Rabu, 27 November 2013

AL FIRDAUS, LADANG JIHADKU



AL FIRDAUS, LADANG JIHADKU

Oleh: Rizka Dwi Seftiani, S.Pd.I
Guru Bahasa Arab Sekolah Menengah Al Firdaus Surakarta

Akhirnya..... ku menemukanmu......(Naff). Sepenggal pembukaan lagu yang dilantunkan oleh Naff ini bisa menggambarkan pertemuanku dengan Al Firdaus.
Siapa yang mengira kalau akhirnya dalam salah satu fase hidupku, aku harus berhubungan dengan Yayasan Al Firdaus dan Sekolah Menengah Al Firdaus Surakarta ini. Siapapun yang mengenal diriku dengan baik, tak akan pernah mengira dengan keputusan akhirku untuk mengajar Bahasa Arab di Surakarta, maklum aku berasal dari Ngawi.
           Selain itu, aku sendiri juga merasa, bahwa adanya aku di antara Keluarga Besar Al Firdaus bukanlah sebuah kebetulan, bisa dibilang ini takdirku, konsekuensi atas pilihanku. Sepertinya, penting ku jelaskan di sini, bahwa aku bukanlah seperti orang-orang kebanyakan yang mengikuti alur hidup mengalir, aku selalu memilih dan merencanakan apa yang aku lakukan, memang tidak semua yang ku rencanakan berhasil, tapi aku selalu yakin bahwa rencana Allah pasti lebih indah.
Aku hanya berpikir, bahwa haluan hidupku ini berputar-putar dan sampai sekarang pun, aku tidak tahu, nantinya akan berujung di mana. Aku adalah orang yang sedang mencari jati diri, aku selalu bertanya pada diri sendiri: “Untuk apa aku ada di dunia ini? Apa hikmah aku dilahirkan? Pasti Allah SWT meyimpan rahasia-Nya untukku dan aku ada untuk menguak rahasia itu.”
Ini kisah putaran haluanku, bagian dari sejarah penemuan Al Firdaus dalam hidupku. Pada hari Raya Idul Adha, tepatnya 26 Oktober 2012 lalu, aku berangkat ke Negeri Seberang, Malaysia, aku dipromosikan oleh para dosen Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor untuk mengikuti kuliah eksklarasi S1 ke S3, tanpa melalui S2.
Seharusnya, aku sekarang sedang menulis disertasi yang sudah aku persiapkan dengan sangat matang dan sepenuh hati (selama berbulan-bulan). Tapi, takdir berkata lain, tak ada yang mengira kalau Dikti Indonesia tak akan mengakui gelar doktorku jika aku lulus dari Universitas Malaya nanti, kata mereka, jika ingin diakui, harus mengulang lagi S-2nya. Menurutku, sangat lucu, jika setelah S1, lalu melompat ke tangga S3, dan harus kembali ke tangga sebelumnya, S-2.
Setelah istikharah yang panjang (aku di Malaysia selama satu bulan dan selama itu aku terombang-ambing antara melanjutkan S3 dengan segala resikonya atau S2 di Malaysia atau pulang dan kuliah di Indonesia). Akhirnya, aku pulang kampung dan berniat kuliah di Indonesia saja, biaya hidup lebih murah, pikirku waktu itu.

Menemukan Al Firdaus.
            Sepertinya, sekolah pasca-sarjana memang belum berjodoh denganku, karena aku sudah menjelajahi Yogya, memilah-milih kampus, aku juga sudah mencari tahu informasi kampus-kampus yang ada di Jakarta dan di Malang, orang tuaku memang sangat demokratis masalah pendidikan, aku bebas memilih di mana saja sesuai kemauanku, aku tidak lahir dari keluarga yang kaya raya, tapi orang tuaku pekerja keras dan berani mengambil resiko apa pun untuk pendidikan anak-anak mereka.
Tapi sayangnya, tak ada satu kampus pun yang bisa menggerakan hatiku untuk memasukinya, aku belum tertarik, sepertinya bukan itu jalan hidupku. Memang, aku selalu menyesuaikan semua tindakan dengan hati kecilku, aku selalu bertanya: What you really want, Rizka?? Aku tidak mau melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan intuisi dan panggilan atau suara hatiku (dhamir). Karena menurutku, suara hati tak pernah bohong.
            11 Januari 2012, adalah hari yang cukup bersejarah dalam hidupku, itulah hari di mana aku menemukan sebuah sekolah bernama: Al Firdaus melalui internet (terima kasih pada Bapak Internet: Leonard Kleinrock), hari itu aku memperoleh informasi bahwa Al Firdaus sedang mencari guru Bahasa Arab. Ya, panggilan hatiku mengatakan bahwa inilah saatnya aku mengabdikan diri pada masyarakat, saatnya turun ke bumi, kehidupan kampus adalah kehidupan langit yang penuh teori, sekarang saatnya membumikan teori-teori itu.
            Aku bisa katakan kalau ada sesuatu antara aku dan Al Firdaus, karena terakhir pengiriman surat lamaran kerja adalah tanggal 12 Januari 2012, seandainya aku tahu info sedikit terlambat, pasti sekarang aku tidak ada di lingkungan Al Firdaus. Akhirnya, dalam waktu singkat ku persiapkan berkas-berkasku, ku kirimkan surat lamaran kerja .
            Ternyata, proses seleksi pengajar Al Firdaus tidaklah mudah, mereka sangat selektif dalam mencari tenaga unggul, banyak sekali tahap yang harus dilalui, pertama seleksi ujian tulis untuk mengetahui wawasan dan pengetahuan, kedua micro teaching, ketiga psico test, keempat wawancara dua lapis (ibadah dan kompetensi). Mungkin untuk para calon guru yang tinggal di Surakarta itu mudah, tapi untuk aku yang bukan orang sini cukup menguras energi, selama sebulan aku bolak-balik Ngawi-Solo, diantar ayahku tercinta. Aku bersyukur, jerih payahku dan ayahku terbayar, pihak Al Firdaus sudi menerimaku untuk menjadi bagian dari mereka, Alhamdulillah.
            Aku menginjakan kaki di Sekolah Menengah Al Firdaus pada tanggal 11 Februari 2012. Ku temukan banyak hal yang baru di sini, benar-benar baru.
Al Firdaus, Mendidik Tanpa Diskriminasi.
            Alhamdulillah, pihak sekolah membuat keputusan bahwa aku dinyatakan sebagai guru reguler yang berkecimpung di Puspalenta. Awalnya, aku belum bisa mengerti apa tugasku sebenarnya, aku pikir, setelah sampai di sini, aku hanya perlu masuk kelas, mengajar, seperti umumnya guru Bahasa Arab. Tapi tugasku unik sekali, aku membimbing anak-anak spesial, anak-anak Puspalenta dan anak-anak dari kelas reguler, khususnya dalam peningkatan bahasa Arab.
            Aku benar-benar mengerti bahwa sekolah Al Firdaus bukan sekolah biasa setelah aku membaca buku yang ditulis Munif Chatib yang berjudul “Sekolahnya Manusia” dan “Sekolah Anak-Anak Juara” yang ku pinjam dari salah seorang guru, Ibu Okti yang juga guru baru di sini, semua teori tentang multiple intelegensi dan bagaimana penerapannya di sekolah ada di bukunya, ternyata, sekolah Al Firdaus juga sedang mengupayakan penerapan teori ini.
Maka di sini, aku mulai menyadari bahwa setiap anak itu unik, spesial dan istimewa. Titel normal dan abnormal itu hanyalah sematan dari manusia yang bisa jadi salah kaprah. Betapa banyak jenius-jenius seperti Thomas Alfa Edison yang diperlakukan secara tidak manusiawi oleh para guru yang tidak mengerti arti kecerdasan yang sebenarnya.
Mataku mulai terbuka bahwa sekarang bukan zamannya lagi membeda-bedakan tingkat intelegensi anak dari sisi kognitif saja, karena setiap anak pasti dikaruniai kecerdasan masing-masing. Mungkin ada yang tidak pandai dalam bidang Matematika, tapi bisa jadi dia unggul dalam bidang bahasa, atau mungkin ada anak yang gagal di kelas, ternyata jagoan di lapangan olahraga, begitu seterusnya. Jadi, tak boleh ada diskriminasi lagi di sekolah.
            Oleh karena itu, jika saat ini masih ada guru yang mengatakan: “Kamu bodoh” ke anak didiknya, guru tersebut yang seharusnya intropeksi diri dan mencari tahu letak kesalahannya, sekarang guru yang harus mengerti bagaimana kondisi anak, dimana letak kecerdasannya, baru kemudian merancang cara belajar yang sesuai dengan kemampuan anak, agar koneksinya cepat tersambung, karena faktor utama anak malas belajar adalah karena antara cara mengajar guru dan cara belajar anak tidak ada kecocokan. Inilah PR para guru, setiap guru harus mengerti kebutuhan anak didiknya, agar formula yang dia gunakan untuk mengajar sesuai dengan kemampuan anak.
Guru juga harus selalu menuntut Ilmu.
            Aku memang masih berstatus guru baru di Sekolah Menengah Al Firdaus. Ketika aku menulis kisah ini, aku belum sampai dua minggu menapakan kaki di sini, tapi aku merasa telah belajar banyak, karena aku suka mencari-cari pelajaran hidup dan hikmah yang bertebaran di sekitarku. Karakterku yang tidak pernah mau berhenti belajar dari apa saja, kapan saja dan di mana saja sangat sesuai dengan Al Firdaus, lagi-lagi aku harus bersyukur atas kesempatan ini.
            Yayasan Al Firdaus menerapkan sistem pembinaan guru dan karyawan mereka, aku mengikuti pembinaan itu pertama kali pada hari Sabtu, 16 Februari 2013. Menurutku, pembinaan itu sangat perlu, untuk mengingatkan bagi mereka yang telah lama bergabung dengan Al Firdaus, karena manusia itu tempatnya salah dan lupa, jadi sesekali perlu diingatkan. Selain itu, pembinaan juga sangat penting untuk mereka yang baru bergabung dengan Al Firdaus, seperti aku sendiri yang masih perlu binaan dan bimbingan.
            Sesuatu yang sangat berkesan bagiku secara pribadi adalah ketika Ibu Hj. Siti Aminah menyampaikan pesan-pesannya dalam pembinaan itu, beliau adalah sosok yang hebat, dengan visi misi yang tajam, di usianya yang senja, ia masih memiliki semangat 45, beliau juga memiliki kontribusi yang banyak untuk orang lain. Aku melihat sosok “Khoirun an-Nas Anfa’uhum Linnas” dalam dirinya. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.
            Maka, aku mulai bertanya-tanya, apa yang sudah ku lakukan untuk kemaslahatan umat? Sekarang bukan waktunya memikirkan apa yang sudah aku dapatkan, tapi sekarang waktunya memikirkan apa yang sudah aku berikan?
            Aku terhenyak di pertemuan Sabtu itu, ketika Ibu Hj. Siti Aminah mengingatkan kami tentang pentingnya mengevaluasi diri dengan ayat “waltandzur nafsun maa qoddamat lighod”, pentingnya menjaga keikhlasan hati dan niat Lillahi Ta’ala. Selain itu, pesan beliau agar kami selalu menjaga kedisiplinan dan produktifitas juga sangat berkesan di hati, tidak hanya pada diriku sendiri, tapi juga pada seluruh guru dan karyawan, sehingga akhirnya menular ke semua anak didik SM Al Firdaus.
            Aku, dengan mata kepalaku sendiri melihat, betapa gemblengan beliau sangat mengena di hati kami, semua bekerja sungguh-sungguh, aku melihat peningkatan disiplin dari hari ke hari, maka terngiang lagi pelajaran yang ku dapatkan di Gontor dulu bahwa: “Disiplin itu tidak enak, tapi lebih tidak enak lagi kalau tidak ada disiplin”. Aku juga jadi ingat dengan tulisan yang ku baca di kalender yang ada di kantor Ibu Rini tadi pagi, yang berbunyi: “Rahasia dari disiplin adalah motivasi. Jika seseorang termotivasi secara cukup, disiplin akan berjalan dengan sendirinya.”
Tidak hanya guru dan murid yang menunjukan kedisiplinan dan produktifitas, semua karyawan di lingkungan sekolah juga, aku sendiri melihat betapa jelinya cleaning servise membersihkan setiap sudut di sekolah ini. Bahkan, sampai kipas angin yang digantung di langit-langit juga dibersihkan dengan seksama. Sehingga sekolah ini senantiasa nampak baru, bersih dan terawat. Sepertinya, tak ada tempat bagi sarang laba-laba di sini.
            Semua bekerja dengan sepenuh hati, tak ada kamus asal-asalan di sini, jika semuanya didasari atas keikhlasan hati, hanya untuk mencapai ridho Allah, maka pahalanya akan sama saja, baik untuk guru, murid, maupun karyawan. Allah tidak memandang manusia dari status sosialnya, karena yang membedakan adalah ketakwaannya dan setiap orang mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan. Likuli Imrin Maa Nawaa.
            Alhamdulillah Ya Rabb.....atas nikmat kesempatan ini, dipertemukan-Nya aku dengan Al Firdaus dan orang-orang hebat di dalamnya, atas ladang jihad yang Engkau hamparkan di depan mataku, aku tak pernah menyesal menunda S2 atau S3 ku itu, aku ingin mengabdi sepenuhnya untuk-Mu. Ya Allah, luruskanlah niatku, luruskanlah niat orang-orang yang ada di sekelilingku dan semua orang yang pernah aku kenal atau yang belum sempat mengenalku. Bimbinglah kami Ya Allah...... jangan sampai kami mengikuti bisikan setan yang selalu membelokan niat lurus kami. Amin Ya Robbl Aa’lamiin.


Nama    : Rizka Dwi Seftiani, S.Pd.I
No. HP : 085736978140
Asal      : Ngawi
Alamat Sekarang : Kost Sekitar SM Al Firdaus


           

2 komentar:

okupasi terapis mengatakan...

kisah yg mngesankan mb rizka... smoga aku pun turut bisa bermanfaat utk yg lain...

okupasi terapis mengatakan...

kisah yg mngesankan mb rizka... smoga aku pun turut bisa bermanfaat utk yg lain...