Bacalah Sejenak
Disebarkan untuk para Guru di Gontor
Kawan,
aku dapat hikmah hari ini, karena itu aku ingin berbagi. Ku tulis makalah ini
dengan hati dan mudah-mudahan Allah berkenan menjadikan tulisan ini sampai ke
hati.
Nikmatilah
setiap detik di pondok ini, belum tentu kita akan menemukan suasana yang sama
di luar nanti.
Hangatnya
keikhlasan dan kesederhanaan, saat semua dihitung dengan materi, berdasarkan
untung rugi.
Indahnya
saling berbagi, mengingatkan dan menguatkan, di saat zaman mulai tidak peduli,
individualis. Kecuali mengandung unsur: untuk kepentingan pribadi.
Sejuknya
naungan Quran dan Hadist, kokohnya sholat jamaah dan kebersamaan dalam segala
hal, dari mata terbuka di waktu fajar, pagi sampai siang waktu mengajar, sore
sampai malam waktu diajar, hingga larut malam, saat beringsut untuk bangun
tahajjud.
Kawan,
prasangka kita pada Allah adalah titik penentu masa depan kita. Maka berpikirlah
positif dengan segera. Pada apa pun itu, seburuk apa pun itu.
Yang
enak-enak, belum tentu baik, yang tidak enak, mungkin yang terbaik.
Agar
kalian tidak terlalu sedih saat kehilangan dan tidak terlalu bahagia dengan apa
yang kalian dapatkan.
Dalam
sekali makna Kalam Ilahi itu, betapa seringnya kita berputus asa,
padahal Allah telah menyiapkan ganti dari yang hilang, jika saja sempat
bersyukur.
Betapa
sering kita terlalu bahagia akan apa yang kita dapatkan, sehingga setan-setan
begitu mudahnya menembus di aliran darah kita, kemudian memenuhi hati kita
dengan riya’, sum’ah, sombong dan kufur nikmat. Lalu menyangka, bahwa
semuanya terjadi karena kehebatan sendiri dan menafikan kuasa Yang Maha Esa. Na’udzubillah
min hamazaatissyayatiin.
Teman,
sempatkah kita berpikir? Gontor ada untuk kita dan sebaliknya kita ada untuk
merasakan pendidikan di Gontor. Ini takdir-Nya. Sungguh takdir-Nya, untuk
dijalani dengan sepenuh hati. Berapa orang yang ingin menyekolahkan anaknya di
sini, tapi anaknya tak mau, berapa calon santriwati yang ingin mengenyam
pendidikan di sini, tapi orang tuanya belum mampu. Berapa santriwati yang sudah
dikeluarkan? Berapa santriwati yang putus di tengah jalan? Berapa teman kita
yang mengabdi di luar, ingin merasakan pengabdian di sini? Sungguh, kita wajib
bersyukur. Istiqomah itu memang berat dan menantang, tapi kita harus yakin,
semuanya akan berakhir dengan nikmat. In sobarti A’lal Asyaqqi Qoliilan,
istamta’ti bi Arfahil Alladzi towiilan. Datang ke Gontor dengan khusnul
bidayah dan meninggalkannya dengan khusnul khotimah. Amin.
Gontor
memberi kunci, tapi pintu masa depan kita banyak sekali, maka kita harus
hati-hati. Di luar sana, paham liberalisme, sekularisme, pluralisme,
kapitalisme, komunisme dan feminisme merajalela. Yang terakhir itu sangat dekat
dengan dunia kita, rentan sekali pada kita, maka, perlu waspada.
Kawan,
jika kau sempat. Berdirilah di depan tembok dengan bola basket di tangan.
Lemparkan bolamu ke tempok, lihat, apakah pantulan bola itu kembali padamu?
Jika
ya, syukurilah, berarti kau telah melemparnya dengan keras dan dengan cara yang
tepat, sehingga kau bisa menangkapnya dengan sigap. Namun, jika kau belum bisa
menangkapnya, ada dua kemungkinan.
Kemungkinan
pertama, lemparanmu terlalu lemah, mungkin kau sedang sakit dan waktunya tidak
tepat sehingga kekuatanmu belum mencukupi atau caramu melempar masih salah,
hingga bola itu tak sampai padamu, jangan pernah salahkan bola itu, belajarlah melempar lagi, jangan
bosan. Sungguh bijak mereka yang belajar dari kesalahan.
Kemungkinan
kedua, lemparanmu terlalu keras, sehingga pantulannya melewati dirimu,
otomatis, kau kewalahan untuk menangkapnya. Jangan terlalu keras, berlebihan
juga kurang baik, kau terlalu berambisi ketika melempar, saat kau tak mampu
meraih bola, kekecewaanmu berlipat ganda. Berusahalah dengan keras, namun dengan
cara yang wajar. Atau ada faktor x yang lain yang mempengaruhi kegagalanmu,
mungkin kau lupa berdoa sebelum melempar, terlalu percaya diri. Ingatlah,
kekuatan untuk melempar itu bukan milikmu, tapi milik Allah.
Sahabat,
takdir yang menimpa kita adalah kumulatif dari semua perbuatan dan apa yang
kita usahakan. Allah memberi kita pilihan, karena itu ada:
Malaikat
dan setan
Rakib
dan Atid
Kaya
dan miskin
Sehat
dan sakit
Kuat
dan lemah
Memberi
atau menerima
Hidup
atau mati
Berapa
banyak orang yang tetap hidup, walaupun jasadnya sudah di liang lahat. Mungkin,
untuk alasan inilah aku memilih untuk terus dan tidak pernah berhenti menulis.
Aku yakin, dunia kepenulisan adalah ladang jihadku, pena adalah pedangku. Aku
ingin tulisanku tetap bisa dibaca, mencerahkan, meskipun aku sudah tiada. Itu
hanya satu dari banyaknya misi hidupku, bagaimana dengan Anda?
Sebaliknya,
betapa banyak zombi (mayat hidup) berkeliaran di sekitar kita, dia kehilangan
tujuan hidupnya. Dia mati, bahkan sebelum ajal menjemputnya, sungguh kasihan
dia. Semoga kita tak termasuk dalam barisan mereka.
Sahabat,
pernahkan kau dengar bahwa Rasul mengibaratkan hidup di dunia bagaikan musafir
yang istirahat di bawah naungan pohon (dunia) sesaat di siang yang terik,
kemudian menjalankan perjalanan di sore harinya (perjalanan akhirat)?
Apa
pesan Rasul ini?!!! Sungguh hidup di dunia begitu singkat!! Sayang sekali jika
waktu sesaat ini tidak mendatangkan manfaat, hanya dipenuhi dengan maksiat,
keserakahan pada harta benda dan ketamakan akan jabatan yang fana.
Don’t
pay too much for the wistle, friends…..
Terlalu
banyak kesia-siaan yang telah kita lakukan, kita lihat, dengarkan dan ucapkan.
Sungguh,
kilau dunia sering merusak mata kita, semoga tidak sampai mematikan mata hati
kita. Oh ya, sebentar lagi datang hari libur, semoga liburan kali ini menjadi
lebih berarti dan bermanfaat, baiklah kawan, inilah beberapa hikmah yang ku
dapatkan hari ini. Terima kasih telah membaca sejenak. Semoga ada beberapa
tetes madu yang bisa diserap. Usiikum binafsy.
Ditulis
pada tanggal 22/1/2011
Hamba Allah
di Sarang Lebah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar