Rabu, 19 September 2012

LUKISAN IMPIAN-DA-2012


 Naskah drama ini adalah kenangan terindah ketika aku 
membimbing sutradara panggung Drama Arena 
Kelas 5-2012 Gontor Putri 1.
Lukisan Impian sangat berkesan bagiku, karena 
menggambarkan impianku:
Menulis dan Melukis
Gambar di atas adalah miniatur Gallery Bee_Casto Q...
AMIN YA RABB


Lukisan Impian

          Di sebuah rumah yang cukup megah, di tengah kota Roma. Hiduplah sebuah keluarga yang terdiri dari ibu dan putri semata wayangnya, serta seorang pembantu yang setia bekerja di rumah mereka.
      Giselle, satu-satunya putri penerus perusahaan ibunya yang menggurita sedang berkutat dengan kuas dan kanvasnya. Tangannya menari dengan lincah, wajahnya menyunggingkan senyuman, menyiratkan kebahagiaan di setiap goresan yang ia buat. Ia menikmati kesendiriannya, hanya ada dia dan karyanya. Namun tiba-tiba.....

Mom : Giselle......Giselle......                                                  
            (Mom memanggil dari luar kamar dengan suara lembut)
Mom : Giselle, sedang apa sayang?
         (Masih di luar kamar, karena tak ada jawaban, ia pun masuk)
Mom : Giselle......
 (Mendekati Giselle, tapi belum melihat apa yang dilakukannya, masih berdiri agak jauh dari Giselle)
Giselle : (Menoleh, mukanya sedikit terkejut)
  Ehhhh... Ma- Mama, ada apa? (Sedikit gugup, ia membelakangi kanvas, berusaha menutupi lukisan yang sedang ia buat)
Mom   : Dari tadi Mama memanggilmu (jeda), Mama mau mengajakmu melihat-lihat perusahaan Mama, kamu harus mulai belajar bagaimana menjadi manajer.
            Kamu sudah dewasa, jadi kamu harus sadar, bahwa kamu adalah satu-satunya pewaris tahta perusahaan Mama. Ayo ganti bajumu.   
Giselle : Emmhh....(Muka berfikir, menimbang-nimbang)
Mom : Kenapa? Kamu sibuk sekarang? Memangnya apa yang sedang kamu lakukan?
Giselle : (Sedikit cengengesan) Mmmm... hehehe. (Ia menggeleng)
Mom : (Memasang wajah curiga) Ada apa di belakang kamu? Kamu menyembunyikan sesuatu   dari Mama? (Menarik tubuh Giselle untuk melihat apa yang disembunyikannya).
Giselle : (Wajahnya ketakutan).              
Mom :  Oh.....pantas, tadi Mama sudah curiga melihat banyaknya noda cat di bajumu. Ternyata ini kesibukanmu. (jeda)
Giselle....Giselle....Huff....(Nada kecewa).
Giselle : Maafkan aku Ma...aku belum bisa meninggalkan ini semua, aku terlalu mencintai dunia seni, ini duniaku Ma.....aku mohon, Mama.....mengertilah....(Suara memelas dengan wajah mengharap)
Mom : Huff......(Hembusan nafas panjang, bejalan menuju kasur kemudian tertunduk di pinggir kasur) Sudah mama katakan dari dulu, jangan melukis lagi....seharusnya sekarang kamu mulai menyibukan diri dengan buku-buku tentang perusahaan, agar kau lebih siap untuk memimpin perusahan nantinya. Perusahaan Mama tak akan maju jika dipimpin oleh seseorang yang hanya disibukan dengan cat-cat. (Nada kecewa)
Giselle : Tapi Ma.... (masih merajuk) Mama harus mengerti perasaanku, Mamalah yang melahirkan aku, seharusnya Mama tahu apa yang ku inginkan. (Mulai sedikit meninggi).
M : Ya justru karena Mama yang melahirkan kamu. (Suaranya meninggi)
              Mama tahu apa yang terbaik untukmu. (jeda)  Melukis memang menyenangkan, tapi kau harus bisa memilah-milih mana yang kau sukai dan mana yang harus kau lakukan. Kaulah satu-satunya putri Mama, jadi mau tidak mau, kaulah yang harus meneruskan perusahaan Mama.
G : Mama bisa menyuruh salah satu orang kepercayaan Mama untuk memimpin, (Nada kesal) Mama tahu aku tidak becus dengan urusan perusahaan, bisa-bisa aku menghancurkan perusahaan yang sudah Mama rintis bertahun-tahun, aku tak mau itu terjadi, aku tak bisa Ma....Kepemimpinan yang diberikan kepada orang yang bukan ahlinya hanya menanti kehancuran (Berusaha meyakinkan Mamanya)
M : Kamu bukannya tidak bisa, tapi tak mau bisa. (Nada tak mau kalah)
G : Mama..............(senyum) Tahukah Ma? Aku suka melukis.......sangat sangat suka. (Mata menerawang, masih tersenyum) Ketika melukis (jeda, ambil nafas) aku bisa menjelaskan apa yang tidak bisa ku ungkapkan dengan kata-kata.  Peraasaanku lega dan bahagia setiap kali aku melukis, bahkan aku bisa melupakan semua masalahku Ma..... (Mata membulat, menjelaskan dengan penuh semangat)
M : Ya, ya , ya ... ya sayang.. (berdiri, berjalan menuju ke arah Giselle dan mengelus kepalanya) Terserah kamu ingin berkata apa, (Matanya membulat marah, matanya melihat mata Giselle) Sekali Mama bilang tidak, (jeda) tetap saja tidak.
              Mama tidak suka kamu melukis. Titik.
G : (Matanya melihat nanar, melawan mata mamanya, agak lama)
  Kenapa sih Ma? Dari dulu dilarang melukis?  Aku ingin menjadi pelukis terkenal,   punya galeri sendiri......
M : Alaahhh...... (Nada merendahkan)
             Apalagi itu??! (Marah) Cita-cita melukis??!!  (Mencibir)
            Kau ingin seperti Papamu? Menjadi gelandangan gara-gara sibuk melukis setiap hari?
            Tahukah kau? Mama menggugat cerai Papamu karena dia tak menghasilkan apa pun dari lukisannya. Kau mau mengulang sejarah? HAH?!!!
G : Mama?? (Wajah  bingung) Jadi, itu alasan kenapa Papa meninggalkan kita? Jika aku tahu itu alasannya, aku ingin ikut Papa saja.
M : Papa dan anak sama saja, tak ada gunanya. (Sangat marah)
G : Mama!!!! (Marah)
            Mama memang egois...!!!TAK MAU TAHU PERASAAN ORANG LAIN......
            (Melengos pergi meninggalkan Mamanya sendiri yang mulai menyadari kesalahannya). LIGHTING MEREDUP.


TAKE 2
              Giselle pergi meninggalkan Mamanya dengan membawa kemarahan,ia tak pernah menyangka lukisan adalah alasan sang ayah meninggalkan rumah. Ia melangkahkan kaki tak tentu arah. Saat ia melewati keramaian kota, terbukalah matanya akan dunia ketika ia mendengar alunan musik dari seniman jalanan. Di bangku taman ia duduk sendiri, lalu ia keluarkan buku sketsa gambar yang selalu ia bawa kemana pun ia pergi, akhirnya ia menumpahkan semua perasaannya di sketsa. Seniman jalanan menjadi inspirasi lukisannya, tentang kebebasan. Hanya ada inspirasi,kuas dan kebebasan.Namun, tiba-tiba ssesorang mendekati giselle.

(Suasana ramai, banyak orang berlalu lalang, beberapa penjual menjajakan dagangan. Ada anak kecil yang menangis merengek pada ibunya, ada seniman yang sedang bermain gitar. Di tengah keramaian ada 2 orang yang mendekati Giselle)

Zyta : struktur lukis abstrak, tingkatan gelap terang yang tajam. Sepertinya aku mengenal wanita ini. (sambil memperhatikan lukisan) seorang pelukis tidak pernah melupakan detail-detail kecil terhapus.
Giselle : kata-kata ini..(berusaha mengingat sesuatu) kau...
Zyta : Zyta. Hmm,lukisan yang cukup menarik (mengambil lukisan dari tangan giselle)
Giselle : Zyta steindall. Hei.. apa kau lupa ? aku..
Mona : zyta.. kau dimana zyta ? 
Zyta : mon, (sambil melambaikan tangannya)
Mona : zyta, kau kemana saja ? aku mencarimu dari ..ta..di (terbata karena melihat lukisan di tagan zyta) wow... indah sekali lukisan ini .. (sambil memperhatikan lukisan tersebut)
Giselle.. (matanya spotan mencari sesosok giselle) apa kau giselle? Aku mona ..
Zyta : giselle arabella. Apa kabar lawan lama ?
Mona : mona, tidak ada lawan lama, tapi kawan lama.
Zyta  : baiklah, kawan lamaku, giselle..
Mona : giselle, aku sangat suka dengan...

Tanpa pikir panjang, mona langsung tertarik dengan Giselle. Sementara zyta meperhatikan jam dan ia menyadari bahwa ia mempunyai janji dengan kolektor di Galeri yang baru ia rintis.

Zyta : mon, ayo pulang
Mona : ha? Sekarang?
Zyta : aku harus ke galeriku sekarang. Aku ta mau mengecewakan rekan kerjaku.
Giselle : galeri? Kau punya galeri?
Zyta : yah, galeri yang cukup besar dan kan terus berkembang.  (berkata dengan nada sombong) keahlianku dalam melukis sudah tak diraguan lagi.
Mona : zyta, tapi masih banyak hal yang ingin kubicarakan dengan giselle.
Giselle : mona, jika kau mau, kau bisa ke rumahku.
Zyta : mona, aku tak puya anyak waktu.
Mona : (bingung untuk memenentukan) baiklah giselle, ini keneng-kenangan dariku. Lain waktu aku pasti akan mengambilnya ke rumahmu, dn melihat karya-karyamu.
Giselle : untukku? Oke, aku tunggu kedatanganmu.
Mona : da.. giselle.. (sambil berjalan bersama zyta)

Perkenalan singkat antara giselle dan mona. Giselle segera pulang dan tak sabar ingin membaca buku dari teman barunya itu.
    
Ketertarikan akan cerita yang dibuat mona,membuat giselle terus membuka-buka buku karangan Mona yang diberikannya tadi. Lembar demi lembar ia baca, saat itu ia merasa mendapatkan inspirasi dari apa yang dibacanya. Tangannya mencari kuas, lalu mengayun mengikuti alur cerita yang dikarang Mona. Giselle membuat ilustrasi di setiap penggalan ceritanya.

TAKE 3
          Hari yang dijanjikan Mona akhirnya datang juga. Ia benar-benar datang mengunjungi Giselle. Ia memencet bel rumah Giselle, saat itu pembantunya datang membukakan pintu.
Pembantu: Mencari siapa?
Mona : Gisellenya ada?
Giselle : Siapa Bi? (melongok, melihat siapa yang datang). Monaaa...... (senang dan ceria)
M : Giselle.....aku datang (wajah bahagia). Aku menepati janjiku.   
G : Eh masuk yuk, jangan di depan pintu seperti ini
        ( berjalan menuju ruang tamu)
G : Langsung ke kamarku saja. Bi, tolong buatkan minum untuk temanku ini (meminta Bibi membuatkan minum). Oh ya....mau minum apa Mon?
M : Makasih.. terserah saja, tapi kalau ada (Jeda) aku mau jus jeruk. (Dengan senyum mengembang)
G : Bibi....tolong yaaa.......
Pembantu : Siap Non.....

     Giselle mengajak Mona ke kamarnya, saat itu mata Mona langsung tertuju ke beberapa lukisan yang ada di kamar Giselle.

M : Sepertinya aku mengenal alur cerita dari seluruh lukisan ini...(nada ragu)
       Apakah.....apakah ini ilustarsi dari buku dongeng yang ku berikan kemarin??
          (Menoleh ke Giselle sambil memegang salah satu lukisan).
G : He-emh... (sambil senyum-senyum menandakan YA)
M : Wow......indah sekali, (matanya membulat) semua terlihat begitu nyata......

Mom : (Mendekati kamar Giselle yang pintunya terbuka)
          Giselle, (melihat Mona) Oh ada tamu y?
          Kok mama belum kenal? Teman baru kamu ya?
G : Eh iya Ma.... namanya Mona, dia sangat pandai membuat cerita Ma (jeda) apalagi       mendongeng. Ahlinya deh.... (Melihat ke arah Mona)
Mona : Ya salam kenal tante.. tapi saya tidak sehebat apa yang dikatakan anak tante.
Anak tante malah yang sangat hebat, dia sangat berbakat melukis Tante. Ia bahkan membuat ilustrasi dari tulisan saya. Lihat ini tante, bagus sekali kan??? (nada meyakinkan)
Mom: (Menoleh ke arah Giselle)
G : (Diam mematung, wajah berdosa, menunduk sambil mencuri pandang ke arah Mamanya)
Mom : Giselle....(menyelidik) Kamu masih melukis?!!
Mona : Ya ini loh Tante (sambil memberikan salah satu lukisan kepada Mama Giselle)
          Bagus sekali kan Tante? (minta pendapat, tapi tak dipedulikan).
G : Emhhmm (dengan wajah takut dan ragu, merasa bersalah).

          Saat itu pembantunya datang, dengan wajah kebingungan melihat Giselle yang ketakutan. Lalu memberikan es jeruk yang dipesan Mona. Lalu Mama Giselle menyuruhnya keluar.

Mom : Sudah berapa kali Mama bilang Giselle, berhentilah melukis.  Kamu ini memang keras kepala ya.......(mulai marah)
G : Mama.....Aku tak bisa Ma......Ini duniaku.....hidupku (merajuk) jika Mama melarangku melukis, itu sama saja Mama membunuhku!! (meninggi)
Mona : Tante, seharusnya Tante bangga punya anak berbakat seperti Giselle (nada ikut campur).
          Kalau aku jadi Tante, aku akan mendukung bakatnya ini. (nada membela Giselle)
Mom : (Wajah kesal dengan sok ikut campurnya Mona)
          Diam kamu!!!!! (suara meninggi, melotot ke arah Mona)
          Kau tak tahu apa-apa. Jadi diam...!!! (Semakin marah).
          (menoleh ke arah Giselle lagi)
          Giselle, (jeda) sekarang dengerin mama.....(masih suara tinggi)
          Berhentilah bermimpi jadi pelukis!!!!  (Marah)
G : Tidak!!!! (Matanya nanar)
G : Aku akan mengejar mimpiku, dengan restu Mama atau tanpa restu Mama. (melawan)
Mom : Kalau kau tetap keras kepala, Mama akan memaksamu. Mama akan membuang semua alat-alat ini. (Membuang kuas dan merobohkan kanvas di lantai).
G : (Memandang Mamanya dengan penuh kebencian).
          Mama......!!! (suara tertahan, tangan mengepal, tangannya mengambil beberapa lukisan)
          Aku benci Mama....!!! (lari lagi meninggalkan Mamanya sambil membawa lukisannya).
Mona : Tante (jeda). Tante akan menyesal suatu hari nanti. (ancam Mona).
Mom : Pergi...!! Pergi sana bersama lukisan bodohmu itu, dasar anak durhaka.
          (Sangat murka) Pergi...!!!!! Dan jangan pernah kembali lagi...!!!
Mona : (Mengejar Giselle yang pergi sambil menangis)

Emosi yang memuncak tak sanggup mempertahankan hubungan ibu dan anak. Satu peristiwa terulang, giselle meutuskan meninggalkan rumah, seperti apa yang dilakukan sang ayah.
Take 4
            Setelah Giselle meninggalkan Mamanya, Mona tahu bahwa Giselle tak mungkin mau kembali ke rumahnya. Ia  pun menawarkan Giselle agar mau tinggal di rumahnya. Akhirnya keduanya sering bertukar pendapat dan saling mendukung satu sama lain.
      Keesokan harinya, Mona mengajak Giselle ke panti asuhan, untuk menghibur anak-anak panti dengan dongengannya.
Mona : siapa kamu? Berani-beraninya memakai rumah kami. Tapi kalau puti cantik begini tidak apa-apa sahut kurcaci lainnya.
Tiba-tiba Giselle dtang(menutup mukanya dengan gambar putri salju)
Giselle : maaf, namaku putri salju. Maaf aku memakai rumah kalian .
Anak 1 : kak mona, siapa kaka itu?
Anak 2 : dia putri salju yang cantik itu, kamu tidak dengar!
Giselle : namaku giselle. Maaf ya! Aku tak secantik lukisanku!
Anak 1 : kakak juga cantik kok.
Mona : nah, adik-adik ini kak giselle. Dia sangan andai melukis.
Anak 2 : kak, lukis aku !
Anak-anak : aku juga.. aku !
Mona : syuut, tenang kak giselle akan menggambar untukmkita. Kita lanjutkan ceritanya. Kenudian si putri salju menjelaskan tentang hidupnya kepada para kurcaci.  (giselle mulai meukis)
Di atas buku gambar sederhana, giselle pun mulai melukis dan mereka pun berkolaborasi diiringi riuh tawa anak-anak di sekitar mereka.
TAKE 5
Hari demi hari dilalui, kebersamaan yang mendalam mengukir kenangan, keakraban yang terjalin pun semakin erat. Hingga pada suatu hari,
Giselle: Mona, lihat! (bersemangat, datang dengan membawa sebuah selebaran).
Mona   : Apa? (penasaran)
Giselle  :  Lihat ini, ada lomba menulis dongeng karya bebas, tema tidak ditentukan. Yang menang, dongengnya akan dibukukan. (dengan penuh semangat, tangannya mengepal)
Giselle : Wahh.....ini kesempatan untukmu, untuk menunjukan kemampuanmu. Buktikan pada dunia bahwa kamu bisa. (ikut bersemangat)
Mona : Iya, ini kesempatan emas buatku. Aku harap aku bisa memenangkan lomba ini. Tapi, ilustrasiku....... (kalimat menggantung).
Giselle : Kenapa? (wajah bingung)
Mona   : Yah, tentu kamu mengetahuinya, kekurangan ceritaku selama ini. (nada lemas)
Giselle : Mona, kau anggap apa temanmu ini? (menatap ke arah Mona) tentu aku akan membantumu, ayo, kita berusaha bersama. (mengangkat tangan Mona).
Sejak saat itu, mereka mulai meniti jalan menuju cahaya masa depan. Mona pun mulai menulis dongeng dan Giselle pun terus berlatih melukis, masing-masing berusaha keras dalam kompetisi tersebut. Namun, segala sesuatu tidak sesuai dengan apa yang direncanakan.
Mona   : AAakh.... (berulang-ulang membuang kertas, wajah BT, kehabisan ide)
            Aduuh.. (sambil memegang kepala dan berkeliling ruangan)

Sementara Giselle yang berada di sebelahnya.
Giselle : Yeahhh......akhirnya selesai...... (wajah lega dan puas)
Setelah ini, aku harus menemui Mona untuk melanjutkan ilustrasi ke lembar selanjutnya.
Kemudian Giselle pun datang menemui Mona, dengan menggebu-gebu ia memintanya untuk segera melanjutkan ceritanya. Giselle sama sekali tidak tahu bahwa saat itu Mona sedang kehabisan ide dan bingung dengan kelanjutan dongeng yang sedang ia tulis.
Giselle : Mon, bagaimana? Aku sudah membuat semua ilustrasinya,  kau hanya tinggal melanjutkan ke kisah selanjutnya. Aku ingin kau menciptakan suasana yang berbeda, cerita yang tak akan diketahui pembaca di akhir cerita. Pokoknya harus mengesankan. Aku tidak ingin menggambarkan sesuatu yang membosankan.
Mona   : (hanya terdiam sambil meremuk kertas)
Giselle : Apa kau mendengarku? Aku minta kau memberi sedikit sentuhan mengharukan. Bukan sesuatu yang biasa. Karena menurutku ceritamu itu biasanya membosankan dan terlalu kekenak-kanakan. (nada mengkritik).
Mona   : Sejak kapan kau jadi sangat menyebalkan? (matanya sinis).
Giselle : Apa maksudmu? (bingung).
Mona   : Sejak kapan kau bermulut besar, HAH?!!!
Giselle : Hei, kau marah..??? Aku hanya memberi masukan, agar kau tahu kekuranganmu kawan.  
Apa kau tau, terkadang kebenaran memang pahit untuk diucapkan, aku hanya ingin kamu menjadi lebih baik. Itu saja. (membela diri) Aku hanya ingin kita menang dan berhasil. (suara mendesis, tapi masih terdengar)
Mona   : Kita? Aku rasa kau hanya ingin dirimu yang berhasil. Kita adalah partner, seharusnya kau membantuku, (jeda). Tapi nyatanya, kau bukannya menyemangatiku, malah membuatku putus asa.
Giselle : Mona, aku hanya ingin.... (mencoba menjelaskan)  
Mona   : Ingin apa?  Kau pikir membuat cerita itu mudah???!  Maaf ya Nona Giselle yang berbakat (jeda) Aku hanyalah pendongeng pemula, aku bukanlah orang yang dapat terinspirasi dengan mudah sepertimu.
G : Mona.... (kebingungan, merasa bersalah)
M : Cukup. Tolong tinggalkan aku sendiri....!
G : (Masih mematung, enggan pergi).
M : (Melirik ke arah Giselle) PERGI!!!
Giselle pun pergi meninggalkan Mona yang sedang dikuasai amarahnya. Giselle kembali ke tempat inspirasinya dan bermesraan dengan kuas indahnya di bawah lantunan angin yang berhembus. Keesokan harinya,
Mona   : Giselle bangun!!!! (kembali ceria) Aku sudah selesai !
Giselle : selesai apa ? (sambil mengucek matanya yang masih mengantuk)
Mona : Cerita dongengku. Aku telah menyelesaikannya. Kau bisa segera melanjutkan ilustrasimu.
Giselle : Tidak perlu (nada suara lemah, sambil memgembalikan kertas berisi dongeng)
Mona   : Kenapa? (bingung)
Giselle : Kau tidak perlu menulis lagi, semua telah ku selesaikan (jeda). Lagipula, sepertinya tulisanmu masih belum beubah, alur karakter terlalu monoton.
Mona   : Giselle, jangan memacingku!!! (mengancam) Apa maksudmu ?
Giselle : (bangun dari duduknya)  Dengar!!!! (sambil memenepuk bahu Mona) kau tidak perlu menulis lagi, aku sudah menyelesaikan semuanya.
Mona   : (bingung)
Giselle : Mona, aku telah mengirimkan ceritamu dan ilustrasiku ke panitia. Aku pun menambahkan sentuhan harmoni cinta di dalamnya. Jadi, tidak terlalu kekanak-kanakan dan membosankan seperti karanganmu sebelumnya.
Mona   : Apa kau bilang?  Ceritamu?
Giselle : Ya, ceritaku.. ada yang salah?
Mona : (spontan menampar Giselle)
Giselle : ke..na..pa.?
Mona   : Pertama, kau datang ke rumahku dan berjanji bekerja sama. Kedua, kau mengkritik tulisanku dengan mulut besarmu dan menyombongkan ilustrasimu. Dan ketiga, kau menusukku dari belakang dengan mengirim ceritamu yang menakjubkan itu tanpa meminta pendapatku.
Giselle : Mona, bukan itu maksudku! Akhir pengumpulan cerita kemarin dan kau telalu lama berpikir, maka, aku nekat mengirimkan karya dengan versi baru, dari pada kita terlambat.
Mona   : O.. y..! lalu apa? Mencuri ceritaku mengatas namakan namamu dan berdiri diatas karyaku.
Giselle : Mona, dengarkan aku!
Mona   : Kau! (terhentak sejenak) silahkan tinggalkan rumahku 
Giselle : Tapi mon...aku bisa menjelaskan semua....
Mona : Sekarang! (spontan berontak dan menobrak abrik benda disekitarnya)
Akibat amarah yang memuncak, emosi yang tak terkontrol, 2 orang yang semula menjalin persahabatan itu pun terpisah.
Giselle  : Huh, Giselle bodoh! (meruntuki diri sendiri) Apa yang kau lakukan....... Harusnya kau menuruti perkataan Mona. Tapi, aku hanya membantu. Lagipula, nama cerita yang kukirim atas nama Mona Arabella. Hanya nama belakangku, bukan atas namaku sepenuhnya.Tapi...  Huh, mungkin semua ini memang salahku! Aku terlalu gegabah. Wajar dia marah, aku terlalu menekannya,, uh,, Giselle!
Rasa bersalah yang menghantui Giselle dan memikirkan kemana ia akan melangkah kini.
Giselle : Tunggu, Giselle, dia mungkin bisa membantumu. Tapi, dia... tidak, giselle kau harus mencoba.. yah, dia..  (Menemukan ide jitu)

Take 9 (di rumah Zyta)
Dengan membuang rasa malu dan keegoisannya. Akhirnya, Giselle memilih untuk pergi ke rumah Zyta, ia berniat untuk meminta bantuan pada padanya karena ia sudah tak mungkin lagi kembali ke rumah ataupun tinggal di rumah Mona setelah apa yang dilakukannya pada Mona. Giselle menceritakan semua masalahnya pada Zyta.
Giselle : hanya karena hal sepele. Jadi, yang tersisa sekarang hanya aku dan lukisanku, aku tak punya tempat kembali lagi sekarang. Jadi, tolong aku. (Suara memelas).
Zyta     : Bisa kau memperlihatkan lukisanmu? (Suara tegas)
Giselle :Yah, memang tidak seindah milikmu....(Suara merendah, sambil menyerahkan sebuah lukisan pada Zyta)
Zyta     : (Mengamati luksian sejenak) Yah........, cukup bagus. Aku bisa memamerkannya di galeriku. Yah, meskipun kanvasnya kotor dan struktur warnanya masih pasaran. (dengan nada mengejek)
Giselle : Tapi tidak perlu, jika nanti lukisanku hanya akan merusak suasana galeri mewahmu. (Menunduk, putus asa)
Zyta    : Jangan putus asa dulu lah....kita coba saja, siapa tahu nanti ada yang berminat. Aku tahu, posisimu sangat sulit saat ini. Sebagai teman lama yang telah berhasil, aku akan meminjamkan sementara rumahku ini, aku jarang menempati rumah ini, kau bisa tinggal sementara di sini dari pada kau jadi tunawisma. (Suara licik)
Giselle  : Kau bukan tipe orang yang suka memberi tanpa pamrih. Apa yang kau inginkan dari Si mikin ini? Imbalan apa yang kau inginkan dariku? (menyelidik curiga).
Zyta       : Hoho.. jangan sensitif  kawan..! (jeda, lalu mengambil nafas pendek) kau hanya cukup mengembangkan bakatmu. Kau bisa menggunakan alat-alat mahalku untuk melukis.
Giselle : Tunggu, katakan saja apa yang kau inginkan zyta?
Zyta       : Tidak ada. Tidak ada sobat. Aku tulus membantu teman berbakat sepertimu. Mari kutunjukkan kamarmu. Kau bisa melukis di sana semaumu.
Giselle tidak tahu di dalam hati Zyta tersimpan satu niat jahat. Zyta adalah orang yang sangat tahu bakat yang dimiliki Giselle melebihi siapapun. Sejak mereka belajar melukis dulu, lukisan Giselle selalu mendapat pujian guru, bahkan mau tidak mau Zyta juga mengakui kehebatan Giselle, meskipun ia iri dengan kemampuan Giselle yang melebihi kemampuannya.
Zyta pun menepati janjinya. Ia memajang lukisan Giselle. Udara seni tercium tercium ketika memasuki galeri Steindall. Suasana mewah menjiwai raga ruangan tersebut.  Bahkan, tak disangka lukisannnya memiliki banyak peminat.
Kolektor  : Nona Zyta, saya hanya ingin lukisan ini. Berapapun akan saya bayar.
Zyta    : Oh....lukisan yang ini. (jeda) Mhmm....Nyonya, itu salah satu karya yang saya buat dengan sepenuh hati, jadi lukisan itu sangat berarti buat saya. Maka,....yahh... tentu anda tahu harganya juga sepadan dengan keindahannya.
Kolektor: Tenang, sebelum kau berkata ya.... aku sudah menyiapkan harga yg tinggi...
Zyta: Baiklah...., berapa yang anda tawarkan?
Satu lanhkah zyta unutk memanfaatkan giselle terlaksana (sambil berjabat tangan) . udang dibalik batu, sikap zyta yang tak pernah berubah. Sementara Giselle, tanpa mengetahui kelicikan temannya itu, terus melukis dan melukis. Sementara Zyta, terus memanfaatkan kondisi yang sangat menguntungkan ini. Transaksi dengan menggunaan karya orang lain, kelicikan yang menjual seni orang lain, hanya demi uang dan nama. Hingga suatu hari.......
Giselle : Aku tak bisa melukis lagi..... (berkata pada Zyta)
Zyta : Ada apa Giselle??? (Nada khawatir)
Giselle : Aku..... Eghhh....(ragu untuk berkata)
Zyta : Apa maksudmu..??
Giselle : Aku tak bisa melanjutkan lukisanku. Aku kehabisan inspirasi. (putus asa)
Zyta : Hei...apa ini..??? (panik) Aku tidak bisa membatalkan transaksi. Ups....(kelepasan bicara, menutup mulut dengan tangan, bingung)
Giselle : Transaksi...??? Apa maksudmu..?? (penasaran)
Zyta : Tidak.... (kalut, menggigit bibir)
Giselle : Kau kemanakan lukisanku selama ini..???
Zyta : Ak-aku menyimpannya......(gugup)
Giselle: Bohong...!!!! Jawab aku Zyta....!! Kau menjualnya tanpa sepengetahuanku, hah??!!! (murka)
Zyta : Tenang...tenang... Kuas emasku.....(gelagat mengaku)
Giselle : Jelaskan...!!!
Zyta : Baiklah.... (sambil menghela napas) Mungkin sudah saatnya kau tahu, sejujurnya selama ini lukisanmu ku jual. Jadi begini saja, bagaimana kalau kita bekerja sama. Kau melukis untukku dan kau  bisa mngembangkan bakatmu. Kau bisa tinggal disini, dan aku akan menyalurkan lukisanmu pada kolektor kenalanku....! Bagaimana..???
Giselle : Jual..??? (terkejut) jadi.....lukisanku telah kau jual? Dan itu tanpa izinku???!! Jahat sekali kau? Kau lebih jahat dari yang ku kita Zyta.....
Zyta : Yaahh....harga jual yang cukup tinggi untuk lukisan dongeng lusuh seperti itu....
Giselle : Apa? Lusuh kau bilang..??? (sambil mendorong zyta hingga terjatuh menduduki alat-alat kuas)
Zyta : Kurang ajar.......(Marah sambil bangkit, berkacak pinggang). Beraninya kau, dasar gelandangan, tak tahu diuntung.
Giselle : Kenapa? ingin mengusirku, hah?!! Cukup! Aku yang akan keluar dengan senang hati! Ambil kuas bututmu ini!!! (melempar kuas yang ada di dekatnya ke arah Zyta, lalu pergi meninggalkan Zyta)
Zyta     : Giselle, apa yang kau lakukan??!!! Bagaimana dengan transaksiku?
Giselle : Lukis saja sendiri dengan kuas emas bututmu itu!!! (Keluar dari rumah Zyta)
Zyta : Giselle...! Giselle...! Aaakh.....!!!!! (mengobrak-abrik segala sesuatu yg ada dihadapannya)


TAKE 10 (di taman)
Terus....dan terus melangkah. Menjauh dari semua yang menyakitkan. Hanya itu yang ada di benaknya. Rasa lelah, sakit, sesal dan kecewa menghantuinya. Semakin lemah kakinya untuk berpijak. Terduduk lemas...tak berdaya. Mencoba memutar kembali ingatannya.
Giselle : Akh....!!! Tidak ada yang mengerti aku. Semua sama saja! Apa mau mereka? Apa salahku..??? Aku sudah melakukan sebisaku! Kenapa jadi begini..?! Sehina inikah diriku di hadapan-Mu Ya Allah....?! Apakah aku sudah durhaka pada Mama??!! Hingga Kau menghukumku seperti ini..??? apa ini balasan atas apa yang tlah aku lakukan ? Aku muak..! Aku muak dengan semua ini...!!! (menangis...putus asa, menunduk, lalu melihat ke atas)
TAKE 12 (launching pemenang lomba)
Di tengah keputus asaannya, tersebar berita bahwa cerita dongeng yang mengkolaborasikan antara dongeng Mona dan lukisan Giselle telah memenangkan lomba. Giselle pun mencari tahu lokasi launching buku dongeng itu.
MC : oke...!!! bismillahirrohmanirrohim..... assalamu’alaium wr.wb.
           Dalam kesempatan yang langka ini, kita harus bersyukur pada Allah SWT. Karena kita termasuk orang-orang yang beruntung karena kita dapat bertatap muka langsung dengan sang penulis baru yang berbakat, sekaligus pemenang kompetisi..... Disini kita dapat bertanya jawab seputar bukunya, pribadinya, bahkan jalan panjang yang telah ia tempuh untuk menggapai impiannya. Tapi sebelumnya kita dengarkan perkenalan singkat dari penulis kita ini.  Oke...silahkan dimulai...!!
Mona : Bismillahirrohmanirrohim, Assalamu’alaikum wr.wb. Perkenalkan nama saya Mona, Mona Clearesta, bukan Mona Arabella seperti yang tertulis di sampul buku saya. Bagi saya menulis dongeng merupakan lebih dari sekedar hobi. Dimana saya dapat mencurahkan &menumpahkan semua imajinai saya. Mungkin cukup sekian, lebih dan kurangnya mohon maaf dan trimakasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
MC : Oke...!! Itu tadi perkenalan singkatnya, mungkin ada yang ingin tau lebih jauh...??? Yak..! yang disana..! (sambil menunjuk salah satu penonton yang melihat acara launching)
Penonton : Saudari Mona, selain menulis dongeng, apakah ada kesibukan anda yang lain..??? atau hanya fokus dalam penulisan dongeng...???
Mona : Hm....aktivitas saya selain menulis dongeng, (jeda) Saya juga mengajar anak-anak kecil yang kurang beruntung dan tidak dapat sekolah untuk belajar membaca. Saya mengajarkan mereka membaca dengan buku-buku dongeng saya. Karena saya pikir, mereka akan lebih berminat baca jika diberi variasi berupa cerita anak-anak yang menyenangkan & menarik...
MC : Wow.. hebat sekali yah...! benar-benar  luar biasa... baiklah pertanyaan selanjutnya...?! Oke....! Yang di sana (menunjuk penonton yang lain)
P : Saudari Mona, selain hobi, apa yang memotivasi anda untuk terus menulis dan mengikuti kompetisi ini..?
Mona : motivasi? Cita-cita ini sudah saya tanamkan sejak kecil dan  hidup dari hasil menulis buku menjadi tujuan saya. Awalnya saya sempat putus asa, rasanya mustahil untuk bertahan hidup hanya dengan menghayal. Namun, ada seorang sahabat yang memberi tahu saya tentang kompetisi menulis  buku, memotivasi, mengajak untuk bekerja sama & mewujudkan mimpi bersama. Dia adalah Giselle Arabella. Dia seorang pelukis yang berbakat. Dan ia pun bercita-cita dan ingin hidup menjadi pelukis. Dialah yang membuat ilustrasi dari yang ada di buku dongeng saya. Lewat kompetisi ini, saya berkolaborasi dengan dia, dan saling mengisi. Tapi di tengah perjalanan menuju kompetisi ini, karena kebodohan saya disebabkan oleh konflik yg cukup sepele, kamipun berpisah...
MC : Kira-kira konflik apa hingga membuat anda & sahabat anda berpisah..???
Mona : Hhe-eh...saya rasa itu tidak perlu diperjelas... mohon dimaklumi. Itu merupakan privasi bagi saya... mohon maaf....
Giselle : Saya bisa jelaskan mengapa? (mengeluarkan suara di tengah-tengah penonton)
Penonton : (Semua mata tertuju pada Giselle, kasak-kusuk)
Giselle :Ehem (mengambil nafas) Hadirin sekalian, sebelumnya saya mohon maaf karena telah lancang berdiri dan berbicara di tengah-tengah anda semua. Saya hanya ingin menjelaskan bagaimana kronologi pembuatan dongeng itu. Sayalah Giselle Arabella yang diceritakan saudari Mona.
(Penonton terkesima akan kedtangan giselle)
 Baiklah,saudari mona sangat berbakat dalam menulis tapi sayangnya ia terlalu pengecut untuk maju
Mona : gi...selle...
Giselle : tapi saya bangga dengan mona yang pengecut . ceritanya menjadi inspirasi bagi saya  bukunya yang menakjubkan benar-benar membawa saya dalam imajinasinya. Mona, maaf . ceritamu dan ilustrasiku satu. Kita “Mona  Arabella”.
MC : wow... kilau persahabatan mona arabelle kembali. (sambil bertepuk tangan)
          (Lampu meredup)
Setelah acara selesai, maka ada sesi penandatanganan buu yang telah dibeli para penggemar. Giselle setia menunggu sahabatnya, ia turut bahagia dengan apa yang telah dicapai Mona.
      Setelah Mona menyelesaikan acara launching bukunya, di  mencari Giselle.
Mona : Giselle.....aku tak menyangka kau akan hadir di acara tadi.
Giselle : Bagaimana aku bisa melewatkan acara paling berarti untuk sahabatku?
