] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, M. Ag, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rianka Cipta), p. 6
[7] www.jaringskripsi.com//2009/09/24/bentuk-motivasi-guru

[8] Sagala, Syaiful, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. (Bandung: ALFABETA, 2009), p. 24
[9] Op. Cit, p. 85
[10] Thoifuri, Menjadi Guru Inisiator, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2007), p. 24
[11] Ibid, p. 25

[12] Ibid, p. 26
[13]Jamal Ma’mur Asmani, 7 Kompetensi Guru Menyenangkan dan Profesional. (Yogyakarta: Power Books -IHDINA-, 2009), p. 191
[14] Ibid, p. 192

Tidak ada komentar: