FILSAFAT SEJARAH
Menurut Ibnu
Khaldun
Pendahuluan
A. Sejarah
Kehidupan Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun, sosok yang merupakan filosof
besar yang mendalami filsafat sejarah lahir di Tunis pada tahun 732 H dan wafat
di Mesir pada tahun 808 H , namanya dikenal oleh orang-orang Timur dan Barat. Dia
merupakan salah satu pembesar di abad kedelapan. Nama asli dari Ibnu Khaldun
adalah Abu Zaid Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Ibnu Khaldun
Waliyuddin Tunisyi. Sebelumnya, keluarganya tidak tinggal di Tunis, namun di
Isbelia, kemudian kakek buyutnya mulai pindah ke Tunis pada abad ke-7 H.
Kakek buyut
Ibnu Khaldun kkembali lagi pada keturunan mereka di Bani Watsil dari
kabilah Yaman dan membahntah hijrahnya kakek buyut mereka dari Yaman ke Andalus
sampai abad ke-3 H.
Ibnu Khaldun tumbuh di Tunis dan
belajar tentang ilmu pengetahuan di zamannya, kemudian meninggalkan Tunis untuk
menghindari wabah dan melakukan perjalanan ke Hawarar dan tinggal di rumah temannya, Ibnu ‘Abdun.
Sedangkan Ibnu ‘Abdun sendiri sangat menghargai Ibnu Khaldun, bahkan ia sempat menolong Ibnu
Khaldun saat ia melakukan perjalanan ke Maghrib dan ia berpindah-pindah dari
satu negara ke negara lain, padahal ia mesih belum tua, sebagaimana Ibnu
Battutah.[1]
Ibnu Khaldun dikenal sebagai sosos yang
spesial oleh para ulama dan pemikir-pemikir Islam, terlebih lagi bukunya Mukaddimah
Ibnu Khaldun. Sedangkan bukunya tentang sejarah, seperti umur, tempat mubtada’
dan khobar, tentang Arab, non-Arab dan Barbar, dan buku Ibnu Khaldun sendiri
dibagi menjadi 3 buku yang dijilid menjadi tujuh jilidan. Kitab pertama, Dalam
Pembangunan
Apa yang
ditulisnya dalan buku jilidan pertama meliputi perkembangan pemerintahan, kehidupan, pabrik-pabrik, dan ilmu
pengetahuan. Tidak hanya itu, ia juga menyertakan sebab-sebab dan penjelasan
mengenai hal-hal yang telah disebutkan di atas.
Buku pertama
inilah yang disebut sebagai Mukaddimah, kitab yang sungguh terkenal.
Kitab ini terdiri dari 401 halaman yang ditulis oleh Ibnu Khaldun sendiri. Selain
itu, di dalam buku ini terdapat pembahasan yang modern, yang pada masa sekarang
disebut dengan Ilmu Sosiologi, Ilmu Politik, Ilmu Ekonomi, Ilmu Sosial,
Filsafat Sejarah, Ilmu-Ilmu Umum, dan tidak diragukan lagi bahwa Hegel yang
berasal dari Jerman, Mechafilli dari Italia, dan Gibun dari Inggris, Mereka
adalah muris dari Ibnu Khaldun.[2]
B. Pembahasan
Filsafat Sejarah
Menurut Ibnu Khaldun
Sesungguhnya, ilmu sejarah adalah ilmu yang mulia, yang memiliki banyak
manfaat, ilmu yang mahal dan berharga. Ilmu sejarah mengaja kita untuk melihat
bagaimana keadaan di masa lampau dari umat-umat
terdahulu, juga akhlak-akhlak mereka. Ilmu sejarah juga membuat kita
tahu tentang keadaan para nabi dan perjalanan hidup mereka, termasuk raja-raja
dan siasat-siasat mereka.[3]
Ibnu
Khaldun menyatakan bahwasannya sejarah adalah sejarah kemanusiaan, atau sejarah
alam, masalah seputar perubahan di dalam masyarakat dan budayanya.
Gambaran politik dan
kemasyarakatan sangat membutuhkan peraturan sosial kemasyarakatan. Maka dari
itu, filsafat sejarah Ibnu Khaldun tidak terpaku kecuali pada kehidupan agama
dan dunia atas dasar satu dengan yang lainnya bagaikan dua sisi mata uang.
1.
Kesholehan dan Kesuksesan
Dari sisi ini, diketahuilah
bahwa kesholehan dan kesuksesan merupakan dua hal yang berbeda untuk sejarah
modern. Demikian halnya yang
dikatakan oleh Ibnu Khaldun, sebagai berikut:
“Saya
tidak bermaksud demikian, Imam Mahdi dari Daulat Muwahhidin, dia adalah seorang
yang sangat tabah dan sabar menghadapi kesulitan dan himpitan dunia, tidak ada kenikmatan
sama sekali dalam dunianya. Jika bukan karena Allah SWT, ia tak mungkin
menyengsarakan dirinya sendiri di dunia. Jika bukan karena kesholehannya, ia
tidak akan bisa menjadi seperti ini.
2.
Al-Mabrur Al-Khalduni
Banyak dari pembaca pemikiran Ibnu Khaldun yang ingin mengetahui cara
berpikirnya. Untuk hubungan antara
perjalanan sejarah yang sesuai dengan undang-undangnya. Lebih khusus lagi
adalah urusan sebab-musababnya dan pelajaran evaluasi yang sangat menentukan
sebuah perubahan dan peraturan dalam hal sastra.
3.
Ihraj Ibnu
Khaldun
Sebagaimana
ihraj yang diletakkan oleh Ibnu Khaldun tidak mungkin hanya dalam bidang agama,
dengan dasar yang
berdiri di atasnya sebuah pembangunan. Sebenarnya, semua berawal dari sebuah
sejarah, yang mana oleh Ibnu Khaldun sendiri diambil dari sejarah Islam. Dan
kejadian-kejadian ini sebagai saksi untuk menjadi penjelasan nantinya atau
sebagai bukti yang kuat di masa yang akan datang.
4.
Tashih
Adakah tashih
untuk pemikiran Ibnu Khaldun ini? Sedangkan Tashih itu sendiri adalah sendiri
adalah suatu masa dimana tunduknya sejarah kepada undang-undang
sebab-musabab dan tunduknya sejarah pada pencari akhlak dalam sastra. Permasalahan
ini sendiri sudah mendapatkan tempat, yaitu pembahasan mengenai pemahaman pada
sejarah kita dan sejarah itu sendiri, maka para pemikir dalam bidang sejarah
lebih banyak menyoroti permasalahan ini.[4]
Selanjutnya, permasalahan ini
mulai meluas, bahkan sampai menajngkau dalam hal metafisika.
Maka dari itu, kita harus
memegang perkataan Ibnu Khaldun ini, yang membicarakan tentang kealamian
pembangunan dan apa yang ditampilan di dalamnya. Ibnu Khaldun berkata dalam
bukunya:
“Dan kita telah menyelesaikan
pembahasan mengenai pembangunan ini, dan kita cukupkan sampai di sini. kami
berharap semoga ada diantara manusia yang lahir setelah habisnya masa kami,
orang-orang yang yang dikaruniai Allah dengan pikiran yang benar, yang memiliki
ilmu lebih banyak dari apa yang telah kami tulis di sini, juga mengenai hal-hal
yang berkenaan dengan ilmu untuk menyelesaikan permasalahan sesuai dengan apa
yang telah kami tulis. Semoga ada yang memperluas pembahasannya, juga
orang-orang pada masa yang akan datang, sehingga semakin berkembangkan
ilmu-ilmu it, sehingga mencapai batas kesempurnaan. Dan Allah Maha Mengetahui
dan kamu tidak mengetanui.”
Ibnu Khaldun juga menambahkan,
“Saya sudah menyelesaikan bab pertama yang meliputi mukaddimah atau pendahuluan
dengan percobaan untuk meletakkan dasar sebelum adanya pengecekkan ulang selama
lima bulan terakhir. Kemudian kalianlah yang melanjutkan dan meneruskan usaha
ini yang dengannya akan lengakplah sejarah umat manusia. Sebagaimana yang telah
kusampaikan di awal pembahasan. Tidak ada ilmu satupun tanpa izin Allah SWT.[5]
C. Kesimpulan
Ibnu Khaldun sangat terkenal sebagaimana ulama sejarah pada zamannya. Betapa
banyaknya pemikirannya dan luasnya pengetahuannya mengenai sejarah.
Tujuan
utama dari penulisan Sejarah Ibnu Khaldun adalah untuk menunjukan bahwa kita
bisa mengaca pada generasi di masa lampau dalam, menyelesaikan persoalan.
Selain itu, kita juga bisa mengambil hikmah untuk memperkuat pondasi masa
depan, misalnya dengan membuat perbandingan antara masa lalu dan masa kini.
Cara
Ibnu Khaldun dalam menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan sejarah
berbeda dengan ahli sejarah yang lain. Dia tidak hanya memaparkan masalah
sebagaimana yang dilakukan ulama lainnya. Namun ia juga membuat cara baru,
yaitu dengan meyertakan sebab-musababnya dan perkembangannya sesuai dengan
filsafat sosiologi.
Sebagaimana
yang dinyatakan oleh Ibnu Khaldun bahwa sejarah adalah satu dari pengkhususan
pelajaran yang memiliki aspek yang cukup luas dari generasi ke generasi. Maka,
tidak salah jika sejarah dihubungkan dengan filsafat, kemudian dijadikan satu
dari cabang filsafat.
Sejarah
adalah satu dari banyaknya cara menyelesaikan masalah, karena sejarah tidak
akan pernah terulang kembali. Jikapun terulang, pasti berbeda pelaku
sejarahnya.
Maka,
bagi seorang ahli sejarah, haruslah mampu untuk mengambil ilham dari adanya
filsafat, serta mengambil pelajaran dari pembahasan sejarahnya.
D. Kritik
Ibnu Khaldun adalah satu dari ahli ilmu klasik Islam, banyak peendapat
tentang dirinya di zaman ini. Terlebih lagi mengenai kita Mukaddimahnya. Pengkritik
Ibnu Khaldun terbagi menjadi dua kubu.
Jamaah
pertama adalah Filsafat Sejarah berasal dari pembesar Islam atau Arab,
sedangkan yang lain mengatakan bahwa Ibnu Khaldunlah yang banyak berkecimpung
mengenai sejarah ini, jamaah kedua ini menganggapnya sebagai peletak dasar
filsafat sejarah.
Karena
itulah, sudah menajadi kewajiban umat Islam untuk menjaga kemuliaan sejarah,
karena sejarah sendiri menjadi satu hal yang cukup besar untuk generasi yang
akan datang setelah kita. Mengenai pengetahuan yang tidak akan pernah mereka
ketahui kecuali setelah mereka membaca buku sejarah tentang umat di masa
lampau, kemudian menjadi pelajaran bagi mereka.
Ibnu
Khaldun sendiri memiliki sebuah cita-cita mulia, untuk ahli sejarah yang datang
setelahnya, yang memungkinkan kita untuk mengampil pelajaran untuk pondasi masa
depan. Dialah yang akan menjadi tongkat estafet antara masa lalu dan masa
depan.
DAFTAR
PUSTAKA
- Muhammad Abdurrahman Ibnu Khaldun, Mukaddimah Ibnu Khaldun, Darul Fikr Lithaba’ah wa Nasr, 732-808, 1332-1406
·
Dr. Mulhan Qurban, Khalduuniyyat: Nadhrah
Al-Ma’rifah fii al-Mukaddimah Ibnu Khaldun, Dirasah MAnhajiyah Naqidah
fii al-Iijtima’ wa as-siasi
·
Muhammad Tufi Jam’yhi, Tarikh Al-Falsafah
Al-Islam fil Masyriq wal Maghrib, Mathba’ah Al-Ma’luf wal Maktabatiha,
1345-1927