Mona : Maafkan aku.....lalu kau kemana setelah meninggalkan rumahku? Ku pikir kau akan kembali ke rumahku.
Giselle : Sudahlah, ceritanya panjang. Nanti seja ku ceritakan, aku mau minta tolong padamu dulu.
Mona : Apa?
Giselle : Tolong antarkan aku ke rumah Mamaku, aku mau minta maaf padanya, aku merasa sangat bersalah pada Mama.
Mona : Baiklah, dengan senang hati.
Mereka berdua pun pergi menuju ke rumah Giselle untuk menemui Mamanya. Tapi sayang, sesampainya di sana, ia hanya disambut oleh bibinya. Di ruang tamu........
Pembantu : Syukur Alhamdulillah.....akhirnya kau kembali Nona Giselle. (sumringah, senang)
Giselle : Mana Mama Bi?
Pembantu : Sejak kepergian Nona Giselle, Nyonya jadi sering murung, sepertinya ia sudah menyadari kesalahannya bahwa ia terlalu egois dan tidak pernah mau tahu apa yang Nona inginkan. Akhirnya, Nyonya memintaku untuk menyiapkan sebuah ruangan khusus untuk nona, bahkan ia telah membelikan alat lukis yang mahal untuk Nona, jadi saat Nona kembali, Nona bisa melukis kapan pun dan Nyonya tak akan pernah melarang-larang lagi.
Giselle : benarkah??!! Wahhh......tahu begini keadaannya aku tak perlu menggelandang di jalan ....
Mona : Giselle...... akhirnya Mamamu sudah sadar sekarang.
Giselle : Lalu, sekarang Mama mana bi?
Pembantu : berhari hari nyonya menanti kedatangan nona Giselle.Nyonya sangat depresi, sehingga jarang makan, akhirnya banyak penyakit yang menyerangnya.
Giselle : mama masuk rumah sakit bi..?! (dengan sangat khawatir)
Bibi :(hanya terdiam,menunduk dan menangis)
Giselle : (bingung melihat ke arah mona & berbalik ke bibi) bi,,,jawab bi...! mama di rumah sakit mana?
Bibi : nyonya tidak di rumah sakit lagi non...(sambil meneteskan air mata..)
Giselle : lalu...mama di mana bi..? dimana..?? (terus menesak bibi )
Mona : bibi jawab... kami tidak mengerti.....
Bibi : non...Allah berkehendak lain...nyonya telah meninggalkan kita non...
Giselle terpatung tak percaya..hatinya bergetar di hari ia kembali,mamanya telah tiada...
Giselle : mama..?? meninggal...??? ( bibirnya bergetar...)
Bibi : (hanya mengangguk pelan)
Mona : Innalillaahi wa inna ilaihi roji’un...
Air mata penyesalan pun tak tertahankan....Giselle menangis sejadinya...
Giselle : mona...mama mon,,,,mama.....
Mona : Ia Giselle...tabahkan hatimu... Allah bersama kita...
Bibi : non,,,(sambil menyerahkan surat)
Giselle : (mengambil surat tersebut tanpa berkata apapun...ia meminta persetujuan mona untuk membuka
Untuk Putriku yang kusayangi
Giselle
Apa kabar sayang? Semoga Allah selalu melindungimu dimana pun kau berada. Maafkan Mama sayang, yang selama ini memaksakan kehendak Mama. Pulanglah Nak, Mama kesepian.
Mama sengaja tidak melapor polisi untuk mencarimu, karena Mama yakin suatu saat kau pasti kembali. Giselle..... Mama akhir-akhir ini sering sakit-sakitan, sepertinya umur Mama tak akan lama lagi. Jadi Mama sengaja menulis wasiat ini.
Giselle, Mama baru sadar bahwa perusahaan besar Mama tak ada artinya, kaulah yang berarti bagi Mama. Jadi, Mama ingin kau menjual sebagian saham perusahaan, lalu ambilah keuntungannya untuk mendirikan galeri impianmu. Lalu, Mama mohon, kelolalah sebagian yang lain. Mama ingin kau menjadi seperti Mama dan Papa, berbisnis dan melukis, kau bisa meminta bantuan teman-temanmu yang kau percaya untuk mengembangkan usaha Mama.
      Perjalanan panjang untuk menuju kesuksesan.
Keterikatan,keegoisan,penghianatan,mewarnai kehidupan Giselle.
Galeri yg ia cita-citakan bukan lagi impian.
                 “ini semua ku persembahkan untuk mama”
Yang harus dilakukan PJ DRAMA:
·         Bagikan naskah drama ke semua pemain. Suruh hafalkan naskah dengan lancar sampai di luar kepala.
·         Cari pemain pembantu, sesuaikan dengan karakter. Bibi, kolektor, anak-anak panti dan pemain gitar jalanan, serta keramaian kota dan penonton di acara launching buku. Semuanya unsur penting di sini.
·         Pemain gitar kalau bisa benar-benar bisa main gitar.
·         Konsultasi dengan perleng dan kostum.
·         Perleng harus tahu cerita dari awal sampai akhir.....mereka tim sukses drama, mereka buta cerita, bisa mengacaukan drama. MEREKA HARUS PUNYA NASKAH.
·         Kostum juga harus tahu cerita drama dari awal sampai akhir agar bisa menyesuaikan karakter pemain dengan baju yang pantas mereka pakai. BERI MEREKA NASKAH.
·         Ingatkan, baju yang dipakai khas ITALIA, jadi ada eksen Eropanya, jangan terlalu sederhana. Kostum juga mendukung cerita dan ada point plus di sana.
·         Latihan setiap hari.....bersama beberapa perleng. GOOD LUCK!!!

PESAN:
Antar sutradara harus rukun. Dan sering konsultasi ke pembimbing, jangan melangkanh sendiri, agar kalau salah, tak disalahkan.
Usth pulang dari Wisuda harus bisa nonton drama dengan nyaman.
Saat itu, harus sudah ada pemeran pembantu dan perleng yang tahu apa yang harus disiapkan.
(Tidak bingung lagi).
Gitar usahakan sudah ada, kalau tak ada mungkin bisa diganti seruling atau harmonika.
Usth juga akan melihat baju-baju yang dibuat oleh Sie. Kostum, setidak-tidaknya sudah ada desain bajunya, tinggal dijahit. OK???!!!
Ustadzah yakin antunna bisa!!! CAIYO..!!!!

Tidak ada komentar: